20. Jalan Yang Sama

3.2K 288 56
                                    

NB : Play this song

Walau pipi memerah serta rasa panas yang tak terelakkan. Hana memilih menahan diri untuk tidak melawan. Park Hana hanya berusaha untuk tetap menghormati ibu mertuanya. Sebuah tatapan tajam dari mata gadis itu merupakan sebuah jawaban bahwa ia masih memiliki harga diri untuk tidak takut pada hal yang tak pernah ia lakukan. Sayangnya, peringai Hana yang seolah menantang sang ibu mertua membuat wanita setengah baya itu kembali murka. Ia merasa tersinggung melihat menantunya menatap dengan cara seperti itu. Seolah calon ibu muda ini meremehkannya. Jung Seoyeon kembali mengangkat sebelah tangan, mencoba untuk kembali memberi sebuah tamparan yang lebih keras. Namun, kali ini Hana tak mau diam. Dia segera menahan laju tangan ibu mertua sebelum menyentuh wajahnya.

Eommoni, aku mohon hentikan selama aku masih bisa bersabar,” gertak Hana tanpa rasa takut. Sudah cukup rasanya dengan segala perlakuan sang ibu mertua. Seoyeon tercengang melihat respon perempuan yang jauh lebih muda ini. Ia tak percaya Hana akan bertindak selancang ini.

“Kau mencoba mengancamku sekarang?” tanya Seoyeon pada Hana dengan tatapan murka.

Mendengar pertanyaan semacam itu dari sang ibu mertua membuat Hana frustasi karena, sesungguhnya ia tak ada niat sedikit pun untuk mengancam ibu dari suaminya itu. Lain halnya dengan Kim Seokjung yang berusaha mendekati istrinya, mencoba menenangkan Seoyon agar tak keterlaluan.

Eomma, bisakah kau menghentikan perbuatanmu ini!”

Kali ini Seokjin angkat bicara. Ia sudah tak bisa menahan amarahnya lagi. Seumur-umur baru kali ini Seokjin membentak sang ibu. Di matanya, Jung Soyeon adaalah sosok yang begitu hangat dan baik. Namun, hari ini Seokjin seperti melihat orang lain. Mendengar putra semata wayangnya membentak, Jung Seoyeon semakin frustrasi dan semakin membenci Hana karena, demi membela gadis ini Kim Seokjin tega berperilaku kasar pada ibu kandungnya sendiri.

“Kau lebih memilih membela perempuan ini daripada ibumu sendiri, Kim Seokjin? Kenapa kau sekarang berani membentakku? Apa kau begitu membenci ibumu?” sekarang giliran Seoyeon yang berteriak balik pada putranya.

“Bukan itu maksudku, ibu. Kenapa ibu tiba-tiba menuduh Hana yang melakukan kekacauan ini? Dia sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan berita di media. Kenapa sikap ibu jadi seperti ini? Memang apa buktinya jika Hana yang melakukan ini semua? Bukankah, berita ini menguntungkan. Ini kesempatan kita untuk mengatakan sebuah kebenaran di depan publik?” sambung Seokjin.

Jung Seoyeon hanya tersenyum sinis mendengar ucapan putranya. Tak lama senyuman itu berubah menjadi sebuah tawa yang mengerikan. Sebuah tawa yang mengisyaratkan rasa takut dan putus asa. Mengatakan yang sebenarnya di depan publik? Jangan bermimpi dan berhara. Jung Seoyeon sudah mati-matian melakukan semuanya demi keselamatan perusahaan almarhum ayahnya. Mengaku di depan publik bukanlah yang tepat. Solusi yang benar adalah Park Hana harus pergi dari kehidupan putranya. Bukankah Seokjin hanya mencintai Hyesun? Lalu untuk apa putranya menyiksa dirinya sendiri demi sebuah pertanggung jawaban. Seoyeon tahu membesarkan anak sendirian itu sulit maka dari itu dia memberi Hana sebuah cek kosong agar keduanya masih bisa hidup dengan layak walau sudah berpisah dengan putranya.

“Mengatakan kebenaran di depan publik? Jangan mimpi. Aku sudah berhasil menyelamatkan perusahaan sejauh ini dengan segala resiko yang harus aku tanggung. Bukan itu solusinya. Park Hana lah yang harus pergi dari kehidupanmu agar kau tetap bersama Hyesun. Bukankah kau masih mencintai gadis itu, Seokjin-ah? Dan, kau, Hana-ssi, apa kau akan terus menentangku? Tinggalkan putraku dan bawalah sejumlah uang. Bukankah aku sudah menyuruhmu berkali-kali. Aku tak mau rencanaku sia-sia hanya karenamu,” ujar Seoyeon enteng tanpa memikirkan perasaan orang lain.

Please, Look At Me (LIMERENCE - END) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang