Ecletic

149K 6.4K 211
                                    

Vincent Ishmael selalu menilai dirinya sebagai pria yang bertanggung jawab. Adik-adiknya, Taura dan Hugo, bahkan menganggapnya sebagai orang yang serius dan tak bisa diajak bersenang-senang. Dia anak sulung dari tiga bersaudara, harus bisa menjadi contoh yang baik, memikul tanggung jawab nan besar.

Ayahnya, Julian, memberi ketiga putranya kebebasan dalam memilih apa yang diidamkan dalam hidup ini. Berbanding terbalik dengan Salindri, ibunda tercinta anak-anak Ishmael. Perempuan itu cenderung suka mendorong Vincent dan adik-adiknya ke arah yang diinginkannya. Hal itulah yang selalu memicu persilangan pendapat antara Salindri dengan Taura. Sesekali dengan Hugo.

Vincent sebaliknya. Pria itu berusaha menjaga kedamaian di keluarga Ishmael. Dia tak pernah membantah kata-kata ibunya jika masih ada pilihan lain yang lebih masuk akal. Kadang, adik-adiknya menggoda Vincent, menyebutnya sebagai anak kesayangan Salindri.

Akan tetapi, semua itu tak cukup bagi Mindy. Perempuan itu malah menilai Vincent sebagai orang yang tak berani berkomitmen. Mindy ingin mereka menikah setelah berpacaran selama dua tahun. Kala itu, Vincent menolak dengan halus. Sebenarnya, lebih tepat jika dikatakan menunda.

"Aku pengin kita menikah, tentunya. Tapi nggak sekarang, Dy. Aku belum mapan," kata Vincent.

"Kamu menolakku?" Mindy membelalak, tak percaya.

"Aku nggak menolakmu, Dy. Mana mungkin aku berani?" Vincent tertawa kecil. Tangan kanannya terangkat, mengelus pipi kekasihnya. "Kita harus menunggu dua atau tiga tahun lagi, Dy. Oke?"

"Dua tahun lagi umurku udah tiga puluh tahun, Vin. Memangnya, kenapa harus nunggu selama itu? Kita udah pacaran dua tahun, udah saling kenal. Ini saatnya kita untuk maju," celoteh Mindy dengan wajah serius. "Apanya yang belum mapan? Toh, kamu kan kerja di perusahaan keluarga. Apalagi yang dicari, sih?"

Pertanyaan itu mengejutkan Vincent. Karena dia sudah pernah membahas tentang pendapat lelaki itu tentang pekerjaannya. Meski sudah menjadi manajer pemasaran, Vincent tidak merasa hal itu sebagai pencapaian yang mengesankan. Bagaimanapun, dia bekerja di perusahaan milik keluarga besar ibunya. Bau nepotisme sangat kental di sini, itu tak bisa ditampik. Namun, Vincent tak menunjukkan perasaannya terang-terangan.

"Aku merasa belum maksimal, Dy. Tahun lalu, aku jadi manajer pemasaran karena menggantikan salah satu omku yang pensiun karena masalah kesehatan. Jadi, aku pengin membuktikan bahwa memang pantas duduk di situ. Bukan karena kebetulan doang."

"Jangan sok idealis deh, Vin!" tukas Mindy. Perempuan itu mundur selangkah, menghindari sentuhan kekasihnya. "Kalau nunggu sampai tujuanmu tercapai, kurasa kita nggak bakalan ke mana-mana. Mungkin aku telanjur jadi penghuni panti jompo," sindirnya.

Vincent menggeleng. "Aku kan udah bilang, kita cuma harus menunggu dua atau tiga tahun lagi," ulangnya dengan sabar.

"Terlalu lama," Mindy bersikukuh. "Dari segi usia, udah nggak ideal buatku, Vin."

"Bukan cuma kamu yang bertambah tua, aku juga sama." Vincent mencoba bergurau. "Dua tahun itu nggak lama, Dy."

Mindy mendengkus. "Kenapa sih kita harus nunggu? Memangnya, kamu nggak bisa kerja dengan maksimal kalau kita nikah sekarang?"

Pertanyaan itu masuk akal. Namun Vincent juga menjawab dengan jujur. Dia ingin berkonsentrasi dengan pekerjaan untuk saat ini. Menikah bukanlah tujuan utama Vincent.

"Aku nggak mau kamu nantinya merasa terabaikan kalau kita udah menikah tapi aku masih terlalu fokus mengurusi kerjaan. Aku pengin, kita menikah setelah saatnya memang tepat. Sekarang ini, masih terlalu dini."

Suara Mindy meninggi saat dia bicara lagi. "Apa kamu nggak keberatan kalau nanti Taura atau Hugo nikah duluan? Nggak terganggu karena dilangkahi adik-adikmu?"

Born To Love You [Terbit 28 Juni 2023]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang