Hymn For The Weekend

39.2K 4.5K 85
                                    

Vincent tak pernah merasa nyaman berbagi hal-hal yang sifatnya pribadi. Termasuk pada kedua adiknya, dengan siapa dia memiliki hubungan terdekat. Jadi, tentu saja permintaan Marsha itu sulit untuk dikabulkan.

Akan tetapi, sebelum menolak pun Vincent tahu bahwa gadis di sebelahnya ini akan mendesaknya hingga menyerah. Karena itu, dia memilih untuk tidak membuang-buang waktu. Namun, sebelumnya dia ingin mencari tahu sesuatu.

"Kenapa kamu berkesimpulan kalau aku ditinggal kawin?"

"Karena tadi Mindy bilang dia bodoh karena mau aja dirayu untuk ninggalin kamu. Apa susahnya ngambil kesimpulan dari kata-katanya?"

Masuk akal. Vincent pun merespons, "Dia ngajak aku nikah empat tahun lalu. Waktu itu, kami udah pacaran dua tahunan. Tapi, aku belum siap secara mental. Aku minta waktu dua atau tiga tahun lagi. Mindy nolak. Menurutnya, aku nggak berani berkomitmen."

"Kamu nggak tau dia selingkuh, ya?" tanya Marsha, blakblakan.

Pria itu mengangkat bahu. "Nggak pernah ada buktinya. Tapi, dia memang nikah nggak lama setelah kami putus. Cuma berjarak beberapa bulan. Itu bikin aku mikirin kemungkinan itu," balasnya jujur.

"Tadi, secara nggak langsung, Mindy sendiri ngaku kalau mereka memang selingkuh." Marsha menarik napas. "Semua yang dimulai dari perselingkuhan, nggak akan bertahan lama. Udah banyak banget contohnya."

"No comment," balas Vincent. "Aku nggak beneran tau situasinya kayak apa."

"Omong-omong, kamu patah hati banget ya, Vin? Makanya belum punya pacar setelah putus sekian lama."

Vincent membantah anggapan itu tanpa pikir dua kali. "Nggak ada yang namanya patah hati. Sedih sih iya, tapi cuma di awal-awal." Lelaki itu menoleh ke kiri, bertukar tatap dengan Marsha yang juga sedang memandangnya. "Soal nggak punya pacar, aku nggak mau maksain diri. Belum ketemu yang pas, mau gimana lagi?"

"Kamu sama Mindy memang nggak pernah ketemu setelah dia nikah?"

"Nggak. Aku bahkan sempat ngira kalau dia nggak tinggal di Bogor lagi," ucap Vincent. Mereka sudah sampai di tempat tujuan. Dia memarkir mobilnya dengan cermat sebelum mematikan mesin.

"Tadi temenku bilang, Mindy meluk kamu sambil nangis. Iya?" tanya Marsha lagi. Gadis ini begitu bersemangat menginterogasi Vincent. Namun, siapa yang bisa menyalahkannya? Yang terjadi di restoran tadi mengundang penasaran dan kesalahpahaman.

"Iya. Dan pas Rendy ngeliat, dia langsung narik Mindy dan memukulku." Vincent membuka pintu mobil. Dia dan Marsha harus menyeberang. Dari tempatnya berdiri, dia bisa melihat gang sempit yang harus dilalui Marsha. Kali ini situasinya berbeda dengan saat pertama Vincent ke sini. Ada lampu jalan yang cukup memberi penerangan.

"Kenapa Mindy meluk kamu, Vin?"

Vincent tak segera menjawab. Setelah mereka menyeberang, barulah dia merespons. "Aku pun nggak tau sama sekali. Aku sama kagetnya kayak Rendy. Tapi, laki-laki itu merasa nggak perlu nanya dulu. Tinjunya yang langsung bicara."

Mereka menyusuri gang sempit itu. Vincent berjalan di belakang Marsha. Keduanya sempat berpapasan dengan tiga orang pria yang menyapa gadis itu dengan penuh semangat, lalu bercie-cie saat tahu Vincent adalah teman Marsha. Lelaki itu hanya menjadi penonton saat Marsha membalas godaan itu dengan santai. Gadis ini pandai bergaul.

Saat hampir berbelok ke tempat indekos yang dihuni Marsha, giliran seorang remaja pria yang mencegat mereka. Marsha kembali digoda karena pulang bersama Vincent. Gadis itu merespons dengan tawa geli sembari mengingatkan cowok kurus itu agar segera pulang.

"Kayaknya kamu kenal semua orang ya, Sha," komentar Vincent.

Marsha mendorong pintu pagar setinggi bahunya dengan tangan kanan. "Namanya udah jadi tetangga selama empat tahunan, wajar kalau kenal."

Born To Love You [Terbit 28 Juni 2023]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang