Marry You?

20.7K 2.7K 102
                                    

Marsha mematung saking kagetnya. Ditatapnya Vincent lekat-lekat. "Kamu kenapa? Nggak ada masalah, kan? Kenapa tiba-tiba ngajak nikah?" tanya Marsha, cemas.

"Aku nggak kenapa-napa. Selama ini, aku nggak pernah ngomong soal nikah karena memang nggak beneran kepikiran. Apalagi, kamu masih muda banget, kan? Aku cemas, kalau kuajak nikah, malah kabur," urai Vincent dengan tenang.

"Trus, barusan mendadak dapat bisikan atau pencerahan?" Marsha melihat ekspresi Vincent berubah. Gadis itu pun menyadari kekeliruannya. Dia buru-buru menukas, "Maaf, Vin. Bukan aku nggak percaya sama kamu. Tapi, ini saking kagetnya karena sebelum ini nggak ada clue kalau kamu bakalan ngajak nikah. Makanya, aku pengin tau detailnya." Dia mengusap lengan kiri Vincent.

"Aku nggak menyalahkanmu, Sha. Karena memang mendadak." Vincent menghela napas. "Tadi, ngeliat kamu sibuk kerja, tiba-tiba kepikiran. Mau sampai kapan kita cuma begini doang? Aku pengin hubungan kita lebih jelas. Karena buatku, kamu itu perempuan terpenting yang pengin selalu kujaga. Kurasa, cara yang paling masuk akal, ya nikah sama kamu. Aku nggak mau cuma pacaran doang, Sha."

Tidak ada nada gurau yang tertangkap oleh telinga Marsha. Kini, dia benar-benar yakin jika pacarnya memang serius ingin mengajak menikah.

"Oke. Tapi, kamu harus ngasih aku waktu untuk mikirin semuanya ya, Vin. Karena, kayak kubilang tadi, ini betul-betul bikin kaget."

Vincent terseyum. Tangan kanannya terulur untuk mengelus pipi Marsha. "Silakan pikirin masak-masak ya, Sha. Yang jelas, aku nggak lagi iseng. Tapi, jangan sampai kamu merasa terbebani dalam mengambil keputusan. Apa pun keputusanmu, kuhormati."

Marsha tak tahu bagaimana menggambarkan perasaannya saat ini. Perempuan mana yang tidak bahagia jika diajak menikah oleh pasangan yang benar-benar dicintainya? Itu adalah tanda keseriusan Vincent. Masalahnya, selama ini, Marsha belum pernah membayangkan dirinya akan terikat dalam pernikahan.

Melihat hubungan ayah dan ibunya, menggoreskan kecemasan tersendiri pada gadis itu. Marsha tidak tahu apakah hal itu bisa disebut trauma atau tidak. Dia tak pernah mencari tahu detailnya. Yang jelas, sejak duduk di bangku SMA, Marsha dibayangi keinginan untuk mengadopsi anak suatu hari nanti. Bukan menikah.

"Vin, kamu yakin? Aku punya banyak ketakutan karena latar belakang keluargaku. Jujur, aku nggak pernah benar-benar mikirin untuk nikah. Kamu pernah dengar kalau aku berniat untuk mengadopsi anak, kan?"

Vincent mengangguk. "Iya, aku masih ingat. Dan aku cukup paham alasanmu. Tapi, aku percaya, kalau kita menikah, kita akan jadi orang tua yang mengurus anak-anaknya sebaik mungkin, Sha. Kamu nggak akan mengikuti cara yang dipilih orang tuamu. Aku yakin itu."

Marsha meresapi kata-kata Vincent. Lelaki ini ada benarnya. Marsha sendiri pun tidak yakin dia bisa seperti Merry. Namun, Marsha harus mulai membiasakan diri dengan ide menikahi Vincent.

"Makasih ya, Vin. Kamu mengajakku nikah, artinya kamu menilai kalau aku akan jadi pasangan yang tepat buatmu. Jadi teman hidup yang akan mendampingimu sampai akhir. Itu berarti banget buatku. Bikin aku merasa istimewa," gumam Marsha.

Vincent merespons, "Kamu memang istimewa, Sha. Karena itu, aku jatuh cinta dan pengin hidup sama kamu. Cuma sama kamu," tegas Vincent.

Marsha tak bisa menahan diri. Dia memajukan tubuh, memegang leher belakang Vincent dan menarik lelaki itu ke arahnya. Lalu, Marsha mencium bibir Vincent. Selama berbulan-bulan ini, Marsha sudah belajar cara berciuman dari sang pacar. Jadi, kemampuannya pun sudah kian meningkat.

Ketika Marsha mengakhiri ciuman dan menjauhkan wajahnya, Vincent masih memejamkan mata. Pria itu agak terengah, begitu juga dengan Marsha. Tangan kanan Marsha terulur untuk mengusap bibir bawah Vincent yang lebih memerah dibanding biasa.

Born To Love You [Terbit 28 Juni 2023]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang