Vincent

19K 2.6K 112
                                    

Vincent tidak tahu apa yang terjadi saat Marsha makan malam dengan kedua orang tuanya. Yang pasti, hal itu memicu keajaiban yang tak pernah terbayangkan, paling tidak dari sisi keluarga Ishmael. Sebelum Marsha, mana pernah Salindri memberikan restu begitu mudah pada pasangan putra-putranya?

Dominique dan Inggrid malah bisa dibilang nyaris tak mendapat lampu hijau. Hugo bisa menikahi Dominique setelah dia mengancam akan kembali ke Bristol, tempatnya menuntut ilmu semasa kuliah. Sementara jalan Inggrid menjadi salah satu menantu keluarga Ishmael berubah mulus setelah dia mendonorkan darah untuk Dominique. Kala itu, istri Hugo mengalami pendarahan setelah melahirkan dan berada dalam situasi cukup genting.

"Vin, Mama nggak akan ngomong panjang-panjang. Mama cuma mau bilang, di luar dugaan, Marsha ternyata cocok sama kamu. Dia ... apa ya?" Salindri menautkan alis. "Hmmm, unik. Mama belum pernah ketemu cewek yang kayak dia. Entah itu yang lagi dekat sama kalian atau anak-anak teman Mama. Jadi, Mama nggak keberatan kamu pacaran sama Marsha. Mama suka sama dia." Perempuan itu bertukar pandang dengan suaminya.

"Papa lumayan nggak nyangka, Marsha itu punya pola pikir yang beda. Unik tapi dewasa. Nggak jaim pula. Dan keliatannya, dia bisa mengimbangi kamu yang pendiam dan kaku ya, Vin." Julian tertawa kecil. "Restu udah turun secara resmi, ya. Jangan kamu jahatin anak orang."

Vincent mustahil bisa melupakan kata-kata yang dilisankan ayah dan ibunya malam itu. Dia memang sudah menebak jika mereka akan "menginterogasi" Marsha. Vincent pun sudah menebak hasilnya. Yaitu hanya memperkuat penolakan yang berasal dari Salindri sebelumnya. Siapa sangka, ibunya malah memberikan restu?

"Memangnya Marsha ngapain, Ma? Kok tumben Mama bisa berubah pikiran? Maaf ya, biasanya Mama kan paling susah ... dipuaskan," katanya agak terbata.

Ibunya malah tersenyum. "Tadinya pun nggak yakin bakalan ngasih penilaian positif, Vin. Karena anaknya kan memang masih muda banget. Tapi, hasil ngobrol-ngobrol barusan, walau nggak lama, bikin Mama merasa selama ini udah salah menilai." Salindri memeluk lengan suaminya. "Satu lagi, Vin. Marsha mematikan ponselnya walau tadi ada yang menelepon. Itulah sebabnya kamu nggak bisa ngontak dia."

Kening Vincent berkerut. "Marsha matiin hapenya? Trus, kenapa itu bikin Mama kayaknya kagum atau apalah?" Dia tak mengerti.

Kali ini, Julian yang bicara mewakili istrinya. "Berapa banyak orang yang melakukan itu saat mengobrol sama orang lain, Vin? Okelah, anggap aja kalau ada yang pengin dapat penilaian istimewa di depan orang tua pacarnya. Tapi, ngeliat gimana sifat Marsha, anak itu memang nggak ada jaim-jaimnya, kan? Dia beneran nggak pernah ngecek hape selama di restoran. Nggak pamit ke toilet untuk sembunyi-sembunyi nelepon. Dia duduk di depan Mama dan Papa, fokus ngobrol dan makan. Kalian aja pun kadang masih suka main hape tiap kali kita makan bareng di rumah. Iya, kan?"

Vincent benar-benar tak mengira akan mendengar kata-kata itu dari ayahnya. "Aku nggak tau kalau soal hape ini bisa begitu penting."

"Tadinya pun Mama nggak terlalu merhatiin, Vin. Mungkin karena sibuk nyari kekurangan Marsha," aku Salindri. "Tapi, setelah menghabiskan waktu bareng dia, kebiasaan-kebiasaan kecil kayak gitu jadi keliatan. Mama dan Papa merasa dihargai. Baik ada kamu atau nggak ada, Marsha tampil apa adanya. Mama suka itu."

Vincent lega luar biasa. Karena itu, dia maju untuk memeluk dan mencium kedua pipi ibunya. Salindri mendorong bahunya.

"Apaan, sih? Mentang-mentang ada maunya, main cium aja," protes Salindri. "Udah sana, anterin pacarmu pulang. Ntar keburu malam."

"Jangan pulang dulu, Vin. Besok kan Sabtu. Ya pacaran dululah," sela Julian, usil.

"Hei, jangan melanggar rambu-rambu lho, ya," Salindri mengingatkan sebelum Vincent berlalu.

Born To Love You [Terbit 28 Juni 2023]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang