Vincent diam-diam memperhatikan bagaimana Marsha tampak begitu nyaman di tengah keluarganya. Gadis itu bisa mengobrol dan bercanda dengan adik-adik dan kedua ipar Vincent yang memang tergolong supel. Marsha pun terlihat luwes menghadapi Aileen dan Sarah.
"Sha, kamu luwes banget gendong Sarah. Udah cocok jadi ibu," komentar Taura sembari mengerling ke arah kakaknya. Laki-laki itu tersenyum lebar.
Vincent pun mendadak mulas. Dia buru-buru menukas, "Marsha memang ...."
"Nggak pengin punya anak, Sha? Mumpung masih muda. Aku aja nyesel nikahnya telat. Kalau tau punya bayi seasyik ini, kelar kuliah pasti langsung merit," imbuh Hugo.
Untungnya Dominique setia mendukung Vincent. Dia merespons, "Waktu baru kelar kuliah, kamu kan masih tunangan sama Farrah. Artinya, kamu nyesel nikah sama aku? Lebih milih jadi suami Farrah?"
Hugo pun mati kutu dan membuat Vincent terbahak-bahak.
"Nggak gitu maksudku, jangan salah tanggap," Hugo membela diri. "Aku cuma pengin ...."
"Pengin bikin aku kesel," sambar Vincent. "Jangan dengerin omongan Hugo dan Taura ya, Sha."
Marsha yang sedang menggendong Sarah, hanya menggumam pelan. Gadis itu begitu asyik "mengobrol" dengan Sarah yang belum genap berumur tiga bulan.
"Tapi, urusan luwes menggendong bayi, aku setuju," Inggrid bersuara. "Nggak kayak Domi yang awal-awal masih kaku banget."
Marsha akhirnya mengangkat wajah dan menoleh ke kiri. "Aku pengin punya adik, Mbak. Tapi nggak kesampaian. Jadinya, sering main sama anak-anak tetangga yang masih kecil. Udah biasa gendong bayi sejak masih SMP."
"Kalau memang nggak bisa punya adik, mending punya anak aja sekalian, Sha." Taura belum putus asa. "Ajak kakakku nikah. Kasian dia, udah tua gini masih lajang. Nggak tau umur berapa bakalan punya anak."
Vincent memaki pelan. Adik-adiknya memang tak tahu caranya untuk menjaga sikap. Padahal, ini baru kali kedua Taura bertemu Marsha. Di saat yang sama, Aileen merambat naik ke pangkuan laki-laki itu.
"Kak, tolong bahasanya dijaga. Jangan sampai kuping anakku terkontaminasi," Taura mengingatkan.
Vincent meraih Aileen dan mendudukkan anak itu di pangkuannya. Dia mencium pipi kiri Aileen sebelum membalas ucapan adiknya. "Makanya, jangan sengaja mancing-mancing."
Yang tak terduga, justru reaksi Marsha. "Aku memang pengin punya anak. Tapi nggak pernah benar-benar kepikiran pengin nikah, sih. Aku bercita-cita pengin adopsi anak."
Vincent menahan napas. Dia sangat paham alasan Marsha. Gadis itu tangguh, setelah semua pengalaman traumatis masa kecilnya. Akan tetapi, Vincent tak pernah mengira sampai menimbulkan efek semacam itu.
"Lho, kenapa malah pengin adopsi?" Dominique keheranan. "Ada alasan khusus, Sha?"
Marsha bertukar tatap dengan Vincent sebelum gadis itu tersenyum ke arah Dominique. "Nggak ada, sih."
"Marsha itu cuma fokus sama cita-citanya, jadi guru. Nggak mikir yang aneh-aneh kayak saran Hugo atau Taura tadi," sela Vincent, asal-asalan.
"Yang kami omongin tadi, nggak aneh," Hugo tak terima.
Dominique memilih membelokkan topik perbincangan. "Sha, setelah jadi sarjana gini, rencana selanjutnya apa? Kak Vincent pernah ngomong, kamu mau balik ke Ubud, ya?"
Sarah mendadak menangis, membuat Dominique buru-buru bangkit dari sofa. Marsha pun menyerahkan bayi di gendongannya kepada sang ibu.
"Awalnya sih pengin gitu, Mbak. Tapi aku berubah pikiran. Mau nyoba nyari kerja dulu di sini. Itung-itung, nyari pengalaman."
KAMU SEDANG MEMBACA
Born To Love You [Terbit 28 Juni 2023]
Ficción GeneralPertemuan dengan Marsha melalui kejadian yang tidak terduga mengubah hidup Vincent ke arah yang tidak terduga pula. Ketika cinta tumbuh di antara keduanya, Vincent dan Marsha paham bahwa perbedaan usia adalah hal terakhir yang dirisaukan dalam menja...