Yeah!

30.3K 3.9K 115
                                    

Vincent terpana dan cuma mampu memandang Marsha selama beberapa detik. Di depannya, gadis itu tampak sedikit gugup, versi Marsha yang belum pernah dilihatnya selama ini. Mereka memang bukan teman lama, tapi belakangan intensitas pertemuan Vincent-Marsha cukup tinggi.

Dengan Marsha, Vincent merasakan kenyamanan yang sudah lama tak pernah didapatnya. Gadis itu selalu tampil dan bicara apa adanya meski kadang ucapannya membuat wajah Vincent memanas. Mungkin itu sebabnya Vincent selalu ingin bertemu Marsha. Bahkan saat ini, ketika tubuhnya lelah dan meneriakkan permintaan untuk istirahat. Laki-laki itu justru menyetir menuju tempat tinggal Marsha.

"Vin, jangan diam aja, dong!" sergah Marsha. "Kalau kamu nggak tertarik, ngomong aja. Jangan malah kayak patung gitu. Nungguin kamu ngomong, bajuku udah basah kuyup karena keringat dingin."

Vincent mengerjap. Tawa kecilnya pecah kemudian. "Grogi? Tumben banget."

Marsha sama sekali tak tersenyum. Ekspresi serius tercetak di wajah gadis itu. Sebelum Marsha membuka mulut, Vincent bicara lagi.

"Kenapa tadi kamu bilang nggak ada masa depannya?"

"Karena aku bakalan balik ke Ubud."

"Oke," jawab Vincent sedetik kemudian.

"Apanya yang oke?" desak Marsha.

Vincent urung menjawab karena seseorang memasuki ruang tamu tempat indekos Marsha itu. Seorang remaja cowok membawa sebuah nampan berisi pesanan mereka. Dua porsi nasi goreng rendang yang kini menjadi salah satu menu favorit Vincent, serta dua gelas es teh manis. Menu yang sederhana tapi sungguh nikmat.

"Vin, oke apanya?" Marsha bersuara lagi begitu mereka hanya tinggal berdua.

"Kita pacaran."

Gadis itu melongo. Bibirnya terbuka dengan pupil mata melebar. Mimik Marsha lucu sekali hingga Vincent tak bisa menahan tawa.

"Kok malah ketawa, sih?" protes Marsha.

"Karena wajahmu lucu banget," balas Vincent.

Sesaat kemudian, Vincent seolah diingatkan bahwa ini seharusnya menjadi saat yang serius, jika tak bisa dibilang sakral. Dia tak pernah bermasalah dengan seorang gadis yang mengungkapkan cinta lebih dulu. Namun, ini pengalaman pertama Vincent. Semestinya, dia menanggapi kata-kata Marsha dengan sungguh-sungguh. Agar gadis ini tak menganggapnya sedang bercanda.

Karena itu, dia menahan tangan kanan Marsha yang hampir menjangkau piring nasi goreng. Gadis itu agak mendongak, membalas tatapan Vincent dengan serius.

"Makasih karena kamu berani ngomong kayak gitu, Sha. Belakangan ini, aku agak bingung sama perasaanku. Aku suka sama kamu, tapi apakah bakalan berkembang ke arah lain? Kayaknya iya. Tapi, ada beberapa kendala. Makanya, aku makin sering ketemu sama kamu untuk nyari tau detailnya. Karena nggak mau salah ngambil keputusan. Aku nggak mau bikin kamu kecewa."

Mata sayu Marsha menatapnya dengan binar yang membuat Vincent terpesona. Ekspresi Marsha selalu jujur menerjemahkan isi pikiran dan hatinya. Vincent menyukai hal itu. Terutama karena dia tak pernah bertemu orang serupa Marsha. Dengan gadis ini, tak ada yang disembunyikan. Sejak awal, mereka berdua menjadi diri sendiri.

"Aku betah di dekat kamu, Sha. Aku makin yakin kalau membutuhkan kamu. Makanya, pas lagi capek gini pun, yang pengin kuliat cuma kamu. Cuma, aku harus mikirin semuanya baik-baik. Utamanya, karena kamu bakalan balik ke Ubud. Itu akan jadi masalah serius. Karena hubungan jarak jauh itu pasti nggak mudah. Tapi, kalau kamu nggak keberatan dan yakin kita bisa melewati ini semua, kurasa nggak ada masalah."

Respons Marsha sama sekali tak terduga. Gadis yang biasanya fasih bicara tentang segala hal, bergerak maju untuk memeluk Vincent. Pria itu membatu sesaat sebelum balas mendekap Marsha. Dunia mendadak hening, Vincent hanya mendengar suara napas gadis itu.

Born To Love You [Terbit 28 Juni 2023]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang