Pov Dhipa
"Kak Dhip, ayo bangun." Suara rengekan Berlian benar-benar mengganggu tidurku. Aku tetap diam tak berniat bangun bahkan sekedar membuka mata aku malas. Aku baru tidur pukul dua pagi, setelah kumpul bersama Braga dan yang lainnya seperti biasa.
"Kak, kak Dhip mau ikut nggak sih?" Seru Berlian lebih keras seraya menarik selimutku.
Astaga Berlian, dia seperti setan cilik yang menganggu tidur malaikat saja. Aku masih saja enggan membuka mata, kepalaku masih teramat berat.
"Ya udah kalau nggak mau ikut, Berlian nggak tanggung jawab lho ya kalau kak Ava nanti dideketin Figo."
Seketika aku langsung bangun dengan posisi duduk walalu kepala masih tkeliyengan. "Siapa lagi Figo?" Tanyaku dengan suara serak dan pandangan masih kabur melihat Berlian.
Berlian tertawa keras seraya memegang perutnya, apanya yang lucu coba? Aku mencoba menfokuskan pandanganku dengan membuka menutup mataku dan menggelengkan kepala.
"Hei, kutanya malah ketawa."
Kutarik saja dia hingga terlempar ke kasurku dan aku mengunci badannya dengan kakiku, tak kuhiraukan rengekan minta ampunnya. Kebersamaan seperti ini adalah hal yang menyenangkan untukku karena hanya dia dan opa yang aku miliki.
"Kak, please. Ampun... lepasin sih, kak Dhip bau tahu. Jadi ikut nggak?"
"Kemana?" Tanyaku masih memeluknya.
"Kak Dhip lupa ini hari apa? Kita kan mau champing, gimana sih. jadi ikut nggak?" Sungut Berlian kini sudah diam tak berontak.
"Ava ikut?"
"Kak Dhip gimana sih nggak tahu jadwal calon istri. Emang kak Ava nggak bilang?"
Aku menggeleng seraya melepaskan pelukanku. Aku memang nggak tahu dan aku lupa weekend ini aku sudah janji dengan Berlian akan ikut champing. Lagian sejak lamaran itu aku belum menghubungi Ava, dia juga tak menghubungiku. Dasar calon istri durhaka tak memberi kabar sedikitpun. Kalau aku wajar tak menghubunginya karena seminggu ini aku sibuk dengan pekerjaan bahkan aku sempat ke luar kota beberapa hari untuk mengunjungi proyek di Makassar.
"Ya udah cepet kak Dhip siap-siap, Berlian tunggu di bawah, jangan tidur lagi lho."
"Siap nona."
***
Seminggu tak melihatnya kenapa dia jadi cantik, kemarin-kemarin dia biasa aja. Sekarang dia terlihat cantik dengan kaos bertuliskan I'm single dan celana gunung pendek serta topi di kepalanya. Tulisan di bajunya membuatku naik darah saja, enak saja ngaku single. Kutilik jemari manisnya, syukurlah dia masih memakai cincin pertunangan kami.
"Apa lihat-lihat?" Tanyanya galak tanpa suara karena dia cukup jauh dariku.
Melihat matanya melotot dan bibirnya yang bergerak-gerak seolah melihatku adalah petaka sangatlah lucu. Lihatlah sekarang dia melirikku tajam dengan bibir menggerutu. Rasanya mau kucium saja bibir kecilnya yang berwarna pink itu.
Aku mendekatinya yang langsung dibalas dia dengan membuang muka, sial! Memang aku tak semenariknya kah sampai dia langsung membuang muka gitu.
"Masih pakai cincinnya?" Bisikku di telinganya yang langsung bikin dia bergidik mundur dan melirikku dengan bibir mengerucut.
"Apa lihat-lihat?" Tanyanya galak.
Astaga, makin marah dia makin cantik.
"Kak Ava, ayok kita pilih tenda."
Berlian tiba-tiba saja sudah menarik tangan Ava yang langsung kucegah.
"Ava setenda sama kak Dhip." Ucapku lalu menggendong Ava yang tadinya bengong sekarang suaranya sudah bisa bikin gendang telingaku pecah.
KAMU SEDANG MEMBACA
In Fact, I Love You
RomanceAku itu 25 tahun, jangan anggap aku remaja ingusan dong. Punya wajah baby face gini bukan dosa kan? Beraninya om itu menyeretku bahkan mengangkutku keluar club padahal aku sedang kumpul dengan orang-orang kantor dan berdansa dengan pria tampan nan...