Bukan Danger,
Kita mau baper dulu :"))ㅡㅡㅡ
Kata orang, life must go on. Semua orang tahu, kalau yang sudah terjadi tidak akan pernah bisa diperbaiki atau diulang lagi. Jadi, katanya, ada baiknya tidak terus menyesali.
Omong kosong. Memang bicara itu mudah. Orang-orang tidak tahu seberapa keras Millie berusaha menepis. Namun, setiap kali ingatan tentang Dena singgah dalam otaknya, hatinya berteriak, Mama, maaf. Millie belum bisa ngasih apa-apa. Lalu, air matanya leleh lagi.
Semua tugas, ujian, bahkan mendaftarkan diri sebagai anggota resmi Mapala di tahun-tahun terakhir kuliahnya tidak membantunya melupakan rasa bersalahnya.
Semesta dengan segala kesunyiannya semakin membuat Millie mendengar suara Dena yang masih menyapanya bersamaan dengan semilir yang terembus alus. Semesta dengan segala temaramnya masih membawa bayangan Dena bersamaan dengan pilu.
Millie tahu, Dena masih ada di sana. Mengawasinya dari balik kolong-kolong langit.
Millie terdiam sendirian di bangku biru kesukaannya. Netranya terpaku pada gumpalan yang tersusun rapi pada angkasa. Bertumpuk-tumpuk rapat dengan garis kekuningan pada tiap tepiannya.
Kira-kira, kalau menatap langit seperti ini, apa bisa membuat Millie bertatapan dengan Dena? Atau kalau boleh serakah, bolehkan Millie bertukar senyum dengan Dena?
Napasnya terembus berat kemudian. Sesak kembali bergelayut di dadanya. Semua kenangan yang terasa menyakitkan sekaligus membahagiakan itu diam-diam merayap dalam kepala Millie.
"Nih!" Gadis itu sedikit tersentak ketika Anta menyodorkan susu kaleng rasa cokelat ke hadapannya. "Kata orang kalo makan cokelat bisa bikin mood jadi bagus."
Millie mengeryit setelah menerima susu kaleng itu dalam tangannya. "Bang, ini susu. Bukan cokelat. Dan ini diminum, bukan dimakan." Millie mengoreksi.
Anta yang baru saja menaruh diri di sisi gadis itu hanya mengedikkan bahunya, "Ya yang penting kan sama-sama cokelat."
"Ya beda lah! Gimana sih?"
"Lah! Ini rasa apa?" Anta tidak terima, ia bertanya selagi menunjuk kaleng yang dipegang Millie.
"Cokelat."
"Ya udah, berarti kan ini ada kandungan cokelatnya. Jadi pasti bisa bikin mood jadi bagus juga."
"Terserah lah! Semerdekamu, Bang!"
Sungguh, Millie kesal dan ingin tertawa dalam waktu yang bersamaan. Gadis ini lantas menggeleng pelan selagi ia mendecih heran. Tapi, ada senyum tipis yang tanpa sadar tergurat di sudut bibirnya.
Entah, tapi Anta selalu bisa mengurangi beban yang bertengger dalam hatinya. Orang yang selalu membuatnya merasakan hangat, panas, dan dingin dalam musim hidupnya selama ini.
Hening sempat ada pada puncaknya, Millie masih sibuk menatap garis cakrawala, sementara Anta menghela berat. Inginnya bersikap bijak, tapi Anta tahu, ini tidak semudah kelihatannya. Anta belum pernah kehilangan orangtua, Anta tidak tahu bagaimana rasanya, dan Anta tidak ingin Millie menganggapnya sok tahu.
Jadi, ketimbang memaksa Millie untuk bangkit, Anta lebih memilih membantu Millie menerima kegagalannya. "Rasa bersalah itu gak untuk dilupain, Mil. Gak masalah untuk suatu kali merasa gagal, karena kegagalan itu yang akan membuat kamu berusaha lebih keras di kemudian hari." Demi apapun, Anta berucap dengan tenang. Sangat tenang untuk meredakan ombak gelisah Millie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Merah Jambu
General Fiction[Baca Senja Warna Biru dulu] Ini cerita tentang kamu. Orang terhebat yang mampu mengumpulkan setiap keping pecahan lukaku dan membentuknya menjadi semesta yang utuh. Orang terhebat yang melengkapkan aku. ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ Author : Gulaliloly G...