4 ; Perihal Pengorbanan

188 22 102
                                    

Bukan Danger!

Kita mau terpesona (lagi).

ㅡㅡㅡ


























Udara cukup dingin ketika jarum jam sudah hampir sampai pada angka dua. Ini sudah lewat tengah malam, bahkan sudah hampir subuh. Beruntung Millie mengusung selimut tebalnya ke meja makan.

Iya. Meja makan. Bagi Millie, mengerjakan tugas di meja makan itu lebih mudah. Kenapa? Karena dekat dengan dapur. Ia jadi tidak perlu repot-repot berjalan jauh dari kamar ke dapur jika ia merasa haus atau pun lapar ketika sedang serius-seriusnya.

Penampilan Millie lusuh sekali dengan seluruh surai yang ia tarik asal kebelakang kepalanya, selimutnya tersampir pada kedua pundaknya. Lalu, tak lupa kedua kakinya sudah bersila manis diatas kursi yang didudukinya.

Kalau boleh jujur, Millie sudah mengantuk. Buktinya matanya sudah memerah, ia bahkan menguap beberapa kali. Lalu, Millie mulai memijit pelipisnya ketika rasa sakit mulai memukuli kepalanya.

Tangannya masih lincah menggerakkan tetikus, berselancar pada sumber informasi online pada layar laptopnya. Gadis ini lantas mengeram kesal, "Ini gimana sih? Astaga deadline besok."

Millie rasanya sudah ingin menangis saja. Bayangkan saja, ia bolos kuliah cukup lama mungkin sekitar dua bulan, atau bahkan lebih? Entah. Yang jelas, Millie ketinggalan banyak materi, dan tetiba besok waktunya ujian akhir semester ganjil saja. Nahasnya, Pak Fadil menyuruh seluruh mahasiswanya mengerjakan analisa sistem lengkap beserta algoritmanya sebagai nilai ujian. Mengerikannya lagi, individu.

Dan yang membuat Millie ingin mati saja, Pak Fadil meminta tugasnya dikumpulkan jam tujuh pagi.

Sungguh, Millie tidak ingin berjumpa lagi dengan Pak Fadil tahun depan. Millie tidak ingin tidak lulus dalam mata kuliah ini. Tapi, bagaimana caranya mengerjakan ini semua kurang dari lima jam? Tidak, tidak, empat jam, karena Millie harus menyisakan satu jam untuk bersiap-siap dan berangkat ke kampus.

Oh, Tuhan! Bahkan lembar kerja Millie untuk menuliskan laporan hasil analisa masih kosong melompong.

"Loh! Mil? Kok gak tidur?" Gadis ini mendongak tatkala suara Anta menyelah detik jam yang merambat mengerikan di rungu Millie.

"Masih nugas, Bang. Deadline. Abang ngapain di sini?"

Anta tak menyahut, ia hanya beringsut ke arah kulkas. Millie lantas mengangguk samar ketika Anta mengeluarkan satu botol air mineral dingin dan meneguknya.

Baiklah, lupakan. Millie harus kembali berfokus pada layar laptopnya yang menyala terang di tengah gelapnya rumah. Demi nilainya, Millie harus bersusah payah melawan berat di matanya, pun juga sakit yang mulai berdenyut tak beraturan di kepalanya.

"Nugas apaan sih?" Ini bagaimana Millie bisa fokus kalau Anta sekarang justru terduduk di sisinya? Apalagi Anta jelas tidak akan duduk diam saja, Anta jelas akan banyak berbicara ini dan itu, memecah konsentrasi Millie.

"Buat UAS besok, Bang. Tapi aku gak bisa materinya. Ketinggalan jauh banget kayaknya pas aku pulang ke Surabaya kemaren." Millie berkeluh selagi Anta mulai memperhatikan jajaran kalimat-kalimat yang terpajang pada jendela browser di layar laptop Millie.

"Udah tanya anak-anak materinya?" tanya Anta dengan fokus yang tak beralih, ia bahkan kini mengambil alih tetikus dari tangan Millie. Menggulir-gulir layar, menjelajahi jendela browser yang berjajar seperti antrean. Anta bahkan menggeser letak laptop Millie ke hadapannya.

"Gimana mau tanya, baru dikasih tau kalo ujiannya kayak gini ya barusan kemaren. Anak-anak slow respon banget di chat, kalopun bales bilangnya belom selesai. Terus ya lagian gak bisa nyontek. Studi kasus yang di analisis beda-beda. Bang Yovin juga aku telpon dari tadi gak ngangkat." Millie mulai meracau sebal.

Langit Merah JambuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang