28. New

434 31 0
                                    

Tadi Adnan sudah meminta izin pada guru piket bahwa Ara harus pulang lebih dulu. Ya, kalian pasti tau alasannya bukan?

Hujan sudah reda, Adnan memutuskan untuk menarik pedal gas pada motornya. Ara hanya duduk diam di kursi penumpang sambil menundukkan kepalanya.

Jaket Adnan mampu menghalang desiran angin yang mungkin dapat membuat seorang Ara masuk angin, ditambah dengan keadaan bajunya yang sangat lembab itu.

"Lain kali jangan gitu lagi, ya." Ucap Adnan pada Ara, masih fokus pada jalanan.

Ara tersadar, "hm?" Tanyanya meminta pengulangan.

"Jangan gitu lagi.." ucap Adnan pelan, "cukup hati lo aja yang sakit, jangan bikin tubuh lo ikutan sakit."

Ara hanya berdehem sambil memandangi punggung Adnan, "kelas gimana?" Tanyanya, mencoba mengalihkan topik.

"Kayak neraka." Jawabnya singkat, sebelum mengulurkan tangan kirinya dari depan.

Ara sedikit bingung lalu bertanya, "ngapain?" Wajah nampak bingung.

"Tangan lo." Mendengar hal itu, tentu saja Ara terkejut, "siniin aja." Ucap Adnan yang ternyata peka.

Ara mau tak mau menurut, dan memberikan tangan kirinya pada Adnan.

Ketika mendapatkan tangan Ara, Adnan segera mengaitkan tangan tersebut pada bajunya, "pegangan. Gue mau jadi rossi."

Ara yang tau maksud dari kalimat Adna itu, membelalakkan matanya. Belum sempat ia protes, Adnan sudah lebih dulu menarik pedal gas.

.  .  .

Malam ini Ara sedikit meriang akibat hujan - hujanan tadi. Alhasil, ia harus memakai banyak minyak angin di sekitar kepalanya. Padahal ia sudah meminum obat.

Ia terbaring di atas kasur sambil berfikir, haruskah ia turun besok? Besok itu hari Jum'at, katanya akan ada acara senam bersama, lalu jalan santai, dan segala yang berhubungan dengan olahraga. Intinya jam pulang dipercepat.

"Turun.. gak.. turun.. gak.." gumamnya sambil menghitung jari tangannya.

"Gak usah deh." Ucapnya sebelum menutup wajahnya dengan selimut dan berniat untuk pergi ke alam mimpi.


ringg.. kringg..
Ponselnya berdering ketika ia sudah terlelap ke alam bawah sadarnya, sehingga telepon itu hanya berdering tanpa ada kepastian.

***

Ara berjalan menuju kelas bersama Arin. Ia menyeruput es jeruk miliknya sebelum akhirnya mengeluh karena tulang - tulangnya yang terasa ingin rontok saja setelah senam aerobik.

Bayangkan saja, masa 3 jam disuruh senam. Ya walau tidak full senam aerobik, namun sebelum itu mereka diminta untuk jalan santai dan berbagai olahraga yang melelahkan.

Kalau saja pagi tadi Ara tak membaca pesan dari Adnan, tak mungkin ia mau datang ke sekolah.

Adnan bilang, ada hal yang ingin ia beritahu, jadi Ara mau tak mau harus ikut. Karena Adnan juga agak sibuk, jadi mereka belum bertemu hingga detik ini. Tujuan Ara pergi ke kelas, tidak lain dan tidak bukan adalah mencari Adnan.

Saat ia tiba di kelas, ia malah disambut dengan gerombolan orang yang sudah berkumpul di bangkunya. Oh ralat, bangku Adnan.

Ara mendekat dengan perlahan, dan menemukan bahwa Adnan dan Larin tengah menjadi perhatian di kerumunan tersebut.

Ia mendekati bangkunya, "sampai kapan lo mau ganggu hidup gue?" Tanya Adnan pada Larin yang wajahnya sudah sangat kacau itu.

StepbrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang