19. Rough

510 38 1
                                    

Sekarang gadis itu tengah meringis kesakitan di dalam gudang yang terkunci itu. Iya, gudangnya dikunci dari luar, sedangkan gadis itu tengah terduduk bersandar dengan lemari.

Tubuhnya sudah sangat sakit untuk berdiri, bahkan untuk duduk saja sangat susah untuknya.

Luka ada di mana - mana, begitu juga dengan lebam yang mulai membiru. Di sudut bibirnya ada bercak darah, sama halnya dengan di siku, lutut, dan seluruh sudut tubuhnya. Bahkan ada goresan di ujung kepalanya yang terdapat lebam juga.

Banyak benda yang menyebabkan luka - luka itu, mulai dari sapu, bola yang di lempar ke wajahnya, lompat tali yang dicambukkan ke tubuhnya, tak luput dengan pegangan kayu dari benda itu yang memukulnya.

Ia tak bisa teriak, mulutnya dibekam dengan sehelai scarf. Ia juga tak bisa melawan jika mengingat dua manusia gila yang memang badannya lebih jumbo dari Ara itu menahan kedua tangan dan kakinya. Semoga mereka terkena sedikit saja percikan dari lompat tali itu.

"Kita kan sahabat."

Hanya sebuah kalimat yang terdiri dari 3 kata sederhana, namun itu bisa membuat orang lain merasa senang ataupun sesak.

Sebuah fakta menyakitkan bahwa orang yang mengatakan kalimat itu adalah orang yang sama, orang kini menyiksanya tanpa ampun layaknya orang gila. Seperti gadis itu telah melakukan dosa besar dalam hidupnya.

Mungkin dunia tak berubah, resep di kantin mpok Laila juga mungkin tak berubah, tapi orang? Mereka bisa berubah hanya karena satu kesalahan yang akan membekas di hati mereka seumur hidup.

Gue kira kita sahabat.

Ara menangis merasakan sakit. Bukan, bukan hanya karena sakit fisik, hatinya pun tak kalah sakitnya. Bahkan rasanya ia bisa mati karena sakit di hatinya.

Klek..
Gagang pintu gudang itu terbuka. Ia harap itu adalah seseorang yang selalu datang di saat ia kesulitan, di saat ia tak bisa lagi memendam kesedihannya, di saat semua orang memandangnya buruk. Ya pria Milan itu.

Tapi harapannya dihancurkan begitu saja ketika melihat sosok wanita yang muncul di balik pintu. Larin.

Gadis cerewet itu tentu terkejut bukan main, "Ra?! Kamu gak papa?" Ia meraba - raba tangan Ara dengan panik.

Dimana sosok pria itu? Kenapa ia tak datang sekarang? Kenapa yang datang malah gadis konyol yang selalu ia hindari itu?

Namun ketika melihat bagaimana paniknya gadis itu, Ara sedikit merasa bersalah telah mendiskriminasinya.

Ia pikir, haruskah ia ubah cara pandang pada gadis itu? Ia tak begitu buruk ataupun menjengkelkan.

Ara memeluk gadis itu, lalu menangis terisak - isak, "makasih."

Sedangkan orang yang dipeluk hanya mengangguk - angguk sambil menepuk - nepuk punggung Ara.

.  .  .

"Ara?!" Panggil Adnan yang tiba - tiba membuka pintu UKS dengan kasar. Wajahnya tampak begitu khawatir.

Hei Ara, ini pria yang kau cari - cari. Ia sudah tiba.

Adnan menelusuri UKS dengan matanya lalu menangkap seorang gadis yang terbaring di atas bangsal, terlihat begitu lemah.

Tapi ia tak hanya menangkap satu objek saja. Ada objek lain yang duduk di tepi bangsal dengan raut wajah yang tak kalah khawatir.

"Lo ngapain di sini?" Tanya Adnan dengan raut heran.

"Aku ta--"

StepbrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang