Lima Belas

43 6 0
                                    

'Kata orang jawa tuh, witing tresno jalaran soko kulino. Bukan permasalahan siapa yang akan bertahan. Tapi, siapa yang terbiasa dan selalu ada.' - Shena.
.
.
.
Selamat membaca❤️
Semoga suka ya❤️
Maaf apabila typo dimana - mana.
.
.
.

"Gue bener - bener nggak ngerti sama semua ini. Gue bener - bener ngerasa ketinggalan kereta. Lo harus jelasin secara detail ke gue ya, Tar. Gue nggak peduli dan gue nggak mau tau," cerocos Shena tanpa henti sambil berjalan berdampingan bersama Tari keluar kelas menuju pulang.

"Iya, Shen. Gue pasti jelasin. Tapi, nggak sekarang, ya?" Tari menoleh kearah Shena meminta persetujuan.

"Nggak. Gue maunya lo ceritain sekarang. Gue nggak peduli. Pokoknya lo harus ceritain ke gue." Shena merengek sambil menggelendot manja tangan Tari.

Tari yang risih akan perlakuan Shena pun melepaskan paksa. "Ih, lo apaan, sih? Iya gue ceritain. Rempong banget, sih lo?"

Shena mengerucutkan bibirnya, sebal. Benar - benar sebal. Shena tak tahu menahu soal ini semua. Shena benar - benar ketinggalan cerita. Bukan hanya ketinggalan cerita, tetapi ketinggalan kereta, katanya.

"Awas aja lo nggak ceritain ke gue. Berarti lo tega sama gue."

"Iya, iya... Pasti gue ceritain. Bawel banget, sih, lo?" Tari membulatkan matanya kearah Shena, sebal.

Saat Tari dan Shena sudah sampai di gerbang sekolah, tiba - tiba Virzha datang menghampiri mereka.

"Tari?"

Tari terkejut melihat kedatangan Virzha dan hanya diam mematung.

"Mau ngapain lo?" tanya Shena sinis.

"Gue ada perlu sama Tari. Gue pinjem Tari nya sebentar, boleh?"

Shena menoleh kearah Tari dan hanya dibalas tatapan oleh Tari. "Nggak boleh. Emang Tari apaan, lo pinjem - pinjem?"

Virzha berdecak lidah kesal. "Maksud gue, bisa gue bawa Tari pergi sebentar? Gue ada perlu sama dia."

Shena kembali menoleh kearah Tari. "Gimana, Tar?"

Tari menatap Virzha penuh tanya. Ia memasang wajah datar dan merasa enggan berbicara dengan Virzha. "Ada apa?"

"Mau bicara sebentar, bisa?"

"Bicara disini aja. Gue nunggu bunda jemput."

"Sebentar aja, Tar?" pinta Virzha lirih.

Tari menggelengkan kepalanya pelan. "Kalo mau disini aja."

Virzha sudah merasa tak nyaman. Ia berdecak lidah dan membuang napasnya sembarangan. "Sebentar, Tar. Sebentar doang."

Shena yang merasa tak suka Virzha memaksa - maksa Tari pun ikut terpancing. "Lo denger nggak, sih, Vir? Kalo Tari nggak mau, nggak usah dipaksa."

"Lo apaan, sih? Ikut campur mulu daritadi. Bisa nggak, sih nggak usah ganggu? Ini urusan gue sama Tari. Pengganggu!"

Shena mulai membulatkan kedua matanya. Merasa tak terima dengan semua ucapan Virzha yang mengganggapnya sebagai pengganggu.

"Tari sahabat gue. Gue nggak bakal biarin Tari ngobrol sama lo yang membahayakan hidupnya, ngerti?"

"Jaga ya omongan lo! Gimanapun gue, gue masih pacarnya Tari. Lo nggak berhak ngatur - ngatur hidup Tari." Virzha menghadap kearah Shena. Tak terima dengan semua perkataan Shena.

"Yang ada itu lo. Lo ngatur - ngatur dia. Lo mukul dia. Punya hak apa lo atas Tari? Keterlaluan tau nggak, sih lo?" Shena mulai tak bisa menahan emosinya. Ia mulai maju lebih dekat berhadapan dengan Virzha.

MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang