Dua Puluh Satu

17 5 0
                                    

"Gue bersedia jadi tameng terkuat buat lindungin lo." -Dio.

🌈

Disisi lain, ada Shena yang berdiri tepat dibalik pintu. Ia hendak masuk menghampiri Tari, tetapi biarlah Tari menyelesaikan masalahnya dengan Dio. Mungkin, mereka butuh waktu berdua untuk meluruskan semuanya.

Shena pun melangkah pergi dari pijakannya. Ia mungkin akan menghubungi Tari nanti saat keadaannya sudah membaik.

Tari akhirnya melepaskan pelukannya setelah merasa semuanya sudah membaik. Tari menghapus sisa airmata di pipinya yang sudah hampir mengering. Dan lihatlah, jaket boomber warna army milik Dio sudah basah akibat tangis Tari yang pecah.

Dio masih menatap Tari, menyentuh kedua pundak Tari, lalu mengusapnya pelan. Ia sungguh tak menyangka jika Tari bisa menangisinya dengan sangat mengharukan. Tari terlihat sangat kacau dengan mata sembabnya. Dio sangat tidak tega melihat Tari dengan kondisi seperti ini. Sangat mengenaskan.

"Liat nih. Lo udah berapa jam nangis coba? Gue yakin lo pasti kesusahan meleknya." ledek Dio sambil mencubit pipi Tari agak lengket.

Tari diam dan masih sesenggukan mengatur jalur napasnya.

"Mending sekarang lo pulang ya? Gue anter."

Tari menggeleng.

"Kenapa? Lo harus istirahat Tari. Liat tuh langitnya juga mendung. Nanti keburu hujan."

Tari masih terdiam.

"Hei..." colek Dio

"Lo pulang duluan aja." Tari menatap Dio.

"Gue nggak mungkin tega ninggalin lo sendirian disini. Ayo, kita pulang." Dio menarik tangan Tari bergegas pergi.

Namun, pergerakannya terhenti karena Felly yang tiba - tiba datang lalu masuk kedalam kelas menghampiri Tari dan Dio.

"Ternyata disini. Gue cariin tau daritadi. Jadi nggak?" Felly berbicara pada Dio yang mulai perlahan melepas pergelangan tangan Tari. Felly menatap Dio dan Tari bergantian.

"Eh, Felly. Gue ada urusan sama Tari. Kita bahas ini lain kali aja, ya?"

Dio segera menarik lagi tangan Tari dan melangkah pergi meninggalkan Felly yang masih diam mematung. Mungkin, Felly merasa shock perjanjiannya dibatalkan secara sepihak oleh Dio.

Begitupun juga Tari, merasa tangannya ditarik, ia hanya diam sambil menatap Felly, dan mengikuti arah langkah Dio.

Disatu sisi Tari merasa senang, dianggap istimewa dengan perlakuan Dio yang lebih memilih mengantarnya pulang daripada urusannya dengan Felly. Tetapi, disisi lain juga Tari kasihan pada Felly yang ditinggalkan dengan cara tidak hormat. Kurang sopan gitu, deh.

"Di?"

Dio diam dan tetap berjalan.

"Di?"

Masih tetap berjalan dan menarik tangan Tari erat.

"Dio?!!"

Tari berhenti dan melepaskan tangan Dio. Dio berbalik arah menjadi berhadapan dengan Tari. Ia menghela napasnya dan menatap Tari penuh tanya.

"Kenapa Tar?"

"Gue ada janji sama Shena. Mending lo lanjutin urusan lo sama Felly, deh. Kasian dia udah nungguin lo daritadi."

"Shena udah pulang."

"Sok tau lo!" Tari memasang wajah sinis.

"Tar, dengerin gue." Dio memegang kedua pundak Tari. "Lo lebih penting daripada semua urusan yang gue punya. Jadi, jangan maksa gue untuk ketemu sama Felly kali ini. Karena, lo yang lebih penting."

MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang