Delapan Belas

39 6 0
                                    

'Sahabat adalah perihal rela dan berkorban. Rela untuk ditinggalkan dan berkorban untuk meninggalkan.' - Mistake.
.
.
.
Selamat membaca❤️
Semoga suka ya❤️
Maaf apabila ada typo dimana - mana.
.
.
.

Saat ini mereka sedang belajar seperti yang telah mereka rencanakan, tepatnya di gazebo halaman belakang rumah Shena.

"Nggak gini caranya, Di. Lo tuh batu banget sih dibilangin." Shena memelototkan kedua matanya kesal pada Dio.

"Lo aja yang lebih milih ribet. Pake cara gue yang gampang, simple nggak mau." Dio meninggikan suaranya ikut kesal.

"Yaudah terserah gue dong mau pake cara yang mana. Yang penting jawabannya kan sama. Ribet banget lo!" gertak Shena.

"Lo yang ribet! Ngapa jadi gue?"

"Capek ngomong sama lo. Batu!" Shena masih terus meracau terus - menerus.

"Batu - batu. Gue manusia dalam wujud yang sempurna. Lo buta?" balas Dio tak mau kalah.

"Gue nggak buta. Tapi, ngeliat lo itu mata gue mendadak blur." Shena masih saja terus menanggapi Dio.

"Enak aja blur. Ganteng badai gini lo bilang blur. Mana gue tahu kalo lo diem - diem naksir gue? Ngaku aja lo!" Dio menunjuk Shena tepat didepan wajahnya.

Shena pun memelototkan matanya dan memukul lengan Dio, hingga Dio terjengkang. "Najisin banget gue suka sama lo. Mending Aldo kemana - mana kali."

Tari yang sedang sibuk membaca materi pun mulai terusik karena kebisingan mereka.

"Mulai deh tom & jerry nya tayang secara live didepan mata gue. Bisa nggak sih sehari aja nggak usah berantem?"

Tari pun meletakkan buku yang sedari tadi sedang ia baca dan mulai terfokus pada mereka.

"Dio nya yang rese, Tar," adu Shena.

"Gue ngapa - ngapain lo aja nggak, pencitraan banget emang ya, lo?!" Dio memelototkan kedua matanya kearah Shena.

"Pencitraan? Yang selama ini tukang pencitraan bukannya lo, ya?" Shena menaikkan suaranya. Sepertinya ia sudah terpancing dengan perkataan Dio.

"Gue pencitraan karena gue emang ganteng, sedangkan lo?"

Shena menatap Dio jijik. "Itu mulut apa sambel terasi? Pedes bacin gimana gitu."

"Bacin - bacin. Kayak kaos kaki lo tuh bacin! Makanya nggak usah ngebucin biar nggak bau bacin," timpal Dio menyebalkan.

"Siapa juga yang ngebucin? Lo yang bucin! Gue mah nggak pernah ngebucin." Shena membuang pandangannya sebal.

Tari menghela napasnya dan segera melerai mereka. "Udah - udah. Ini mau belajar apa mau debat politik, sih? Sekali aja kalian akur, baik - baik, nggak bisa ya?"

Tari menatap mereka dengan serius seperti seorang guru yang sedang memarahi muridnya karena membuat kesalahan.

"Yaudah sekarang kita belajar lagi, ya? Nggak usah debat - debat lagi, ya?" Tari menatap mereka teduh.

Mereka pun kembali terfokus dengan materi - materi lagi.

***

Tari merapikan buku - bukunya dan memasukkannya kedalam tas.

"Gue balik ya, Shen?" Tari meraih tasnya dan mulai memakainya.

"Mau pulang naik apa? Bareng Dio aja gimana?" tanya Shena sambil melirik Dio menunggu jawaban.

MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang