Sembilan Belas

29 5 0
                                    

"Nanti pulang sekolah kita bahas ini lagi ya?" -Felly.

.

.

"Aku mau kita jalan sendiri - sendiri aja, Vir."

Tari menundukkan kepalanya tak berani menatap kedua mata Virzha.

"Putus maksud kamu?"

"Iya, putus. Kita jalan sendiri - sendiri," balas Tari santai.

Virzha tersenyum miring dan membuang pandangannya kasar.

"Semudah itu memutuskan? Kamu gila?"

Virzha kembali menatap Tari dengan wajah dinginnya. Jelas saja Virzha tak terima dengan keputusan Tari secara sepihak.

"Aku serius. Aku juga nggak gila. Ini keputusan yang terbaik, Vir. Aku harap kamu bisa menghargai keputusan aku," sahut Tari.

"Kamu kira semudah itu bisa lepas dari aku? Jangan kira ya, Tar!"

Virzha mulai terpancing dan sudah memelototkan kedua matanya kearah Tari.

"Aku mohon, Vir... Ini keputusan aku. Kamu harus menghargai keputusan aku. Ini hak aku." Tari mengucapkan dengan lantang tanpa ada rasa takut sedikitpun pada Virzha.

"Tar, please jangan bercanda... Ini masalah hati, Tar. Nggak semudah itu memutuskan yang udah terjalin lama." Virzha mencoba meyakinkannya lagi dan lagi.

Tari menghela napasnya mencoba menatap mata Virzha lebih dalam lagi.

"Aku nggak bercanda, Vir. Ini beneran. Ini serius. Aku mau kita jalan sendiri - sendiri."

Virzha bangkit dari duduknya sambil menggebrak meja dan membuat para pengunjung lainnya terfokus pada mereka.

"Pasti ini ulah Dio kan?" Virzha memelototkan matanya menatap Tari dan menunjuk tepat didepan wajah Tari tanpa perasaan.

"Ini sama sekali nggak ada sangkut pautnya sama Dio. Kamu jangan salah paham." Tari mencoba menjelaskan dengan nada yang sedikit meninggi. Ia mencoba mengimbangi suara Virzha.

"Brengsek! Kamu lebih milih Dio daripada aku? Iya?!" bentak Virzha.

Tari terkesiap mendengar bentakan Virzha. Tetapi, ia tak merasa takut. Ia harus berani melawan Virzha. Melindungi dirinya sendiri. "Kamu salah paham, Vir. Ini nggak ada hubungannya sama Dio. Dengerin aku dulu."

"Terus apa, hah? Nggak mungkin kan tiba - tiba kamu ninggalin aku? Murahan tetep aja murahan, Tar!"

Virzha masih berdiri tepat dihadapan Tari. Jarak mereka hanya terhalang oleh meja saja. lagi dan lagi Virzha mengeluarkan kata kasar pada Tari. Para pengunjung masih terpaku melihat pertengkaran mereka.

Tari tersenyum miring mendengar ucapan Virzha."Jadi, apa yang harus dipertahankan dari hubungan ini? Aku rasa ini keputusan yang tepat. Dengan perlakuan kamu yang selalu semena - mena sama aku, apa itu bukan suatu alasan untuk aku memutuskan hubungan ini?"

Mata Virzha terlihat merah padam menahan amarahnya yang ingin ia lampiaskan. Kedua tangannya sudah mengepal. Dadanya terlihat naik turun menyeimbangkan napasnya.

"Terserah mau kamu apa, aku nggak akan pernah lepasin kamu ya, Tar. Nggak semudah yang kamu kira."

Tari hanya menatap Virzha tajam dan masih dengan posisi berdiri diam tak bergeming. Ia sudah bingung harus menghadapi Virzha seperti apa lagi. Ia sudah mencoba membicarakan masalah ini baik - baik, tetapi Virzha masih dengan dirinya yang keras kepala.

MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang