9

1.9K 67 2
                                    

Flash back


Tujuh tahun lalu


24 Agustus, Jakarta

"Nira, kamu tuh harus ikut kegiatan bermanfaat kayak gini." Seorang gadis berjilbab putih berkata pada temannya yang berambut hitam legam sebahu.

"Ris, aku nggak pantes buat ada di sana. Jilbab aja nggak pakek ngapain juga aku ikut rohis."

"Siapa tahu pandanganmu bisa terbuka dan hatimu bisa menerima masukkan dan ajaran yang baik. Mungkin juga, dengan ikut rohis kamu bakal bisa meyakinkan diri pakai hijab karena itu sebuah kewajiban. Lagian nggak ada larangan buat muslimah yang gak pakai hijab buat ikut rohis," jelas Risha.

"Ya kan itu karena yang ikut rohis udah pasti pakai hijab. Sana gih, buruan pergi udah ditungguin Syifa sama Zay tuh."

Di seberang jalan dua orang perempuan berhijab sedang menunggu. Mereka berdiri di depan sebuah gedung besar yang di dalamnya terdapat aula. Aula itu biasa digunakan untuk berbagai acara kegiatan mahasiswa maupun para dosen.

"Ayolah Nir." Risha tetap ngotot untuk mengajak Nira pergi ke temu pertama Rohis.

"Nggak mau Ris, malu tauk." Nira tetap menolak Risha seperti sebelumnya.

"Risha cepetan!" teriak Syifa dari seberang jalan.

Risha pun menyerah untuk membujuk Nira yang teguh pada pendiriannya.

"Hhh, yaudah kalau gitu aku pergi dulu. Hati-hati pulangnya, assalamualaikum."

"Oke, waalaikumsalam. Dah..." ucap Nira.



--@@--



Ketiga perempuan itu duduk di kursi yang ada di bagian paling belakang karena datang saat acara hamper dimulai. Aula dibagi menjadi dua bagian, kursi di sebelah kiri diisi para wanita dan sebelah kanan diisi para pria.

"Banyak banget orangnya!" seru Syifa.

"Alhamdulillah, berarti masih banyak mahasiswa yang sadar cara menghabiskan waktu secara bermanfaat." Tutur Zay.

"Tapi ya, kata temenku anggota Rohis makin banyak sejak ketuanya ganti" kata Syifa sambil berbisik.

"Jangan suudzon dong!" tegur Risha.

"Ini bukan suudzon Rish. Aku cuman mau cerita sama kalian banyak orang yang bilang kalau ketua yang baru T-O-P banget dari mukanya yang ganteng abis, otaknya yang pinter, sampai akhlaknya yang masyaallah... nggak perlu ditanya lagi." jawab Syifa.

"Hush, betul kata Risha. Mendingan jangan cerita, apalagi kita lagi di forum yang kamu ceritain" seru Zay.

"Ihh kalian nggak percaya ya? Liat aja nanti."

"Iya iya Syifa" seru Risha.

Syifa hanya cemberut menanggapi teman-temannya yang tidak percaya pada ceritanya. Sedangkan Zay hanya bisa geleng-geleng kepala dan Risha terkekeh kecil saat melihat Syifa mengerucutkan bibirnya.

Terdengar suara pembawa acara yang mengucapkan salam. Setelah menyebutkan susunan acara, ia melanjutkannya dengan pembukaan. Selang beberapa menit pembawa acara menyebutkan acara selanjutnya.

"Baiklah, acara selanjutnya adalah tilawatil Qur'an oleh Kamael Zayyan selaku ketua Rohis. Kepada yang bertugas waktu dan tempat dipersilahkan."

Suasana di depan Risha mulai riuh. Banyak orang mulai berbisik satu sama lain, namun ada pula yang secara terang-terangan.

Terdengar ada yang meminta temannya segera mengeluarkan ponsel, ada yang terus mengucapkan pujian-pujian, ada juga yang agak histeris melihat kating yang diidolakan sejak SMA akan ia lihat lagi.

Seorang lelaki berwajah tampan dan berpostur tinggi-tegap berjalan menuju ke atas panggung. Wajahnya tak seperti wajah-wajah orang Indonesia pada umumnya, ada garis ketimuran yang nampak dari rahangnya yang tegas dan hidung mancungnya. Risha yakin banyak yang tak bisa mengalihkan pandangan begitu saja, karena itulah yang terjadi padanya saat ini. Ia terpikat.

Risha mendengar bisik-bisik dari depan semakin riuh seiring dengan langkah lelaki itu mendekati tempat yang disediakan di atas panggung sana. Syifa yang ada di sampingnya menyenggol lengannya dengan siku.

"Tuh kan! Aku bilang juga apa! Kak Kamael ini anak kedokteran jadi makin banyak yang mengidolakan," ucap Syifa.

Risha dan Zay hanya saling pandang dan menggelengkan kepala, tanda bahwa mereka tidak tahu harus apa.

Salam dari atas panggung membuat seisi aula hening. Suara itu begitu dingin dan berat, Risha belum pernah merinding hanya dengan mendengar seseorang bicara seperti ini.

Lelaki di depan sana mulai melantunkan ayat demi ayat Al-Qur'an dengan begitu indah. Tak satu pun dari orang di aula yang tak tersentuh hatinya mendengar ayat Allah dilantunkan.

AZALEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang