14

1.3K 72 2
                                    

18 November, Jakarta

Hari ini Risha memutuskan untuk bertemu Faiz, ia masih terlalu takut untuk menceritakan masalah ini pada Ega.

Jadi Risha ingin Faiz mengerti, bahwa keputusannya salah dan hanya akan menyakiti lebih banyak orang. Ia sudah memberitahu Faiz untuk menunggunya saat jam makan siang di cafe tempat mereka pernah bertemu.

Saat sudah tiba di tempat itu, Faiz sudah duduk di salah satu meja disana. Risha menghampirinya dan mengucapkan salam. Faiz membalasnya dan memintanya duduk di hadapan lelaki itu.

Keduanya duduk canggung sampai seorang pelayan datang dan menanyakan pesanan mereka. Faiz dan Risha menyebutkan pesanannya.

Terlihat sekali bahwa mereka tak ingin singgah terlalu lama dengan hanya memesan segelas minuman saja.

Beberapa menit berlalu dan percakapan yang terjadi hanya sekedar basa-basi. Sampai pesanan mereka datang, masih belum ada percakapan yang berarti.

"Ris, kamu sudah bicara pada Ega?" tanya Faiz, mulai memasuki tujuan utama mereka bertemu.

"Belum. Aku masih takut hasilnya akan buruk." Faiz menyesap kopi yang ada dalam cangkir untuk menghilangkan rasa khawatirnya.

"Oh iya, kata Mama akhir bulan nanti mau makan malam di rumah ya?" terlihat jelas Faiz mengalihkan pembicaraan, memang benar akan ada acara makan malam bersama keluarga besar Faiz di rumah lelaki itu. "Iya, aku juga udah dikasih tau," jawab Risha.

Udara terasa sesak di antara mereka, benar-benar canggung padahal sebelum sampai ke sini ada banyak sekali yang ingin Risha katakan. Tapi kata-kata itu entah hilang kemana.

"Mas, keputusan ini salah mas." Faiz menatapnya dengan pandangan yang tak bisa diartikan. Lelaki itu terlihat sedih, bingung, dan kacau.

"Jangan Ris, jangan bahas ini lagi. Keputusanku tak akan berubah."

"Kamu akan menyakiti banyak orang Mas. Kamu membohongi hatimu sendiri."

"Untuk itu aku butuh bantuanmu agar tak ada yang tersakiti di antara kita," balas Faiz.

"Bagaimana mungkin, sekarang saja kamu tersakiti mas!"

"Ya kuakui aku memang tersakiti, tapi jika kamu mengungkapkan semuanya seluruh keluarga kita yang akan tersakiti Ris."

"Itu lebih baik Mas, tersakiti sekarang daripada nanti!" seru Risha.

"Tak lebih baik bagiku, lebih baik seperti ini. Kumohon biarlah aku saja yang tersakiti."

"Kamu percaya bahwa hanya dirimu yang tersakiti? Apakah Mas yakin nanti kita bisa mempertahankan pernikahan yang tidak didasari dengan cinta dan kelegaan hati?"

Keheningan menyapa mereka, Faiz tak tahu jawaban dari pertanyaan itu. Dirinya yakin semua akan berjalan lancar asal keputusan ini ia pertahankan. Ia sendiri tidak tahu darimana keyakinan itu ia dapatkan.

"Kita akan coba Risha, nanti jika kamu sudah merasa tak bisa melanjutkan katakan padaku. Dan aku akan melakukan seperti yang kamu inginkan. Tapi jangan sekarang," tutur Faiz.

"Lalu bagaimana jika yang ingin pergi itu dirimu mas?"

"Aku akan menahannya sampai kamu ijinkan aku pergi," jawab lelaki itu dengan yakin.

Risha tahu bahwa dialah yang akan meminta Faiz pergi bahkan sebelum pernikahan itu terjadi. Ia akan berusaha agar hati dua orang yang saling mencintai ini tak terpisah. Karena ia tahu, sangat sulit untuk memperjuangkan cinta.

--@@--

Keesokan harinya Risha memutuskan untuk menemui Ega. Ia mengumpulkan seluruh keberaniannya untuk melakukan hal ini. Tekadnya sudah bulat, namun ketika bertemu dengan Ega dan melihat wajah wanita itu semua susunan kata seakan menghilang dari benaknya.

"Tumben kamu ngajak ketemuan Ris. Ada apa?" Ega menatapnya lembut, membuatnya semakin gugup. Sekarang mereka sedang berada di sebuah kedai minuman di dekat kantor tempat Ega bekerja.

"Mbak, aku dijodohkan oleh ibuku." Ega langsung terpaku pada Risha, ada semburat kebahagiaan dan kesedihan terpancar di sana.

"Wahh, alhamdulillah. Kapan lamarannya?" Lidah Risha kelu saat akan melanjutkan ucapannya. "Su-sudah dua mingu lalu keluarganya datang ke rumah."

"Lohh... kok kamu baru bilang. Apa karena kejadian kemarin? Seharusnya kamu bilang ke Mbak, kabar bahagiamu bisa bikin aku juga bahagia Ris." Tidak mbak, batin Risha.

"Maaf baru mengatakannya, mengatakan ini pada mbak sangat berat bagiku karena aku tahu ini akan menambah rasa kecewamu." Ega dibuat bingung dengan pernyataan Risha. "Maksudmu?"

Risha sudah memantapkan diri, dia tak bisa menyembunyikan ini dari Ega. "Putra sahabat baik ibuku adalah Mas Faiz." Mata Ega membelalak lebar, dia terlalu terkejut untuk bisa merasakan emosi dalam dirinya. "Ap-apa?"

"Mas Faiz yang dijodohkan denganku Mbak." Hati Ega sakit dengan penegasan yang dibuat Ega, ia sedih dan kecewa. Tapi mau bagaimana lagi ini keputusan yang sudah dia ambil, ia putuskan untuk merelakan maka hatinya harus berusaha untuk rela. "Selamat ya."

Risha menatapnya ngeri, kenapa wanita di hadapannya ini berusaha sekeras itu untuk menahan egonya. Padahal ia bisa melihat dengan jelas air mata sudah menggenang di pelupuk mata Ega. "Kalian ini mau bermain drama atau bagaimana?" tanyanya dengan nada sarkas.

"Mbak, mas Faiz juga melakukan hal yang sama seperti yang Mbak lakukan. Menyakiti diri sendiri. Tapi kalian tidak berpikir bahwa menahan perasaan kalian juga akan menyakiti orang lain."

"Kita punya alasan yang kuat Ris. Tak selamanya keputusan harus mengutamakan perasaan."

"Baiklah, anggap saja alasan kalian sangat bagus. Yaitu Mama mas Faiz yang sedang sakit. Lalu apa? Bukankah ia akan lebih sakit jika pernikahan ini tak berhasil karena dilandasi tanpa cinta? Ayolah mbak... perjuangkan apa yang kamu ingin miliki. Kalian saling mencintai."

"Risha... jika Faiz saja berpikir menentang Mamanya akan menyakiti hatinya, bagaimana mungkin aku yang bukan siapa-siapa berpikir sebaliknya. Ia anak ibunya, aku tak punya kuasa untuk menentang keinginan wanita terpenting dalam hidupnya. Aku tak cukup pantas untuk memilikinya."

Risha berpikir inilah mengapa ego ada, agar tak banyak orang yang mudah mengalah seperti Faiz dan Ega. Mereka terlalu baik untuk membuat orang lain kecewa. Padahal cinta yang mereka miliki adalah hal tersulit untuk dicapai oleh Risha.

Jika cinta begitu mudah berganti, mungkin ia tak akan sekeras ini memaksa mereka bersatu. Sekali lagi ia menyerah pada keputusan Faiz dan Ega.

Ia hanya orang luar yang ingin memperjuangkan cinta mereka dan seseorang yang tak sengaja mereka tarik dalam pusaran kisah mereka.

Bagaimana lagi cara Risha menghentikan pernikahan ini? Ya Allah bantulah hambaMu yang sedang kesulitan ini. pinta Risha dalam hati.

AZALEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang