28

1.6K 76 9
                                    

25 Februari, Jakarta

Sepanjang hari Risha tak henti-hentinya tersenyum senang, ia merasa luar biasa bersyukur dengan perkembangan hubungan rumah tangganya. Ia yakin Allah akan menjawab setiap doa hambaNya di waktu yang tepat, dengan keyakinan itu ia terus merasakan harapan dalam dirinya. Harapan untuk terus membina bahtera rumah tangga bersama El.

Seusai sholat isya' Risha berbaring miring di atas ranjang sambil mengamati El yang sibuk mengamati grafik-grafik dari layar laptop di meja kerjanya. "Memangnya data pasien pakai grafik gitu ya kak?"

"Hmm... ini grafik keuangan usahaku." Risha mengerutkan keningnya, El menjelaskan sedikit tentang usaha yang digelutinya. Risha semakin terpukau dengan suaminya itu, walaupun ada sedikit bagian dari dirinya yang menyadari minimnya hal yan ia ketahui tantang suaminya itu. "Wahhh, kak El hebat ya." El terkekeh mendengar pernyataan istrinya.

El segera mematikan laptopnya setelah selesai mengevaluasi beberapa hal, kemudian ia berbaring di samping Risha yang pandangan matanya terpaku padanya. Mata wanita itu hitam legam, sewarna dengan surai panjangnya yang bergelombang. Risha, istrinya, wanitanya, begitu baik tetapi belum ia perlakukan dengan layak. Ia tidak mengerti perasaan yang dirasakannya karena ia tidak mau menyelami hatinya sendiri. Sedangkan wanita di hapadannya ini begitu berani, begitu tulus.

Risha mendekati El dan mengulurkan tangannya ke arah dada lelaki itu, tepat dimana jantungnya berdetak. El menarik istrinya untuk merapat dalam pelukannya, membirakan wanitanya merasakan setiap debaran jantungnya yang berpacu dengan cepat dan abnormal. "Kak El," gumam Risha di dalam pelukan suaminya. "Hmm, apa istriku?" balas El sembari menghidu aroma shampo dari rambu Risha dan mengecup lembut puncak kepala wanita itu.

"Aku mencintaimu," bisiknya. Kata itu selembut sutra membelai hati El, memberikan efek yang tidak terduga. Suatu pernyataan yang sudah El ketahui sejak lama, namun memiliki efek yang sangat berbeda pada dirinya saat ini. Risha mendongak untuk menatap mata suaminya, mencari-cari apakah ada setitik rasa yang sama di netra cokelat terang itu. El mengelus pipinya, membawa bibirnya mendekati Risha dan berlabuh dengan dalam di sana.

Risha memejamkan matanya, tidak sadar ketika sedikit demi sedikit matanya mulai basah oleh air mata. El menarik diri saat rasa asin air itu dirasakannya. Lelaki itu menghapus air mata yang muali membasahi wajah istrinya. "H-hei, istriku jangan menangis. Aku tidak suka melihatmu menangis cantikku."

El mengusap setiap air mata yang masih saja keluar dari mata istrinya. "A-aku, aku mencintaimu," ucap Risha sekali lagi. El mengangguk mengerti. "Ya, aku tahu. Terimakasih, terimakasih." Risha mendengarkan setiap kata itu dengan penuh damba. Tak apa jika belum ada balasan dari lelaki itu, tapi setidaknya El sudah menerimanya. Menerima cintanya walaupun belum membalasnya.

El mengecup kedua mata istrinya, turun ke pipi wanita itu, dan mengecup kening Risha dalam dan lama. Ia kembali mendekatkan bibir mereka, berbisik di depan bibir istrinya itu. "Biarkan aku memilikimu." Risha menggelengkan kepalanya, "Aku sudah jadi milikmu kak, semuanya." El tersenyum dan melakukan apa yang ia ingin lakukan pada istrinya sedari dulu. Sejak ia tahu arti rasa gelisah yang ia rasakan untuk wanita ini, sejak ia tahu betapa dalam wanita ini mencintainya, sejak awal, ya, sejak Risha menjadi istrinya.

--@@--

12 Maret, Jakarta

Pagi ini seperti biasa, Risha terbangun dalam pelukan suaminya. Entah sejak kapan ia mulai terbangun jam dua pagi dan melihat mata cokelat suaminya mengamatinya. El akan tersenyum ketika Risha terbangun dari tidurnya, menyambut wanita itu dengan sapaan hangat dan ajakan untuk sholat tahajud. Satu hal yang Risha sadari, El selalu sudah berpakaian lengkap ketika ia bangun. Walaupun masih berbaring memeluknya tetapi lelaki itu sudah memakai baju koko dan sarungnya, yang berarti bahwa El sudah bangun lebih awal, mungkin juga sudah melakukan sholat malam dan hal-hal lainnya.

"Pagi istriku," ucap El sambil mengecup pipi Risha. Perlakuan yang selalu membuat Risha salah tingkah saking senangnya. "Kak, aku mau mandii..." El menatapnya sebentar dan tersenyum miring. Ia kembali mengecup seluruh wajah istrinya. "Jangan dulu, nanti... bareng."

Risha menggeleng sambil terkikik ketika dengan sengaja El menggelitik pinggangnya. "Ihhh... kak a- jangan, geli." El ikut tertawa ketika Risha mulai memukuli bahunya. Ia berhenti ketika melihat wanitanya sudah mulai kewalahan, kebiasaan barunya sekarang adalah menggoda istrinya. Dirinya yang selalu kaku dan serius tidak paham perubahan besar yang sudah terjadi, sekarang ia sangat suka jika melihat istrinya tertawa, membuat wanita itu bersemu, atau sekedar mengamati wajah tidurnya.

Mamanya bilang ia jadi lebih mudah tersenyum, menjadi lebih hangat dan terbuka. Ia sendiri tidak menampik pernyataan itu, ia memang berubah. Perubahan itu juga dirasakan Risha, dengan El ia belajar memperdalam ilmu agama. Lelaki itu mengajarinya banyak hal, membetulkan bacaan tajwidnya, membantunya menghafal al-qur'an, dan mengajarinya untuk memperbanyak amalan sunah.

Perlahan, Risha juga lebih mengenal El. Mertuanya banyak bercerita tentang bagaimana El ketika kecil. Tentang lelaki itu yang pernah belajar di salah satu pondok pesantren di Banten sejak sd hingga smp, saat sma ia kembali ke Jakarta karena Mamanya tidak ingin sendirian. Waktu itu kakak El memutuskan untuk berkuliah di negri Jiran, Mamanya jadi lebih sering di rumah sendiri karena sang Papa lumayan sibuk dengan pekerjaannya. Alhasil El diminta bersekolah di sma yang terletak tak jauh dari rumahnya, di situlah lelaki itu mengenal Ethan dan teman-temannya yang lain.

Risha dan Mama mertuanya sering menghabiskan waktu bersama saat suami mereka pergi bekerja. Mereka berbagi cerita tentang banyak hal, termasuk masa muda Mamanya dan juga bagaimana Risha mengenal El. Dari situ Mamanya tahu Risha sudah mencintai putranya sejak dulu, begitu lama, hingga ia yakin Risha adalah seseorang yang tepat untuk putranya. Risha sendiri merasa lebih dari sekedar beruntung untuk bisa mendapatkan sosok seperti El sebagai suaminya, seseorang yang dicintainya.

Pukul empat sore, Risha bersiap untuk memasak makan malam setelah menyelesaikan sketsa undangan pernikahan dari salah seorang client. Saat sampai dapur Mamanya memberitahu bahwa ia akan keluar sebentar bersama Bi Yati untuk menjenguk salah seorang teman yang sedang sakit, hingga tinggal dirinya sendiri di rumah. Ia membuka lemari es dan mengeluarkan ikan kakap segar bersama bahan-bahan lainnya untuk diolah menjadi kuah kuning. Mual, tiba-tiba ia mual ketika mencium bau ikan yang akan dipotongnya.

Bagi Risha itu bukan hal yang biasa karena ia sudah sering memasak berbagai bahan makanan yang berbau amis, tapi baru kali ini ia merasa mual. Ia berlari ke arah toilet ketika rasa mual itu sudah tidak tertahankan. Wajahnya pucat pasi ketika ia sudah mengeluarkan seluruh makanan dari perutnya. Perlahan ia mulai berpikir, apakah ada sesuatu yang janggal dengan kesehatannya. Sebuah kemungkinan muncul di kepalanya, apa mungkin dia hamil?

Otaknya mulai mengingat kapan terakhir kali dia menstruasi, tapi kemungkinan itu perlahan tersingkirkan ketika ia ingat bulan lalu ia menstruasi. Mungkin ia sedang masuk angin karena akhir-akhir ini sering keramas di pagi buta. Tapi ia wanita bersuami, mungkin saja ia tengah mengandung walaupun tidak melewatkan haidnya. Ketika pikiran itu melintas di kepalanya, Risha segera meraba perutnya. Perasaannya mengatakan kemungkinan itu benar, tapi logikanya menampik hal itu.

Ia menghela nafas lega ketika gejolak di perutnya mereda. Risha segera kembali ke dapur dan menyelesaikan pekerjaannya sembari menahan rasa mual ketika bau amis ikan kembali mengganggunya. Risha lega ketika ia berhasil menyelesaikan masakannya tanpa kembali memuntahkan isi perutnya. Besok ia akan pergi ke apotek dan memastikan dugaannya, dalam hatinya ia berdoa semoga dugaannya benar.

AZALEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang