The Domino Effect

555 50 0
                                    

Tepuk tangan yang riuh dan kilatan jepretan kamera mewarnai malam ini di acara Gala Dinner. Malam ini, Sophia mendapatkan penghargaan sebagai The Best Priority Banking Manager of The Year. Ia berdiri di atas panggung dan menerima plakat serta piagam penghargaan dari Direktur Utama. Ia lalu berfoto dengan beberapa orang yang mendapatkan penghargaan. Senyum terukir di bibir Sophia meski matanya masih sedikit merah karena ia masih sering menangis. Sejak beberapa hari yang lalu saat Aria meninggalkannya, Sophia selalu menangis ketika ia berada di rumah karena setiap jengkal rumahnya menyimpan semua kenangan tentang dirinya dan Aria. Dan ketika dia sadar jika Aria telah meninggalkannya dan kenangan itu tidak akan pernah terulang lagi, hati Sophia merasakan sakit yang luar biasa hingga ia tidak bisa menahan tangisnya.

Pandangan Sophia mengitari beberapa orang yang duduk di kursi VIP, hingga ia melihat Papanya Aria sedang menatapnya dan tengah tersenyum padanya.

"Papa, apa kabar?" tanya Sophia saat ia dan Papanya Aria bertemu diluar hall. Sophia sengaja menemui laki-laki yang sudah dianggapnya sebagai Papanya sendiri itu. Meski ia tidak tahu harus berbicara apa lagi tentang hubungannya dengan Aria, tetapi ia tetap ingin menyapanya.

"Baik. Selamat ya. Kamu memang pantas mendapatkannya." Papanya Aria menepuk pundak Sophia pelan. Senyum tersungging di bibirnya dan matanya menatap Sophia dengan kasih sayang seperti biasanya.

"Terimakasih, Pa. Ini juga karena Papa selalu mendukung Sophia."

Papanya Aria tertawa mendengarnya. "Papa pergi dulu, ya. Jangan lupa untuk datang ke rumah. Mama merindukanmu." Papanya Aria berjalan pergi meninggalkan Sophia yang hanya diam tertegun. Ia tidak menyangka jika orang tuanya Aria masih mengharapkan kehadirannya setelah apa yang dilakukannya pada anak laki-lakinya.

-00-

Sophia merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Ia masih ingat apa yang dikatakan Papanya Aria tadi. Ia juga tidak lupa kalau Papanya Aria mengingatkannya untuk datang ke rumah. Bukankah seharusnya mereka tahu kalau hubungan pertunangan antara Sophia dan Aria sudah selesai sejak beberapa hari yang lalu? Apakah Aria tidak menceritakan semuanya pada kedua orangtuanya? Sophia lalu mengambil ponselnya untuk mencari tahu tentang Aria dari media sosialnya namun ia malah menerima pesan dari Kamila kalau Renno sudah membaik.

-00-

Sophia masih mengenakan setelan kerjanya ketika ia berjalan memasuki rumah sakit. Kemarin, Kamila mengirimkan kabar tentang Renno yang membaik sehingga Sophia ingin melihat sendiri kondisi Renno sekarang. Sophia berjalan menuju ke ruangan Renno dan saat di depan ruangan, Sophia bisa melihat Renno dari balik jendela kaca. Renno sedang berbaring dan ia tengah tersenyum pada Kamila yang duduk di sampingnya. Alat bantu pernapasannya sudah dilepas, begitu juga dengan alat pendeteksi detak jantung. Renno akhirnya membaik, batin Sophia. Ia tersenyum lega melihat Renno, yang akhirnya disadari oleh Kamila. Perempuan itu lalu beranjak dari tempat duduknya dan berjalan keluar kamar. Ia menghampiri Sophia dan mengajaknya masuk.

"Kakak sudah menunggu dari tadi." Ia menggandeng Sophia, mengajaknya masuk ke dalam kamar Renno.

Saat di dalam kamar, Sophia menatap mata Renno yang juga menatapnya. Tidak ada senyum di antara mereka berdua, karena pertemuan terakhir mereka adalah ketika Sophia memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Renno. Tiba-tiba Renno tersenyum dan ia melambai dengan lemah pada Sophia. Sophia pun menuruti dan berjalan mendekati Renno, hingga tangan Renno bisa menggenggam jemari Sophia.

"Memang benar tanganmu yang menggenggamku malam itu." Ucap Renno lirih. Matanya memandang Sophia dengan penuh cinta seperti dulu. Namun tidak dengan Sophia, ia memilih untuk memaksakan senyumnya. Ia sedang tidak ingin tersenyum saat ini sementara hatinya masih teriris karena pertunangannya dengan Aria berakhir.

A 1000 Miles To Marry You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang