As Much Love as the Sky gives to the Earth

614 52 0
                                    

Hujan turun lagi sore ini seperti hari-hari sebelumnya. Aria mendongak menatap langit yang seolah tidak ingin berhenti untuk mengirimkan hujan ke bumi. Suasana lobby kantor juga masih ramai karena masih ada banyak orang yang menunggu hujan reda. Aria melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 6 sore. Ia tidak tahu kapan hujan ini akan berhenti dan Sophia sudah menunggunya sejak satu jam yang lalu di depan apartemennya. Jarak antara kantor dan apartemen sebenarnya juga tidak terlalu jauh, namun jika hujannya sederas sekarang, ia pasti akan tetap basah kuyup jika memaksa menembus hujan.

Aria mencari ponselnya di dalam tas ransel. Ia akan menghubungi Sophia karena pesan yang dikirimkannya sejak tadi tidak juga terkirim ke Sophia. Ponsel Sophia mungkin memang benar-benar mati karena Aria juga tidak bisa menghubunginya. Aria ingin memberitahu Sophia tentang password pintu apartemennya pada Sophia sehingga ia bisa menunggu di dalam apartemen. Aria mengembalikan ponselnya ke dalam tasnya. Ia pikir ia harus menerobos hujan agar Sophia tidak terlalu lama menunggunya di depan apartemen.

-00-

Sophia merutuki dirinya sendiri saat ia tahu kalau ponselnya kehabisan baterai. Jika saja ia lebih memperhatikan ponselnya, ia tidak harus kehabisan baterai saat ia benar-benar membutuhkan ponselnya untuk menelepon Aria. Sophia berjongkok di depan pintu apartemen Aria sejak satu jam yang lalu. Tidak ada tempat duduk. Hanya sebuah kaca jendela besar di depannya sehingga ia bisa melihat hujan turun dengan derasnya di luar.

Pandangan Sophia terhenti pada sosok pria yang sudah basah kuyup dan berjalan cepat ke arahnya. Ia hanya bisa tertegun saat melihat Aria menembus hujan deras hanya untuk menemuinya.

"Maaf ya, Phi. Kamu jadi nunggu lama."

Aria menekan password pintu yang setelah Sophia melihatnya ternyata adalah tanggal pertunangan mereka.

Pintu terbuka lebar dan Sophia berjalan masuk.

"Kamu kenapa hujan-hujan sih, Ri? Nanti kalau flu gimana?" tanya Sophia sembari meletakkan kotak makanan yang dibawanya di meja.

"Enggak apa-apa, Phi. Daripada kamu nunggu lama di depan, mending aku hujan-hujan saja. Aku mandi dulu, ya." Ucap Aria seraya berjalan menuju kamar mandi.

Sophia hanya bisa geleng-geleng kepala. Ia lalu berjalan menuju dapur dan hendak membuatkan Aria teh hangat. Sebenarnya, ia ingin membuatkan teh lemon jahe agar Aria tidak sampai terkena flu, namun karena hanya ada teh instan di dapur, akhirnya hanya secangkir teh hangat yang diberikannya pada Aria.

"Terima kasih." Ucap Aria saat menerimanya. Ia menyeruputnya dan merasakan kehangatan menjalar di tubuhnya.

"Lain kali, jangan hujan-hujan gitu lagi ya. Kamu tahu sendirikan kalau kamu rentan sama air hujan." Sophia terdengar cerewet.

"Iya." Jawab Aria. Tidak lama kemudian, dia mulai bersin-bersin.

"Tuh kan." Ucap Sophia sembari menyiapkan makanan yang tadi dibawanya dari rumah.

Aria hanya nyengir.

"Kamu masak semuanya, Phi?"

Aria tampak takjub saat Sophia membawa begitu banyak makanan yang berjajar di meja.

"Belajar dari resep-resep di internet, Ri." Jawab Sophia. Ia mengambil sebotol air mineral lalu menuangkannya pada dua gelas yang diletakkannya di meja.

"Yuk makan dulu." Sophia menyodorkan piring pada Aria.

Aria menerimanya dan langsung mencicipi semua masakan Sophia. Ia selalu antusias saat melihat masakan-masakan Sophia.

-00-

Sore ini, senja yang berwarna merah kekuning-kuningan tampak tertutup sebagian oleh awan mendung. Renno mendongak menatap langit senja. Seharian ini ia harus berkeliling kota Malang untuk mencari nasabah asuransi. Panas yang menyengat dan juga lalu lintas kendaraan yang cukup padat tidak lagi dihiraukannya karena ia lebih memikirkan target yang dibebankan padanya. Dalam bulan ini, ia harus closing sepuluh polis asuransi dengan total premi 50 juta.

A 1000 Miles To Marry You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang