Your Eyes Tell Everything

578 57 0
                                    

Renno menatap langit malam yang bertaburan bintang malam ini. Tidak biasa ia menatapi bintang seperti malam ini karena malam-malamnya selalu ia habiskan dengan bernyanyi dari satu kafe ke kafe yang lainnya. Kecelakaan yang menimpanya harus membuatnya beristirahat dari aktifitasnya itu. Ia duduk sendiri di bagian belakang rumahnya yang langsung menghadap ke taman belakang. Biasanya tempat ini menjadi tempat favoritnya bersama Sophia. Mereka berdua terbiasa menghabiskan waktu dengan bermain kartu atau sekedar bermain gitar bersama di tempat ini. Dan memorinya tentang Sophia membuatnya merindukan perempuan itu malam ini.

Sejak ia berada di rumah sakit, Sophia memang sering mengunjunginya meski hanya sebentar. Dan Sophia juga beberapa kali mengantarkannya terapi ke rumah sakit. Namun sudah 3 minggu ini Sophia tidak lagi datang menemuinya. Dan itu membuatnya merindukannya.

"Sedang apa, Ren?"

Sebuah suara yang sangat dikenal Renno membuatnya langsung menoleh. Dan ketika matanya menemukan Sophia yang berdiri bersandar pada pintu membuatnya seketika tersenyum lebar. Bagaimana tidak, jika wanita yang sangat dirindukannya tiba-tiba muncul begitu saja seperti mimpi.

"Nungguin kamu, Phi." Jawab Renno masih dengan senyum lebar.

Sophia tersenyum meski hanya sekilas. Ia lalu duduk di samping Renno dan meletakkan bungkusan plastik yang dibawanya di meja sampingnya.

"Mau menemani aku malam ini, Ren?" Sophia mengeluarkan beberapa botol bir dari kantong plastiknya.

"Kamu tahu kan aku baru saja keluar dari rumah sakit?" jawab Renno masih dengan mata yang melihat beberapa botol bir di meja.

"I know. Makanya aku cuma minta kamu menemaniku saja, tapi tidak usah minum."

Sophia membuka satu kaleng bir dan mulai meneguknya.

"Ada apa, Phi?"

Renno tahu kalau ada sesuatu yang sedang memberatkan Sophia saat ini karena Sophia tidak akan membeli bir jika ia sedang baik-baik saja.

"Cuma ingin minum dan melupakan sebentar." Sophia meneguk lagi birnya.

Renno mengangguk-angguk lagi. Ia melirik ke jari Sophia yang memang tidak lagi memakai cincin tunangannya. Sejak pertama kali ia melihat Sophia datang ke rumah sakit tanpa mengenakan cincin hari itu, ia memang tidak pernah menanyakan ke mana cincin tunangan itu dan Sophia juga tidak pernah menceritakan apapun padanya.

Suara desiran angin dan juga beberapa binatang malam mengisi kesunyian yang tercipta antara Sophia dan Renno. Sesekali suara kaleng yang bersinggungan juga mengusik kesunyian. Dari apa yang Renno lihat saat ini, Sophia sudah menghabiskan empat kaleng bir.

"Kamu mau minum sampai berapa, Phi?" tanya Renno tiba-tiba. Tentu saja, ia khawatir dengan Sophia.

"Sampai aku bisa melupakannya." Jawab Sophia lirih. Matanya masih menatap kosong pada sesuatu di depannya.

Renno diam. Ia sedang berpikir antara meneruskan pertanyaannya dan membiarkan perasaannya terluka atau ia memilih diam dan menjadi orang yang tidak tahu apa-apa.

"Aku merindukannya, Ren." Ucap Sophia lagi sebelum Renno sempat memutuskan apa yang harus ia lakukan. Renno hanya diam saja. Perlahan, hatinya sedang teriris lagi malam ini.

"Bagaimana bisa ia meninggalkanku begitu saja? Kenapa dia tidak meminta penjelasan? Kenapa dia justru membiarkanku menangis di pelukannya?" lanjut Sophia lagi. Kali ini suaranya terdengar sangat bergetar. Bahkan saat Renno menoleh, airmata Sophia sudah menetes satu per satu dari pelupuk matanya.

"Aku sangat mencintainya, Ren. Dan aku tidak bisa jika harus seperti ini." Ucap Sophia lagi masih dengan airmata yang berurai.

Renno tidak tahu harus mengucapkan apa. Ia hanya bisa diam bahkan ketika hatinya terasa begitu sakit saat ini. Ia menggenggam erat tangannya untuk menahan sakit yang dirasakannya. Kenapa Sophia harus menangisi laki-laki lain di depannya saat ini dan membuat sakit hatinya semakin bertambah?

A 1000 Miles To Marry You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang