Ketika duniamu goyah dan tak dapat berpijak pada arah yang pasti, apakah yang akan kau lakukan?
Hal itu sama seperti yang Krist rasakan, ia merasa bingung dengan segala keadaan yang menimpanya secara beruntun belakang ini, hingga ia membutuhkan seseorang yang bisa menjadi sandarannya.
Merengkuh tubuh ringkihnya, saat ia tak bisa lagi menghadapi kenyataan lalu mengucapkan kata-kata penyelamat untuknya. Hanya itu yang Krist inginkan. Akahkan ia mendapatkan sesuatu yang dirinya impikan atau justru berakhir sebaliknya?
Entahlah, ia bahkan tak mengerti dengan jalan pikiran Singto. Tidak memahami maksud pria itu padanya. Bolehkah Krist berharap pria itu akan bersikap lebih baik lagi padanya?
Krist tak membutuhkan banyak hal, ia hanya butuh pundak seseorang untuk menangis, menumpahkan rasa sakit yang mengusik hati serta pikirannya saat ini. Ketika kenyataan tak bisa diubah, yang bisa di lakukan manusia hanya waktu sesaat untuk melapangkan dadanya, agar bisa menerima segalanya dengan baik.
Sesuatu yang terdengar cukup mudah. Namun, sangat sulit untuk mewujudkannya. Tak banyak orang yang mau menemani sosok yang ia sayangi ketika di dalam masa sulit. Krist tak mempunyai sosok itu yang mampu menerimanya. Ia kesepian dan merasa sendirian di sini. Pada tempat yang bahkan Krist tak tahu dimana, dengan sosok orang asing yang menghiasi hidupnya kini.
Gerakkan kecil yang di dapatkannya dari Singto ketika pria itu menggendongnya, sedikit mengusik jiwa Krist, ia mendongakkan kepalanya menatap sosok rupawan yang menjelma bagaikan malaikat maut untuknya itu tak melirik ke arahnya sama sekali. Krist mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan sadar, jika Singto sudah melewati kamar tempat pria itu menyekapnya biasanya.
Krist menjadi mendadak takut, jangan-jangan Singto akan mengurungnya ditempat yang lebih buruk lagi dari sebelumnya. Bukannya Krist punya pikiran buruk pada pria itu. Tidak. Krist sudah mencoba untuk berpikiran positif, tetapi hati orang kan tidak ada yang tahu?
Lain dibibir lain pula dihati, bibir bisa berujar bohong tetapi tetap hati yang menentukan karena perasaan tak bisa menipu.
Singto belum mau menurunkannya juga saat mereka sudah berjalan sangat jauh menelusuri rumah ini, bahkan ketika mereka sudah sampai didepan ruangan asing. Tangan pria itu membuka kenop pintu, nuansa hitam dan putih mendominasi ruangan itu, tetapi tidak tampak menyeramkan. Banyak barang-barang yang tertata rapi pada tempatnya. Krist yakin ini kamar seseorang pria, tetapi ia tak yakin ini kamar siapa?
Dan begitu Singto meletakkan tubuh Krist diatas tempat tidur. Singto tak mengucapkan apapun, bahkan langsung melangkahkan kakinya untuk pergi begitu saja, anehnya pintu kamar itu tak tertutup, seperti biasanya.
Tak lama kemudian, Singto kembali lagi dengan membawa baskom kecil berisi air, dengan handuk kecil yang tersampir pada bahunya, ia meletakkannya dilantai lalu beralih mencari sesuatu di dalam laci kamarnya. Krist bisa melihat ia mengambil kotak obat sana, lalu berjongkok di hadapan Krist. Tanpa alasan yang jelas dan penuh dengan kebungkaman.
Barulah detik berikutnya, Krist sadar kalau kakinya terluka karena ia berjalan tak memakai alas kaki tadi setelah keluar dari rumah sakit. Bisa ia lihat Singto mencuci kakinya terlebih dahulu sebelum membasuhnya dengan handuk kecil, kemudian mengoleskan salep pada telapak kakinya. Krist hanya bisa termangu ditempatnya berada, tidak ada satu orangpun yang pernah melakukan hal ini, bahkan orang tuanya pun tidak. Mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan dan mengabaikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Rat [Peraya Vers.]
Fanfiction[ Completed ] Apakah didunia ini benar-benar ada hal yang bernama 'karma'? Bagi seorang Krist ini semua mungkin adalah balasan atas semua dosa yang pernah ia lakukan, saat ia dipertemukan dengan Singto Prachaya, seseorang pria yang paling ia benci...