Mobil yang dikendarai Singto menepi pada tempat asing, tanpa banyak berkata pria itu keluar lebih dulu, meninggalkan Krist didalam sana dengan penuh tanda tanya, tempat macam apa lagi ini?
Krist menjadi curiga jangan-jangan Singto ingin menyekapnya lagi, tempat ini terasa sangat asing dan sedikit menyeramkan hampir mirip rumahnya yang sudah ditinggalkan berbulan-bulan lamanya.
Ketukan kaca itu menginterupsi pikiran Krist, hingga ia membukanya, menatap Singto yang seolah menatap malas padanya. Pria itu benar-benar mengesalkan.
"Keluar, kenapa kau hanya diam?"
"Harusnya kau mengajakku keluar dan membukakan aku pintu. Kau yang memaksaku ikut dan sekarang nada bicaramu sangat mengesalkan padaku."
Decakan keluar dari sudut bibir pria itu, sebelum membuka pintu mobil untuk Krist, tak memperdulikan tatapan Krist yang penuh tanda tanya padanya.
"Ini di mana?"
"Kau tidak tahu jika ini masih dibangkok?"
"Tentu aku tahu, maksudku kenapa kau mengajakku ke sini? Aku ingat tempat tinggalmu sangat jauh dari sini."
"Karena itu terlalu jauh, lebih baik kau beristirahat disini saja."
"Tidak ada siapapun di dalam sana?"
"Memang kau mau ada siapa didalam sana?"
Krist menggelengkan kepalanya, mana ia tahu ada siapa didalam sana. Pria itu hanya berjalan dibelakang Singto, mengikuti pria tadi yang menekan beberapa password sebelum masuk. Ini sama seperti pertama kali Krist di ajak ke tempat Singto. Ia takut pria itu menjualnya ke pria kaya untuk dijadikan budak. Padahal Krist justru di perbudak oleh pria sialan itu.
"Kau bisa beristirahat disini."
Singto membuka salah satu kamar, membawa koper Krist untuk masuk ke dalam sana. Tempat ini sangat rapi, seolah baru saja dibersihkan tetapi tak ada satupun orang di sini.
"Kau lapar?"
"Tentu saja. Aku menghabiskan banyak tenaga untuk berdebat denganmu."
"Baiklah, aku akan memesan makanan. Kau mau makan apa?"
"Apa saja yang penting itu layak untuk dimakan."
Pria berkulit tan tersebut hanya mengangguk seolah paham, meskipun ia agak kesal dengan ucapan aneh Krist. Sungguh tak masuk diakal memangnya Singto pernah memberinya makanan tak layak untuk dimakan, saat Singto melihat Krist tengah menjelajahi isi kamar itu, ia pun memilih untuk pergi meninggalkan Krist sendirian di sana.
"Phi Sing...."
Krist mengedarkan pandangannya tetapi tak menemukan Singto, akhirnya Krist mulai menggerutu tentang sikap Singto yang terlihat jelek di matanya. Tidak ada hal bagus yang bisa Krist lihat dari pria itu.
Singto selalu saja mengucapkan kata kasar, selalu memaki, memukul, selalu mencela kelakuan Krist serta memojokkannya, sempat mengusirnya, bahkan tak mempercayai apa yang Krist katakan. Namun, bodohnya ia tetap ingin kembali pada pria itu.
Dengan mudah Krist memaafkan dan terlihat bodoh. Setelah ia pikirkan lagi, itu tindakan terbaik yang bisa ia lakukan. Untuk apa bersikeras dan menolak lalu melangkah pergi, tetapi hati masih tertuju pada pria itu? Bukankah itu akan lebih menyiksa dirinya? Ketika Singto dengan sikap menyebalkan itu menghampirinya dan memintanya untuk jangan pergi serta tetap disisinya. Itu membuat Krist merasa pria itu sudah sedikit berubah, ia sedikit menjatuhkan egonya untuk mengejarnya. Jadi Krist sedikit menurunkan harga dirinya untuk bersama Singto.
Ia menatap jam dinding yang masih berdetak dengan normal, sebentar lagi ternyata malam akan tiba. Krist tak menyadari itu. Ia membongkar isi kopernya dan memilih untuk mandi, mungkin guyuran air dingin bisa menyegarkan pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Rat [Peraya Vers.]
Fiksi Penggemar[ Completed ] Apakah didunia ini benar-benar ada hal yang bernama 'karma'? Bagi seorang Krist ini semua mungkin adalah balasan atas semua dosa yang pernah ia lakukan, saat ia dipertemukan dengan Singto Prachaya, seseorang pria yang paling ia benci...