[ 4 ]: Embrace

7.1K 611 141
                                    

Dengan buru-buru Singto keluar dari kamarnya, karena ada masalah kecil yang harus ia urus. Namun, dipersimpangan menuju lorong ia tak sengaja bertemu dengan Gun. Pria mungil itu menyapanya, Singto memang mengijinkan Gun dan New tinggal bersamanya, hanya mereka yang menemaninya selama ini, sebenarnya ada 2 orang lainnya lagi, yang selalu bersamanya selama ini.

Singto menatap pria mungil itu berpakaian lebih rapi dari biasanya. Tentu saja itu memancing rasa keingintahuan Singto yang heran padahal ia tak menugaskan Gun untuk pekerjaan apapun hari ini.

"Mau pergi kemana, Phi?"

Gun hanya menampilkan senyuman lima jari khasnya seperti biasa. Ia adalah anak buahnya yang paling ceria dan terlihat polos tetapi hal itu sama sekali tak menggambarkan bagaimana watak Gun sebenarnya. Ia agak psycho meskipun images itu tak sama sekali terlihat cocok padanya. Hingga kadang membuat Singto serbah salah untuk menanggapinya.

"Kau lupa ini hari apa?"

Jawaban yang keluar dari mulut salah kaki tangan Singto selama belasan tahun itu membuat Singto terdiam sejenak. Kira-kira apa yang akan terjadi dan telah terjadi pada hari ini sebelumnya? Singto mencoba berpikir sampai akhirnya Singto mengingat sesuatu hal setelah beberapa waktu mencoba menggali ingatannya.

"Kau mau menemuinya?"

"Iya, jika bukan kita saudaranya yang mengunjunginya siapa lagi? Dia tak punya siapapun."

Kata-kata itu seolah menohok hati Singto, seolah tengah menggali luka yang pernah ia rasakan.

"Aku ikut."

"Baiklah."

Akhirnya keduanya pergi ke suatu tempat di temani oleh New, seperti layaknya tiga serangkai mereka memang selalu tak bisa di pisahkan. Banyak hal buruk yang terjadi dan bisa ketiganya lewati begitu saja. Singto tak memerlukan banyak orang yang mengawal atau ikut bersamanya, cukup dua orang itu yang menemaninya segalanya akan baik-baik saja. Gun dan New yang paling terbaik dari seluruh anak buahnya, harusnya ada satu orang lagi, sosok yang sekarang hanya bisa menjadi kenangan baginya.

Derap langkah ketiga pria itu berjalan seiringan, memasuki jejeran lemari abu yang terletak di seluruh sudut ruangan ini. Hingga langkah kaki mereka terhenti pada satu tempat abu dimana ada foto seorang wanita yang seolah tengah tersenyum ke arah mereka.

Singto hanya diam memandangnya. Ia tidak bisa membencinya, meskipun segalanya berubah menjadi berantakan. Kesalahannya tak termaafkan. Namun, ia tak pernah sepenuhnya membenci dan mengutuk sosok itu.

"Aku rindu pada Jannine."

"Aku juga, sampai sekarang aku tidak percaya dia pergi begitu cepat."

"Sejak Jannine tidak ada, aku merasa kesepian."

Pembicaraan Gun dan juga New itu membuat Singto menghela napas beratnya, ia lebih memilih untuk melangkahkan kakinya pergi dari sana.

1 tahun, bukankah itu waktu yang cukup lama?

Tetapi bagi Singto ini hal ini yang sebentar, masih tergambar jelas dalam ingatannya jasad Jannine yang tergeletak tak bernyawa di depan markasnya. Jannine terlihat mengenaskan, hanya karena seorang pria yang tak berguna. Segala rencana besar yang Singto berikan gagal, semuanya hancur hanya karena terperdaya oleh cinta seorang pria.

Jannine yang Singto perintahkan untuk menjadi mata-mata di salah satu kampus ternama diBangkok agar ia dapat mengawasi tempat yang baru saja dikuasai oleh musuh bebuyutan mereka dengan menjadi salah satu mahasiswa baru, justru jatuh cinta pada seorang pria biasa di sana. Seseorang yang hanya menginginkan tubuhnya saja, seseorang yang hanya mempermainkannya, tetapi dengan bodohnya Jannine yang terperdaya hal itu benar-benar mengganggap pria itu mencintanya, segala hal yang awalnya baik-baik saja menjadi hancur, pekerjaannya terbengkalai dan juga pikirannya dikuasai pria laknat itu. Sampai akhirnya musuh mereka tahu, lalu menggunakan segala cara untuk menjebaknya, menculik, menyiksa bahkan memperkosanya, membunuhnya dengan cara keji sebelum mengirimkan mayatnya pada Singto. Tepat didepan matanya ia melihat mayat wanita yang dirinya cintai terbujur kaku penuh dengan luka.

Love Rat [Peraya Vers.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang