"Kalian keluar."
Dua pria yang dari tadi menemani pemimpin mereka hanya bisa mengganggukkan kepalanya dan melangkahkan kakinya untuk pergi dari sana, meninggalkan pria itu dengan Krist hanya berdua di dalam kamar. Tak lupa menutup pintu kamar itu, tidak mau mendengar suara aneh dari balik ruangan tadi, sebab Singto--Pemimpin Phoenix (salah satu kelompok mafia ternama di Bangkok)--tidak akan pernah setengah-setengah jika menyiksa orang lain.
Krist mencoba untuk beringsut menjauh. Namun, pria yang lebih dominan darinya itu menarik kakinya yang terantai dengan paksa dan kasar. Hingga Krist memekik kesakitan.
Singto mengambil sesuatu dari sakunya, memasukan obat perangsang ke dalam satu botol air mineral lalu mengocoknya, kemudian mencengkeram rahang Krist, memaksa pria itu untuk membuka mulutnya akan tetapi bukannya menurut Krist membungkam mulutnya, tak mau menerima apa yang Singto berikan, satu tamparan kini mendarat di pipinya.
Rasanya panas, membuat Krist menatap pria itu tajam. Namun, bukan Singto namanya jika ia tidak bisa membuat lawannya takut. Dengan sigap Singto mengeluarkan senjata api dari dalam sakunya menodongkannya pada kepala Krist, sembari mengulumnya senyuman misteriusnya.
"Minum ini atau kau akan mati!"
Awalnya Krist tidak mau, tetapi begitu sadar Singto tak main-main dengan perkataannya, dengan amat terpaksa ia menengguk minuman itu, ia tidak mau mati sekarang. Ia harus kabur dari sini, tak mau terperangkap bersama pria itu, ia belum siap mati sekarang.
Melihat Krist menengguk minuman itu hingga tandas, Singto menepuk pipi Krist pelan, sembari tersenyum sinis.
Ia melihat wajah Krist perlahan berubah memerah bahkan hal itu kini sudah menjalar pada seluruh tubuhnya. Singto mengarahkan tangannya ke arah bibir Krist menggodanya lalu memutarkan tanganya pada dada Krist.
"Kau terlihat seperti seorang jalang sekarang."
Singto menyeringai lalu memposisikan Krist untuk mengangkang di hadapannya, memperlihatkan bagian bawah tubuhnya. Sementara Krist hanya bisa terdiam dengan napas yang tidak teratur efek dari obat perangsang tadi, bagian selatan dirinya agak mengeras menginginkan sentuhan tangan seseorang untuk membelainya dan hal itu terkabul ketika Singto menyentuhnya. Namun, bukan sentuhan lembut yang ia dapat melainkan sentuhan kasar, Singto meremas penis pria itu seakan ingin meremukkannya.
"Aaahhhhhh...."
Krist berteriak kesakitan tetapi Singto tak mempedulikannya dan justru mengocoknya dengan kasar, seolah sengaja ingin membuat Krist menderita. Hanya saja rasa sakit itu tidak bisa menghilangkan reaksi obat tadi di dalam tubuhnya, karena itu meskipun ia kesakitan Krist mendesah tertahan setelahnya.
Meskipun ia sudah berusaha untuk bungkam, berusaha untuk membangun benteng kokoh melindungi harga dirinya, tetapi tubuhnya mengkhianati Krist. Ia layaknya seorang pelacur yang mendesah nikmat meskipun yang dirinya dapatkan hanya kesakitan. Singto terus bermain-main pada tubuhnya tanpa henti, bahkan dengan entah darimana ia mendapatkan stungun lalu mendekatkan alat kejut tadi pada nipple Krist.
"Arghhh..."
"Kau menikmatinya jalang?"
Rasanya tubuhnya panas dan perih, Krist tidak pernah tersiksa seperti ini sebelumnya dan begitu alat kejut tadi menyentuh kejantanannya. Air matanya pecah begitu saja, Krist hanya bisa merintih sembari meringkukkan tubuhnya. Namun, tangannya tidak mampu untuk menyentuh bagian tubuhnya yang tengah sakit sekarang.
Tangan Singto menarik rambut Krist, ingin agar pria itu menatapnya, sebuah tamparan lagi-lagi mendarat pada wajahnya. Singto membuka seluruh pakaiannya hingga full naked lalu memaksa Krist membuka kakinya, tidak mau bermain-main lagi, sebab ia tak punya banyak waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Rat [Peraya Vers.]
Fanfiction[ Completed ] Apakah didunia ini benar-benar ada hal yang bernama 'karma'? Bagi seorang Krist ini semua mungkin adalah balasan atas semua dosa yang pernah ia lakukan, saat ia dipertemukan dengan Singto Prachaya, seseorang pria yang paling ia benci...