"Keinginanmu?!" Suaraku meninggi sembari berteriak. "Ya! Aku tidak mengenalmu, dan sehebat apapun dirimu itu, tetap saja percuma! Aku tidak mau-"
"Jangan terlalu percaya diri." Potongnya.
"Aku harus menikah untuk mendapat posisi itu. Jadi aku meminta orang tuaku mencarikan calon yang cocok. Kau pikir aku tertarik dengamu?" Dia tertawa remeh."Tidak! Siapa suruh kau berbicara seakan akan kau sudah mengikutiku selama bertahun-tahun!" Balasku malu.
Pria berkemeja hitam itu mengeluarkan tawa renyah untuk kesekian kalinya, Meremehkanku.
"Lalu kenapa harus aku jika kau tidak tertarik?Banyak wanita cantik diluar sana." Aku memutar bola mataku malas mendengar omong kosongnya itu.
"Heh." Dia tertawa.
"Aku tidak butuh orang yang menyukaiku, apalagi cantik. Itu hanya membuatku semakin repot. Lalu, kau juga sudah cukup." Jawabnya sambil meraih segelas wine."Apanya yang cukup? Pria selevelmu harusnya dapat yang lebih bagus, bukan? Aku tidak mau munafik, kau kan tampan, kaya, pemilik perusahaan juga dan kau pasti berpengaruh. Imagemu di media juga bersih. Model ternama ataupun artis sekalipun pasti mau denganmu."
"Tenang dulu. minum?" Tanyanya, menyodorkan gelas wine yang lain.
Aku langsung menolaknya dan kembali menagih jawaban atas pertanyaanku."Pertama, ayah dan ibuku cukup senang denganmu, minimal mereka mengenalmu dan keluargamu. Kau tidak jelek, atau bisa kubilang cantik, nona. Berpendidikan, berasal dari keluarga baik-baik dan bersih. Kudengar kau bekerja sebagai dokter, itu pekerjaan yang bagus. Dengan begitu bisa kusimpulkan tidak akan ada masalah jika aku menikahimu."
Lihat pria ini.
Dia menilai latar belakang dan pekerjaanku seenak jidatnya. Dia pikir aku ini apa?"Aku tidak tertarik menjalin hubungan percintaan dengan siapapun saat ini, jadi lebih baik kau mencari wanita la-"
Lagi-lagi ucapanku terputus.
"Begini, aku bisa menjamin tidak melibatkan perasaan pada hubungan ini. Aku hanya membutuhkan status diatas kertas. Itu saja.""Kurasa aku tidak mendapat keuntungan apapun disini, yang ada, hidupku semakin terbebani. Aku tidak mau." Balasku.
"Rumah sakit temptamu bekerja, aku menginvestasikan sepuluh persen sahamku disana. Kau tahu sendiri sebesar apa tempat kerjamu itu, bukan?"
"Lalu?" Ujarku, tidak mengerti dengan arah pembicaraan pria ini.
"Dua kali lipat. Sebagai istriku, Dua puluh persen sahamku akan jatuh di tanganmu. Dua kali dari dana rumah sakit."
"Aku tidak tertarik dengan yang begitu."
Dia pikir aku akan termakan oleh uang, ya? Dasar Pria lucu."Atau kau butuh promosi kerja? Mungkin kepala departemen? Apa bidangmu? Kardio-Toraks? Pediatri? Orthopedi? Atau Neuron? Kau mau ditempatkan dimana, tinggal bicara denganku."
"Aku punya kemampuan dan aku bisa meraih posisi itu tanpa bantuanmu." Ketusku.
"Bagus, ternyata kau bukan tipe money digger."
Aku mengernyit. Emosiku mulai memuncak. Hei, pria ini melukai harga diriku.
"Apa kau pikir aku ini seorang penjilat?" Tegasku dengan suara meninggi.
"Hei, Jeon Jungkook. Kau pikir aku serendah itu? Aku tidak mau berurusan denganmu! Bisa-bisa aku dianggap masuk melalui koneksi. Pamerkan uang dan kekuasaanmu kepada orang lain. Aku benci itu.""Aku hanya memastikan. Tidak perlu menarik urat, nona. Jika kau terus menggunakan emosi seperti sekarang dan saat kau menabrakku tadi, kau bisa terkena masalah, tahu. Kau harus belajar lebih sabar."
"Namun itu artinya kau bisa membela diri. Menarik." Dia berkata dengan nada sombong, memamerkan seringai di wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑴𝑬𝑻𝑨𝑵𝑶𝑰𝑨 | Jungkook
FanficApa gunanya dua hati yang telah mati dipaksa saling mencintai? Untuk apa dan bagaimana hal itu bisa berhasil? Kedua hati itu telah binasa, tenggelam dalam kejamnya memori masa lalu. "Aku hanya membutuhkan status diatas kertas." "Kita tidak melibatka...