17. Touch

247 25 0
                                    



Augusto mengerang frustasi dan mengutuki dirinya sendiri saat menyadari perbuatanya pada Mika. Bukan masalah besar sebenarnya jika yang diciumnya bukanlah Mika. Lelaki itu sedang duduk cemas diruang santai mansion. Pikirnya akan lebih baik jika Mika tidak melihatnya untuk beberapa waktu.

Beberapa pelayan dan penjaga mansion mulai memasuki kamar Mikail yang berantakan. Dua diantaranya dengan sigap menyusul nona mudanya di dalam walking closet, dan sisanya membereskan kekacauan di dalam kamar sang tuan rumah.

Ditengah kalutnya pikiran Augusto, Mikail tiba-tiba muncul lalu melayangkan pukulan keras diwajah Augusto. Lelaki itu tampak marah. Kemarahan Mikail dapat dimengerti, pasalnya Mikail telah memperingatkan bahwa ia memasang cctv tersembunyi di kamarnya, meskipun Mikail mempercayakan Mika kepada sang sahabat. Bukan hal yang sulit untuk mengetahui perbuatanya kepada Mika.

Dua sahabat itu hanya diam tanpa mengeluarkan satu katapun. Hanya pukulan dari tinju Mikail yang berbicara banyak. Rasa bersalah Augusto membuatnya tidak mampu melawan Mikail sama sekali.

"Ya Tuhan! Mikail! Hentikan!!"

Tiba-tiba Mika muncul untuk melerai keduanya. Tindakan gadis itu cukup mengagetkan, apalagi Mika langsung menghampiri Augusto dan tanpa ragu menyeka darah disudut bibir lelaki itu. Mika tidak menyadari betapa terkejutnya Mikail dan Augusto dibuatnya. Tangan Mika masih berada dipipi Augusto seakan itu adalah hal biasa. Augusto tidak pernah menyangka jika sentuhan dan perhatian sekecil ini dapat membuat jantungnya berdebar. Disisi lain Mikail semakin berang.

"Brengsek kau Gus!! Kau apakan adikku!!"

Mikail kembali mengangkat tinjunya siap melayangkanya kepada Augusto. Namun lagi-lagi dapat dihentikan oleh tindakan tak terduga dari Mika. Gadis itu secara terang-terangan melingkarkan kedua tanganya dipinggang Augusto, memeluknya dengan posesif.

"Mikaila!!" Raung Mikail.

"Hentikan! Berhentilah memukulinya."

Augusto hanya diam, tubuhnya kaku tidak bisa bergerak, ritme jantungnya yang semakin tidak karuan telah mengambil alih seluruh syarafnya.

"Mikaila!!"

"Harusnya kau berterimakasih padanya."

"Mika..." Kali ini Augusto mengeluarkan suaranya.

Pelukan Mika membuat gema suara Augusto terdengar jelas ditelinganya. Kalimat yang terucap dari mulut Mikail selanjutnya berhasil menyadarkan Mika.

"Harusnya kau membela kakakmu, Mikaila! Bukanya memeluk Augusto!"

Mika mengangkat kepalanya, netranya bertemu dengan tatapan Augusto. Sesaat Mika merasa berada didekapan orang yang tepat. Hatinya mengatakan bahwa lelaki yang sedang dipeluknya dapat dipercaya. Menyadari bahwa yang dipeluknya adalah lelaki asing dan bukanya Mikail sontak membuat Mika melepaskan pelukanya lalu mendur dua langkah. Dari belakang, lengan Mika telah ditarik oleh Mikail. Sesaat setelah tubuhnya diputar, Mika bertemu dengan tatapan kuatir dari sang kakak.

"Kau tidak apa-apa?"

Mikail bertanya dan Mika menggeleng sebagai jawaban.

"Apa kau butuh obatmu?"

Kembali Mika menggeleng tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Kau yakin?"

Kali ini Mika mengangguk. Mikail menghela nafas lega kemudian merengkuh tubuh adiknya kedalam pelukanya. Hal ini bukan yang pertama dan Mika sudah terbiasa dengan pelukan dadakan dari Mikail.

"Mika, kau membuatku kuatir. Aku kira kau akan pingsan atau semacamnya setelah melakukan kontak fisik dengan pria asing." Mikail menatap bengis pada sosok Auguato yang masih saja terdiam.

Mikail membelai rambut Mika penuh sayang. Mika tidak dapat berkomentar karena dia sendiri bingung juga terkejut dengan keberanianya memeluk lelaki lain selain Mikail. Dan ajaibnya gejala traumanya tidak muncul. Tidak ada panik, tidak ada keringat dingin ataupun mual bahkan pingsan. Setelah Mikail, Augusto lah lelaki yang dapat membuat Mika merasa kembali normal.


Mika, Augusto, dan Mikail sedang duduk bersama. Mikail dengan telaten merawat luka hasil pukulanya diwajah Augusto. Sementara Mika membantu memegangi kotak P3K untuk Mikail. Beberapa kali Mikail melirik pada sang adik, kuatir kalau-kalau Mika merasa tidak nyaman. Tapi beberapa kali pula kekawatiran Mikail terbukti salah. Mika nampak tenang tanpa beban.

Pemasangan plester terakhir telah berakhir dan Mikail melenggang pergi meninggalkan Mika bersama Augusto berdua. Ponsel yang sudah berdering sedari tadi lah yang memaksa Mikail meninggalkan mereka berdua.

Sementara Mika merapikan kotak P3K, Augusto hanya diam. Hening yang tercipta menimbulkan suasana canggung diantara mereka.

Mika yang notabene memiliki rasa penasaran tinggi, menatap sosok Augusto penuh telisik. Gadis itu masih penasaran kenapa tubuhnya tidak bereaksi berlebihan ketika ia melakukan kontak fisik denganya. Pelan-pelan Mika menjulurkan tanganya, mengarahkan telunjuknya untuk sedikit menyentuh lengan Augusto. Setelah ujung telunjuknya berhasil menyentuh apa yang ditujunya, Mika mengerutkan dahi merasa heran karena tidak terjadi apapun pada dirinya.

Sadar lenganya disentuh, Augusto menatap lenganya lalu beralih menatap Mika. Gadis itu terlalu fokus pada usaha telunjuknya untuk mengeksplorasi kulit Augusto. Dengan gerakan pelan dan meragu, Mika melarikan tanganya untuk menyentuh satu persatu jemari milik Augusto. Lelaki itu membiarkan Mika melakukan apapun yang diinginkanya. Augusto menyadari bahwa dirinya sedang menjadi objek eksperimen seorang Mikaila.

Bohong jika Augusto tidak merasakan apapun ketika jemari Mika menyentuh tanganya. Dorongan untuk menggenggam erat tangan Mika dan menarik tubuh gadis itu kedalam pelukanya hampir tidak dapat ditahanya lebih lama.

Ketika Augusto larut akan perasaanya, Mika telah mengarahkan tangan Augusto untuk menyentuh pipinya. Pria itu menatap kemana tanganya kini berlabuh. Tatapan mereka terkuci satu sama lain seakan sedang menyelami perasaan masing-masing. Augusto mengamati fitur wajah cantik Mika secara seksama. Ada perasaan berbeda yang kini ia rasakan. Faktanya bukan sekali-dua kali mereka dalam posisi sedekat ini, meskipun sebelumnya sosok Chabelita yang berdekatan dengan Mika. Tapi tetap saja Augusto merasa debaran jantungnya semakin kurang ajar sekarang.

"Jadi ini sebabnya. Karena kalian benar-benar mirip. Kau mirip sekali dengan Chabelita."

Buyar sudah, suasana romantis yang terbangun dengan susah payah telah diruntuhkan dalam sekejap oleh Mika. Augusto hanya dapat menghela nafas.

"Bahkan akupun menyadari jika kami mirip."

Mendengar suara bariton dari sosok yang dianggapnya mirip dengan Chabelita membuat Mika terkejut, dan saat itu juga Mika melepaskan tangan Augusto dengan kasar lalu mundur hingga hampir terjungkal. Beruntung Mikail berhasil menahan tubuh Mika.

"Hati-hati Mika. Apa yang pria brengsek itu lakukan padamu hingga kau hampir terjungkal?" Mikail menatap mengancam pada Augusto.

"Oh ayolah. Aku tidak melakukan apapun, Mikail."

"Itu.. Itu yang membuatku kaget. Wajahnya mirip Chabelita tapi mengeluarkan suara maskulin. Sangat menyeramkan." Jelas Mika ngeri sambil menunjuk Augusto tanpa sungkan.

"Dia belum tau seberapa menyeramkanya Chabelita bersuara maskulin." Gumam Mikail.

"Kau mengatakan sesuatu Mikail?" Tanya Mika.

"Oh itu.. Kau harus berhati-hati denganya, lelaki itu brengsek." Jawab Mikail dengan seringai liciknya kepada Augusto.

"Kau juga sama brengseknya denganku." Augusto mendebat dan terus dibalas oleh Mikail.

Mika yang berada ditengah-tengah kedua lelaki itu hanya dapat menatap keduanya bergantian. Mika akhirnya mengerti kenapa banyak orang salah paham kepada mereka. Hubungan persahabatan diantara keduanya teramat dekat hingga mampu menimbulkan kesalah pahaman.

.
.
.
.

♡ —————— ♡ TBC ♡ —————— ♡

.
.




.
.
.
.
.

The Bodyguard : Man with a Girl's Uniform [ COMPLETE √ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang