Pagi ini, hari Sabtu akhir pekan. Mikail dan Cha sedang sarapan dimeja makan yang sama. Sudah menjadi hal yang wajar ketika jam makan Mika satu jam lebih lambat dari Mikail. Semua itu dilakukan Mika untuk menghindari pertemuan keduanya secara langsung.Namun pagi itu hal langka terjadi. Mika dengan langkah kecilnya tengah menuju meja makan dimana Mikail berada.
"Boleh aku bergabung?" Cicitnya.
Mikail sempat tersedak mendengar cicitan canggung dari sang adik. Pria itu menoleh dan benar mendapati Mika berdiri canggung disana. Cepat saja Mikail mengeluarkan suaranya setelah meredakan kerongkonganya dengan satu tegukan air mineral.
"Tentu saja. Kau bisa duduk didekat Chabelita."
Tawar Mikail namun Mika menggeleng pelan. Alih-alih duduk didekat Cha, gadis itu justru menarik kursi didekat Mikail. Baik Mikail maupun Cha dibuat terkejut oleh tingkah laku Mika. Chabelita dan Mikail sampai harus saling pandang seolah sedang melakukan komunikasi tanpa suara.
Mika mengamati sekitarnya, pandanganya tertuju secara otomatis kepada sosok Cha yang sedang duduk dihadapanya. Cha tersenyum bangga padanya. Senyum manisnya berhasil membuat wajah Mika memanas. Cepat-cepat Mika mengalihkan perhatianya pada para pelayan yang saat ini sibuk menghidangkan sarapan untuknya.
Mika memakan sarapanya dengan kikuk, karena ini pertama kalinya ia berada satu meja dengan sang kakak. Sudah belasan tahun lamanya sejak terakhir kali keduanya makan dimeja yang sama. Rasanya tidak seburuk yang Mika kira. Rasa panik dan ingin berlari menjauh memang masih Mika rasakan. Namun perhatian sang kakak mampu menahan Mika dengan rasa nyaman yang diberikan.
Sesekali tanpa sengaja Mikail melakukan kontak fisik dengan Mika. Seperti menepuk bahu dan menyeka kotoran disudut bibir sang adik. Tentu saja Mika terkejut berkali-kali hingga mempercepat degup jantungnya. Tapi lagi-lagi itu hanya sesaat dan selebihnya Mikail berhasil menenangkan Mika entah bagaimana. Mungkin itulah yang dinamakan kontak batin antar saudara sedarah.
"Mikail..." Panggil Mika sambil mengaduk-aduk isi piringnya.
"Hmm?"
"Kau sibuk akhir pekan ini?"
"Lumayan, aku harus mengunjungi pabrik di luar kota. Kenapa? Tidak biasanya kau bertanya." Telisik Mikail sembari menyeruput kopinya.
"Bisa kau wakilkan saja, temani aku di rumah."
Menyemburlah sudah kopi yang belum sempat ditelan Mikail. Secara spontan Mika menyodorkan serbet kepada Mikail. Disisi lain Chabelita menatap tidak percaya akan ucapan nona mudanya tersebut.
"Ma-maaf, tidak apa-apa jika—"
"Oh, tidak-tidak! Aku akan mengirimkan orang lain. Apa yang kau ingin aku lakukan? Menemanimu bermain? Belajar? Atau membacakan cerita?"
Mikail terlalu antusias hingga tidak menyadari ekspresi jengkel yang Mika tunjukan. Chabelita jadi ikut kesal, gadis jadi-jadian itu melotot penuh ancaman pada Mikail. Apa pula salah Mikail kali ini? Untung saja deheman Chabelita berhasil menyadarkan Mikail.
"Aku bukan anak-anak lagi!" Ucap Mika dongkol.
"Maaf. Aku hanya terlalu senang. Jadi apa yang ingin kau lakukan?" Tawar Mikail dengan senyum manisnya.
"Apapun, asal bersamamu."
Mendengarnya membuat Mikail senang bukan main. Lelaki itu tersenyum dengan sejuta rencana di dalam kepalanya. Harus mulai dari mana dulu? Menyewa taman hiburan? Menyewa mall, oh Mikail lupa kalau Demariez memiliki mall dan taman bermain sendiri. Lalu apa Mikail harus mendatangkan kelompok sirkus ke rumahnya? Ah, itu akan memakan waktu jadi—
"Donat."
Satu kata tersebut berhasil membuat Mikail mengerjap dan Cha menghentikan kunyahanya. Dari sekian daftar yang Mikail rancang barusan, nyatanya tidak satupun yang sesuai. Malah kata donat yang keluar dari mulut Mika. Apa itu artinya Mika ingin kakaknya menyewakan satu outlet donat yang sedang terkenal itu? Lah, tapi outlet donat itu juga milik keluarga Demariez.
"Aku rindu donat buatanmu." Pinta Mika dengan malu-malu. Mikail menganggukinya dengan antusias.
Sejak dulu Mikail memang gemar memasak, dan keahlianya adalah membuat kue. Mikail masih mengingatnya dengan jelas ketika terakhir kali ia memasak untuk Mika. Kala itu Mikail sedang mencoba menerapkan resep donat peninggalan ibunya. Tidak disangka Mika sangat menyukainya. Itulah kali terakhir Mikail membuatkan makanan untuk adiknya sebelum Mika diculik dan harus mendapatkan penanganan intensif untuk traumanya.
•
•Akhir pekan itu dihabiskan Mikail di rumah bersama Mika. Mereka melakukan banyak kegiatan. Mulai dari belajar bersama, bermain video game, menonton film, hingga membuatkan kue untuk Mika. Dan selama akhir pekan itu tanpa Mika sadari ia mulai terbiasa berinteraksi begitu dekat dengan sang kakak. Sentuhan berupa tepukan dipundak hingga pukulan ringan telah dilakukan Mika tanpa disadarinya. Memang secepat itu Mika terbiasa dengan keberadaan Mikail. Ikatan darah diantara keduanya mungkin saja turut memberikan pengaruhnya.
Mika sendiri seakan lupa dengan ketidak hadiran Chabelita selama akhir pekan itu. Seperti biasanya, Cha akan keluar saat akhir pekan. Dahulu Mika akan mendesak Chabelita ketika dia tidak segera kembali. Namun kali ini Mika bahkan tidak membombardir Cha dengan segudang telepon ataupun chat.
Kegiatan akhir pekan tersebut terjadi berulang. Setiap akhir pekan, Mikail akan dengan sengaja mengosongkan jadwal kerjanya demi menghabiskan waktu bersama sang adik. Usahanya tersebut membuahkan hasil yang baik. Mika benar-benar telah terbiasa dengan kehadiran bahkan hingga berdekatan dengan sang kakak. Gadis itu juga tidak lagi ragu untuk menyeret Mikail agar lelaki itu mau meninggalkan semua berkas-berkas kerjaanya demi membuatkan sepiring makanan untuknya. Mikail senang-senang saja ketika Mika mau bersikap manja kepadanya. Lelaki itu merasa bahwa adiknya yang dahulu telah kembali.
Suatu ketika Mika dengan percaya dirinya hendak mendatangi kamar Mikail, ia membawa serta setumpuk buku ditanganya. Pikirnya Mikail akan berada di rumah karena ini adalah akhir pekan. Akan tetapi bukanya Mikail yang ia dapati justru laki-laki lain. Dia sedang bersila dilantai sembari memangku laptop milik Mikail. Mika sudah panas-dingin mendapati sosoknya, sementara lelaki yang Mika ketahui bernama Augusto tersebut nampak tidak terusik sama sekali.
"Mikail mendapat panggilan mendadak dari kantor, sepertinya tidak akan pulang malam ini. Aku akan tetap berada di dalam sini, memantau dari jauh."
Mika mengerjap-ngerjapkan matanya masih terpaku ditempat dia berdiri. Gadis itu bingung sendiri harus berbuat apa atau mau berkata apa. Kehadiran Augusto secara tiba-tiba membuat otaknya mendadak kosong. Anehnya, Mika tidak merasa mual atau tidak enak badan seperti sebelumnya. Ia pernah bertatap muka dengan Augusto, dalam jarak yang cukup jauh memang, tapi saat itu reaksi tubuhnya tidak baik-baik saja tapi yang mengherankan adalah kali ini berbeda. Masih larut dalam segala pemikiran absurbnya, sosok pria itu tiba-tiba berbicara dan suara dalamnya membuat Mika terkejut.
"Suruh pulang pengawalmu itu, aku akan pergi—"
"Jangan!!"
Pekikan Mika sontak membuat Augusto mengangkat kepalanya, menatap datar pada sosok Mika dengan alis terangkat sebelah. Augusto sebenarnya paham apa maksud dari ucapan spontan Mika, hanya saja ia ingin memancing Mika agar mau sedikit berbicara kepadanya.
"Yang mana yang jangan?" Goda lelaki itu.
"D-dua duanya. A-aku tetap d-didalam kamar."
Augusto mengangguk dan Mika berlari keluar tanpa permisi.
.
.
.
.♡ —————— ♡ TBC ♡ —————— ♡
.
.♥
♥
♥
♥.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bodyguard : Man with a Girl's Uniform [ COMPLETE √ ]
FanficBayangkan jika orang terdekatmu adalah jenis manusia yang selama ini kamu hindari. Mikaila Rivera Demariez adalah gadis tujuh belas tahun yang mengidap Androphobia. Ini adalah fobia yang membuat seseorang merasa takut saat melihat pria di sekitarnya...