Bab 1

10.7K 783 166
                                    

Hari ini adalah hari pertamaku di kelas sembilan, kelas terakhir di SMP-ku dimana nanti aku berjuang mati-matian untuk mendapatkan sehelai kertas bertuliskan "Lulus"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini adalah hari pertamaku di kelas sembilan, kelas terakhir di SMP-ku dimana nanti aku berjuang mati-matian untuk mendapatkan sehelai kertas bertuliskan "Lulus".

Aku berlari-lari di sepanjang koridor kelas dengan tergopoh-gopoh sambil menyandang tas coklat muda kecil yang biasa dipakai kalangan cewe lainnya.

"Huh, untung gak terlambat," ujarku saat sampai di depan pintu kelas sambil mengatur nafas sejenak.

"Biasa, gara-gara begadang semalem," sindir Adhian Romeo, ia pria ter-cool  yang pernah aku jumpai, banyak cewek yang tergila-gila dengannya, namun semuanya di tolak mentah-mentah sama dia.

"Issh, jangan sok tau," balasku menerobos masuk ke dalam kelas.

"Akhirnya kita sekelas ya, Rena," ujar Valentina sambil mengikat rambutnya.

"Iya, kelas 7 dan 8 kita pisah terus," balasku.

"Aku duduk dimana?" tanyaku.

"Terserah sih, nanti di atur sama wali kelas juga," balas Valentina.

"Duduk deket aku aja," sela Dhita Verisa.

Aku mengangguk dan tersenyum.

Jujur aku ingin duduk dekat Valentina, sahabat ku semenjak kelas 7. Tapi gak ada salahnya duduk dekat Verisa, dia juga sahabat ku semenjak kelas 8.

Aku, Valentina dan Verisa berbincang-bincang membahas kegiatan kami selama libur. Tak lama kemudian terdengar kebisingan.

"Pokoknya gua duduk disini!" bentak Radith dari sudut belakang ruangan.

"Gak bisa, gua udah duluan milih semenjak masih jadi embrio," balas Devan Anggara.

"Ada-ada aja si Devan," bisikku.

Mereka memperebutkan kursi yang di idamkan semua laki-laki pemalas. Kursi paling belakang di sudut kanan ruangan. Kursi paling cocok untuk bermalas-malasan bahkan tidur selama belajar.

"Ngapain sih pake berebut segala? Ntar duduknya di atur wali kelas juga kali," ujar Cetta Rivania, gadis terpintar di sekolah kami, nama yang di berikan orang tuanya sangat majur. Cetta yang artinya berwawasan luas.

"Oh iya ya," balas mereka serentak.

"Sorry bro!" ujar Radith.

"Yo i," balas Devan.

Akhirnya mereka berdua tak memilih kursi itu, justru saling memaksa untuk mempersilahkan memilihnya.

"Yaudah duduk aja," kata Devan.

"Nggak, lu aja," balas Radith.

"Katanya tadi mau disini."

"Gak, gua berubah pikiran."

"Udah jangan banyak ngomong, duduk aja."

Sama saja, mereka tetap bertengkar. Kami hanya menggeleng-geleng melihat sikapnya.

Merah : Kursi Belakang [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang