Bab 5

3.3K 437 15
                                    

"Hai aku Nindy Auristella Allisya, keluarga ku baru pindah dari Sumatera Barat ke sini," kenal anak baru di kelasku.

"Baiklah, disana ada kursi kosong," ujar Bu Nia sambil menunjuk kursi berhantu itu.

Sontak aku cemas saat Bu Nia menyuruhnya duduk di sana. Nindy berjalan menuju kursi itu pelan.

Sontak aku langsung menggenggam tangannya.

"Hai, ada apa?" Ujarnya ramah.

"Kursi itu..." Aku memberhentikan kalimatku sejenak.

"Berhantu," ujar Nindy.

"Aku tahu, seorang gadis bermulut robek duduk disana, dia menantikan ku," sambung Nindy.

"Kau, bisa melihatnya tanpa harus ada orang yang duduk disana?" Tanyaku.

"Ehm," Bu Nia mendehem.

"Nanti akan aku ceritakan," ujar Nindy sambil berlari ke kursi milik Alex yang sudah tiada.

"Baiklah, silahkan buka buku paket kalian," pinta Bu Nia.

"Pelajaran apa buk?" Tanya Adhian.

"Matematika... Ya Seni Budaya lah, emang Ibuk guru matematika," jawab Bu Nia.

"Hehe," Adhian tertawa kecil dengan suara maskulinnya yang cool abis.

Pelajaran berjalan lancar, tak ada jeritan seperti kemarin-kemarin. Jarum jam terus berjalan, hingga akhirnya sampai di angka 10:30, jam Istirahat kami.

"Nindy, sini..." Panggilku disaat Nindy ingin keluar dari kelas.

"Aku indigo, sejak kecil aku sering ketakutan dengan kemampuan ku yang bisa melihat mereka yang tak kasat mata bagi orang biasa," jelas Nindy.

"Ooh, syukurlah, kamu tahu gak kejadian mengerikan di sekolah ini?" Tanyaku.

"Oh iya, yang masuk berita itu, kamu menjelaskan di TV itu, hihi,"

"Aa, jadi malu,"

"Santai aja, mau ikut ke kantin?"

"Emang kamu tahu kantinnya dimana?"

"Makanya aku ajak kamu biar bisa nunjukkin dimana kantinnya,"

"Hahaha, aku gak peka ya,"

"Hehe,"

Di kantin kami membeli sepiring nasi goreng. Setelah menyantapnya hingga tandas, Verisa dan Valentina berdiri di depan pintu kantin sambil melipatkan tangannya.

"Ciee, langsung akrab," ujar Verisa.

"Ciee cemburu," sahut Nindy dengan pd-nya.

"Haha, bisa aja kamu ini," jawab Valentina.

"Mau jadi temanku juga?" Tawar Nindy.

"Aku mau aja sih, tapi jangan sering-sering cerita soal hantu ya, serem," sahut Valentina.

"Betul!" Sela Verisa.

"Yaudah, ke kelas yuk," ajakku.

Saat di kelas, aku menanyakan soal indigonya Nindy.

"Sumpah, aku gak nyaman banget kalau lihat mereka," ujar Nindy.

"Bentuk paling menyeramkan yang pernah kamu temui?" Tanya Verisa.

"Bukannya kalian gak mau cerita yang seram-seram," ujar Nindy.

"Penasaran, hehe," sahut Verisa.

"Aku gak ikut denger," Valentina menutup kedua telinganya dengan tangan kecilnya.

"Tadi, saat aku berjalan menuju kelas, aku melihat ke sekeliling, tiba-tiba nafasku sesak saat melihat seorang Bapak-bapak yang tak terlalu tua di lapangan basket, kedua bola matanya tak ada, mulutnya sobek sampai matanya, dan berdiri kaku di tengah lapangan," cerita Nindy.

Aku menelan ludah, bukan untuk membasahi tenggorokan, tapi aku teringat seseorang.

"Pak Anto, guru yang meninggal karena Merah, yang beritanya masuk TV itu," sahutku.

"Merah?" Nindy kebingungan.

"Hantu yang ada di kelas ini," bisikku.

"Aku gak denger," ujar Valentina.

"Ya iyalah, kamu masih nutup telinga," sahut Verisa.

"Astaga, aku terlalu fokus melihat kalian sampai aku lupa kalau telingaku ditutup," jawab Valentina.

"Liat kami, atau Adhian?" gurau Verisa.

"Gak lah, ntar Rena cemburu," balas Valentina.

"Hey! Apa-apaan nih?!" Sela ku.

"Bukannya Adhian suka sama kamu," sahut Verisa.

"Aku gak tahu dan tak mau tahu apalagi memperdulikan itu," jawabku tegas.

Sontak Adhian yang ada di belakang kelompok kami bergurau seperti orang yang sakit jantung sambil berkata "Ah hatiku."

Verisa, Valentina dan Nindy tertawa geli melihat ulah Adhian.

"Oh iya, aku gak sadar kalau Devan gak datang," ujarku.

"Oh iya, tapi kakinya terkilir, mungkin pergi ke tukang urut," jawab Valentina.

Bersambung...

°°°

Maaf, ceritanya dipersingkat. Tujuannya agar pembaca tidak bosan dengan teks cerita yang terlalu panjang.

Jangan lupa Vote dan Komen, biar semangat author makin membara.

Thanks.

Merah : Kursi Belakang [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang