Bab 25

2.3K 293 4
                                    

"Kita ceritakan semua ini pada semua warga sekolah, agar mereka semua setuju dengan penghancuran sekolah ini," gumam Rivania yang sedang mengunyah permen karetnya.

"Iya sih, tapi aku tak yakin mereka akan percaya, apalagi anak kelas 8 yang ngeselin banget," balas Valentina.

"Iya, gaya mereka itu sok berani, suka ngelawan sama seniornya," sahut Karen.

"Kita konfirmasi dulu dengan semua guru, baru urusan selanjutnya diurus majelis guru," ujarku.

Semua temanku mengangguk pelan.

"Biar aku yang bicara dengan Buk Lia," ujar Devan.

Devan beranjak pergi dari kelas menuju kantor.

"Lalu bagaimana dengan UN kita? Kita akan bawa apa di SMA nanti jika sekolah ini hancur," ujar Karen.

Seketika hening. Di sela keheningan, Karen menjerit. Sesuatu menarik tubuhnya kebelakang.

"Dhian!! Tarik dia!" sorakku.

Aku menebak kalau Merah marah dengan ucapannya tadi.

Percuma, Adhian tak bisa menariknya menjauh dari kursi itu. Karen sudah terlanjur duduk di kursi itu secara paksa oleh Merah.

"Sial! Aku harus lari!" ujar Karen berlari sekencang mungkin keluar kelas.

Karen tak melihat Merah mengejarnya. Tapi dia yang sangat hati-hati tetap berlari keluar sekolah.

Alangkah terkejutnya dia saat berhadapan dengan seorang lelaki tua yang membawa dua ekor anjing Pitbull. Anjing itu menatapnya, mereka ingin mengejar Karen karena aku berlari. Lelaki tua itu kewalahan mengatasi dua ekor anjing bertubuh besar itu.

Tak lama kemudian, tali yang digenggam lelaki itu lepas. Dengan sekuat tenaga anjing itu mengejar Karen, kupikir dia tak sekedar mengejar Karen dan menggonggong, mereka ingin mencabik-cabik tubuhnya.

Karen kelelahan berlari, dia yang berlari tak beraturan itu tersungkur kedalam semak.

Anjing Pitbull itu langsung menarik tangan dan kakinya. Gigi tajamnya mencabik permukaan kulit tangan dan kakinya secara bersamaan. Darah segar mulai bercucuran. Karen berusaha memukul dua hewan itu, dengan harapan anjing itu akan pergi. Tapi, hewan itu semakin agresif jika dipukulnya.

Gigi tajam dengan mulut penuh liur itu menembus kulitnya hingga ke daging.

Lelaki tua itu kebingungan mencari anjingnya. Dia menjerit-jerit kesakitan, namun tak satupun orang ada di sekitar semak itu.

Karen berusaha merangkak keluar semak, namun tubuhnya tak mampu, tangan dan kakinya hampir habis di gerogoti anjing itu.

Dua anjing itu menarik kakinya yang robek parah itu, dia merasa paha dengan kakinya akan putus. Dua hewan itu menarik kakinya dengan sekuat tenaga. Perlahan-lahan lututnya mulai sobek, Karen berusaha mengusir anjing itu, tapi anjing itu sangat asyik dengan kaki kiri Karen itu.

Anjing itu terpental saat kaki Karen sudah putus sepenuhnya. Yang satunya tak dapat kakinya, tak puas dengan hal itu. Anjing yang tak dapat jatah itu. Menarik tangan kanan Karen yang sudah di koyak tadi. Karen masih menjerit, air matanya tak berhenti-henti mengalir.

Karen terlalu jauh dari sekolah, jadi kami sulit mencarinya.

Ketika tangannya juga putus, Merah muncul di belakang tubuhnya yang tergeletak malang itu. Merah tersenyum puas, lalu dia tertawa terbahak-bahak melihat nasib Karen.

Dan pada akhirnya, Karen kehabisan banyak darah. Jarak helaan nafasnya sangat jauh dan pada akhirnya dia tak bernafas lagi.

Malang sekali.

Merah : Kursi Belakang [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang