"Walaupun lapangan basket kita sedikit becek, tapi setidaknya tak akan membahayakan kita," jelas Bu Ranti.
"Kali ini kita akan ambil nilai passing dan dribling, sesuai urutan absen," sambung beliau.
Aku tak terlalu mahir bermain basket, tapi setidaknya aku telah berlatih dengan baik. Semoga berjaya aku.
Di saat aku melakukan overhead pass, badanku terbawa kebelakang karena bolanya terlalu berat.
"Eits, hati-hati," ujar Adhian dari kejauhan.
Aku telah berhasil melakukan passing dan dribling, meskipun tak ada yang tahu nilai ku berapa.
Akhirnya jam olahraga selesai.
"Baiklah, silahkan ganti baju," ujar Bu Ranti.
Nindy terlihat pincang, kakinya terkilir saat melakukan dribling, karena salah pijak saat terburu-buru.
Dia berjalan di atas genangan air yang lumayan banyak."Akkhh!!!" Nindy menjerit, dia terpeleset.
Tubuhnya mendarat di atas genangan air itu, basah sekali. Aku berusaha mendekati dia, namun Verisa menarik tanganku. Mengajak ganti baju.
Tampak Devan berlari menuju Nindy, menyodorkan tangannya. Nindy hanya menatap wajah Devan, tak merespon pertolongannya.
"Aduh, ayo cepat berdiri, ntar tambah basah," Devan meraih tangan Nindy dan menarik tangannya.
Wajah Nindy memerah.
"Gak apa-apa kan?" Tanya Devan.
"Iya gak apa-apa," balas Nindy sambil menyibakkan rambutnya.
"Mau aku tolong ke kelas? Kaki mu terkilir bukan?" Tawar Devan.
"Haa... Anu... Iya... Boleh," Nindy grogi.
Devan jongkok sambil menghadapkan tangannya kebelakang.
"Eh jangan gendong dah, rangkul aja kali," Nindy tersipu malu.
"Hahaha, iya deh," Devan tertawa melihat Nindy yang semakin malu-malu.
Devan merangkul pundak Nindy, berjalan perlahan menuju kelas.
"Ups, tangga," ujar Devan.
"Yaudah, naik ke punggungku," sambung Devan.
"Kamu yakin? Aku berat loh, ntar kita jatuh bareng di tangga, menggelinding di tiap anak tangga," balas Nindy.
"Jangan meremehkan kekuatan ku,"
"Ya deh, maaf ya ngerepotin,"
Nindy digendong Devan, untung saja tak ada yang lihat. Pasti bakal bahaya, apalagi kalau di lihat adek kelas.
"Dah sampai," ujar Devan sambil menurunkan Nindy perlahan.
"Makasih ya," ujar Nindy.
"Ya,"
"Oh iya, aku mau bilang sesuatu," ujar Nindy.
"Aku..." Nindy memberhentikan kalimatnya sejenak.
"Aku? Jadi duta sampo lain? Hahahaha," sambung Devan membuat Nindy tertawa geli.
"Kamu suka sama aku? Aku juga," Devan langsung bicara seperti itu.
"Haa, i-iya," Nindy menutup mulutnya dengan tangan kanannya.
"Yaudah, ganti baju dulu gih, ntar masuk angin loh," ujar Devan.
"Iya, makasih ya dah nolongin aku,"
"Ya, santuy aja,"
Setelah semuanya ganti baju, kami kembali ke kelas.
Mis Lili datang masuk ke dalam kelas.
"Good morning students," sapanya dengan menyungging senyum.
"Good morning mis, how are you?" Ujar kami serentak.
"I'm fine, thanks," balas Mis Lili ramah.
"Farhan, tolong bagikan buku latihan ini," pinta Mis Lili.
Farhan langsung bangkit dan mengambil tumpukan buku bersampul seragam itu, sampul merah. Dia mulai membagikan tiap bukunya pada pemiliknya.
Di saat membagikan buku Viora yang ada di dekat kursi mengerikan itu, tumpukan bukunya berjatuhan.
Farhan memungutnya satu persatu, dia lengah hingga tak sadar kalau dia sedang duduk di kursi hantu itu untuk merapikan bukunya di atas pahanya.
"Gawat!" Sorak Viora sambil menarik Farhan.
Sekelebat bayangan hitam masuk ke dalam tubuh Farhan.
"Ha ha ha, mari kita saksikan kematian anak ini," suara Farhan terdengar seperti suara Merah.
Semua orang berlari keluar, pintunya tak terkunci seperti biasa.
"Ayo, siapa lagi yang mau menikmati kursi milikku?" Ujar Merah yang merasuki Farhan.
Semuanya berlari menuju lapangan, menjerit ketakutan. Tinggallah aku dan Nindy.
Farhan terlihat seperti melakukan split. Kedua kakinya lurus di atas permukaan lantai. Tak lama kemudian kakinya gemetar, seperti di tarik sesuatu berlawanan arah.
Crassss...
Darah Farhan berserakan, kedua kakinya putus, ditarik paksa oleh Merah.
"Tinggal kepalanya," Merah masih merasuki Farhan yang malang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Merah : Kursi Belakang [Tamat]
HorrorKelas IX⁴ punya banyak kursi, semuanya di pakai siswa untuk belajar. Namun tidak dengan kursi yang ada di sudut belakang kelas, tak ada yang berani duduk di sana. Tak ada yang mampu memindahkan, membuang, menghancurkan, ataupun membakar kursi kayu...