Bab 6

3.2K 413 11
                                    

"Bisakah kau pergi dari sini," ujar Nindy.

"Ha?" Aku heran.

"Maaf, tadi Merah mendekati ku," balasnya.

"Hiii, aku gak mau ikut bicara soal ini," ujar Valentina sambil berlari kecil ke kursinya.

"Aku juga," sahut Verisa.

"Hei, Nindy salam kenal ya, aku Halenza Karennop," ujar Karen, cewek tertomboy di kelas ini bersama segerombolan kelompok sahabatannya.

Yang lainnya juga mengenalkan diri.

"Hai, aku Viora Zahyasa,"

"Kalau aku Renata Seyra,"

"Kalau aku, panggil Kiya aja deh,"

Dan yang lainnya.

"Hehe, baru masuk dah punya banyak temen, salam kenal," balas Nindy saling menjabat tangan mereka.

"Jangan salaman deh, aku maunya tos," ujar Karen saat Nindy ingin menjabat tangannya.

"Biasa, cewek tomboy mah gitu," ujar Renata.

"Huss, terserah gue ya," balas Karen.

"Kalau aku Rena Lara Devita, hehe," sela ku.

"Dah kenal!!!" Sorak mereka semua serentak.

"Hehe, abisnya berantem sih," balasku.

"Jadi, kalian mau berteman dengan Nindy?" Tanyaku.

"Iya, Nindy mau kan ikut ke Squad sahabat kami?" Tawar Kiya.

"Yaps, nanti aku masukin ke grup WhatsApp kami deh," sela Viora.

"Gak bisa dong, Nindy dah jadi sahabat kami," ujar Verisa sambil mendekati kami bersama Valentina.

"Udah... Udah... Berteman itu gak boleh pisah-pisah gitu, sekarang kita gabung, kalau kalian mau," ujar Nindy.

"Hmmm," Karen bergumam sambil memanyunkan mulutnya, lucu banget.

"Ok, sering-sering cerita hantu ya," ujar Renata.

"Jangan!!" Sahut Valentina dan Verisa serentak.

"Halah, cupu," sindir Karen.

"Yaudah deh, netral aja," jawab Nindy.

"Apasih ribut-ribut, kayak emak-emak rebutan obralan," sela Adhian di belakangku.

Sontak, kami semua menatapnya. Hanya aku yang menatap sinis, yang lain menatap dengan perasaan. Ishh.

"Eh, Adhian, sorry ya, kamu gak terganggu kan?" Goda Kiya.

Sontak aku menutup mulutku sambil tertawa geli.

"Ehm, ada yang cemburu tuh," ujar Valentina.

"Siapa juga yang cemburu," balasku.

Mereka tertawa terkekeh-kekeh melihat ekspresi ku yang kata mereka gemesin. Pengen di cubit.

"Shhht," Nindy menyuruh semuanya diam.

"Ada apa?" Tanyaku.

"Wah, kalau soal hantu aku kabur lagi," ujar Verisa.

"Bukan, perutku keroncongan," balas Nindy.

"Oalah!!! Nakut-nakutin aja!" Protes kami semua, terlebih 2 V alias Valentina dan Verisa.

"Hehe, mentang-mentang aku indigo, kalian anggap semuanya berhubungan dengan mahluk astral," balas Nindy.

"Yaudah, ke kantin yuk, aku yang traktir," ajak Viora.

"Weh, boleh tuh," balasku.

Kami membeli beberapa snack dan minuman, tak lama kemudian bel masuk berbunyi.

"Santai aja, gurunya gak langsung masuk kok," ujar Karen.

"Serius tuh?" Tanya Renata cemas.

Ketika kembali ke kelas, tampak kelas tertutup. Karen mengetuk pintu, kemudian Bu Indah membukakan pintu.

"Kalian berdiri lah di luar sampai pelajaran Matematika selesai," ujar Bu Indah.

"Yes," bisik Karen.

Pintu kembali tertutup. Tak lama kemudian Adhian keluar untuk ke toilet.

"Loh?" Adhian keheranan melihat kami yang di hukum.

"Hush! Hush! Pergi sono," balasku jutek.

Adhian pergi sambil tertawa. Tak lama kemudian terdengar jeritan cewek di kelas. Semuanya menggedor-gedor pintu. "Tolong! Tolong!" Sorak mereka.

Sontak kami berusaha membukakan pintu, namun tak bisa terbuka.

"Merah!" Ujar Nindy.

Kami mengintip di jendela, tampak leher Dini di tusuk Merah berkali-kali, mengerikan. Dini menjerit, lama-kelamaan jeritannya habis, tenggorokannya bolong-bolong. Tiba-tiba Adhian datang dan berusaha mendobrak pintu, namun tak ada efek apapun.

Bu Indah berusaha mencari HPnya, ternyata HPnya tertinggal di kantor.

"Viora! Panggil Bu Novi cepat!" Perintah Karen.

Merah : Kursi Belakang [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang