Bab 26

2.3K 294 3
                                    

Kami sangat terpukul atas kematian teman dekat kami. Aku harus segera penuhi permintaan Merah sebelum korban selanjutnya berjatuhan.

Karen sedang di cari para polisi, setelah ditemukan, Karen di urus untuk segera di istirahatkan di tempat terakhirnya.

"Aku harus bakar sekolah ini!" ujarku tegas.

"Kau mau di penjara?" ujar Della yang matanya merah karena banyak menangis, menangisi kepergian Karen.

"Tak akan ada yang akan memasukkanku ke dalam penjara, justru riuhnya tepuk tangan akan mengiringi aksi heroik ku, haha," balasku.

"Udah jangan halu, kita tawar aja si Merah," sela Adhian.

"Tawar apa?" tanya Devan.

"Tawar cara lain, seperti kau tahu, selain menghancurkan sekolah ini," balas Adhian.

"Biar aku yang urus," ujar Nindy.

Nindy mendekati kursi Merah. Di sana dia melihat Merah sedang menatapnya tajam.

"Merah, adakah cara lain selain menghancurkan sekolah ini?" ujar Nindy lirih.

"Ada, yaitu biarkan aku meneror semua sekolah yang ada," balas Merah tersenyum bengis.

"Selain itu?"

"Jangan menawar-nawar lakukan saja kalau tidak ingin mati,"

Nindy tercekat, dia melangkah mundur menuju kami yang sedang berkerumun di depan kelas.

"Bagaimana ini?" ujar Della.

"Harus membakar sekolah ini," ujarku dengan nada yang keras.

"Kamu terlalu berlebihan, kita cari jalan lain," ujar Verisa.

Aku menghela nafas panjang. Teman-teman ku memang keras kepala, haruskah aku menghancurkan sekolah ini tanpa sepengetahuan mereka? Demi semua orang!

"Merah! pergilah kau dari sini!" bentak Della sangat kesal atas kelakuan Merah terhadap Karen.

"Jangan nekat deh," ujar Valentina menarik tangannya.

Della begitu kesal, saking kesalnya dia menendang kursi milik Merah sehingga Merah marah.

Begitu juga dengan Merah, dia sangat kesal diperlakukan seperti itu olehnya, dia menarik Della ke kursinya, lalu mencekik batang leher Della.

Tak hanya itu, Merah merasuki Della lalu memutar kepalanya 360 derajat.
Della menjerit kesakitan, kami tak sanggup mendekatinya. kaki kami terasa lemah, tak sanggup untuk melangkah mendekatinya.

sekali lagi merah memutar kepalanya 360 derajat, sebanyak dua kali. Terdengar jelas dalam lehernya mengeluarkan bunyi yang cukup kuat, terdengar seperti tulang leher yang remuk.

Merah terus memutar-mutar kepala Della, sehingga tak lama kemudian kepalanya putus karena lehernya terus terpilin.

"Najis, baperan," ujar Rivania pada Merah kesal.

"Aku harus segera memanggil Bu Indah," ujar Devan sambil berlari keluar kelas.

Kakiku gemetar tak menyangka kalau lagi-lagi teman kami menjadi korban teror kursi belakang.

Mata Della yang kepalanya sudah berpisah dengan badannya itu membelalak mengerikan. Ingin sekali aku menyudahi semuanya ini tapi semua temanku keras kepala.

"Jangan coba cegah aku untuk menghancurkan sekolah ini, kita harus penuhi permintaan Merah sebelum di antara kalian atau mungkin aku mati," ujarku sambil menatap semua wajah temanku yang ketakutan itu.

"Mungkin saja ketika sekolah ini hancur, Merah akan berpindah ke tempat yang lain," ujar Adhian.

"Tidak akan! Pasti Merah akan tenang ketika dendamnya terbalaskan," balasku.

Bu Indah telah menelepon ambulance agar jasad Della yang menyedihkan itu diurus supaya segera dikebumikan.

Poor Della ...

Merah : Kursi Belakang [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang