Bimbang

262 24 1
                                    

Raka Pov.

Sebenarnya niatku hanya mengerjainya saja, siapa suruh tidak mau keluar dari ruangan ini, ingin rasanya tertawa kencang di hadapannya ketika melihat ekspresi wajahnya saat ini.
Seseorang membuka pintu membuatku menoleh karena memang posisi kami berada di pojok pintu.

"Rak, lo belum balik?" ternyata Rian.

"baru mau balik kok," langsung kututup paksa pintunya.

Aku kembali menoleh ke depan, tapi Kasih tidak ada, kutundukkan kepalaku, ternyata Kasih ada di bawah, Kasih sadar jika sudah tidak ada orang, ia segera mendorong dadaku dan berlari meninggalkanku.

Langsung ku kunci pintu dan menyusulnya, ternyata dia di parkiran, pikirku ia akan marah padaku karena mengerjainya tadi.

Tidak banyak yang kami bicarakan di depan gerbang sekolah, Kasih seolah enggan melihatku, meskipun aku memakaikannya helm, ia masih saja melirik tempat lain.

Jantung Kasih rasanya mau copot, detaknya tak karuan.

"pipi kamu kok merah? Kamu sakit yah?" Raka memegang kedua pipi Kasih dengan kedua tangannya lalu beralih keningnya.

Untuk pertama kalinya, Kasih menampilkan wajah tersipu malu kepadanya. Manis Gemesin. Dua kata yang terlintas di benak Raka. Bola matanya tak lepas dari wajah itu untuk beberapa saat. Dia pun tersenyum kecil tanpa Kasih tau, sadar apa yang dia rasakan.

Tidak ada percakapan di antara mereka selama perjalanan, bahkan Kasih mengubah cara duduknya, yang bisa ia melingkarkan tangannya dipinggang Raka, kini tak ada sentuhan sama sekali, Raka sebenarnya khawatir jika ini akan membuat kedekatan mereka akan menjadi sangat jauh.

"makasih," ucap Kasih setiba di rumahnya, Kasih ingin memutar tubuhnya, tangan Raka terlebih dahulu meraih lengan Kasih.

"kamu marah sama aku?" tanya Raka, Kasih masih menundukkan kepalanya.

Raka memegang dagu Kasih lalu mengangkat wajahnya menatap dirinya.

"kamu jangan marah yah, tadi aku cuman bercanda," lanjut Raka turun dari motornya.

Kasih hanya mengangguk perlahan tanda mengerti.

Raka mendekap tubuh Kasih, kini ia berada dalam pelukannya, Kasih mematung, tidak ada perlawanan darinya, beberapa detik Raka melepaskan pelukannya.

"kamu masuk gih, mau hujan kayaknya," tintah Raka sesekali menatap di atas langit, lagi-lagi Kasih tak bersuara.

Kasih masuk begitu saja, sebenarnya sekarang adalah waktu yang tepat untuk memberitahukan perasaannya pada Kasih, tapi melihat reaksi Kasih barusan, ia Mengurunkan niatnya, ia harus ekstra sabar, karena memang mendapatkan Kasih tidak semudah itu.

Di dalam kamar Raka, ia masih terbayang-bayang oleh wajah Kasih. Baru kali ini ia merasakan sangat ingin memiliki. Raka pernah jatuh cinta sebelumnya tapi rasanya berbeda.

Raka mengacak rambutnya frustrasi, bagaimana bisa ia sekarang sangat rindu pada Kasih sedangkan mereka baru saja bertemu.

"kenapa sih sayang?" tanya Mama Raka di ambang pintu kamarnya.

"hah? Gak kok Ma, ada apa Ma?" balas Raka.

"makan dulu, tadi main nyelonong aja," mama meninggalkan Raka yang masih terduduk di atas ranjang.

"gimana Rak?" Papa Raka membuka pembicaraan di meja makan.

"apanya Pa?" tanya Raka tidak mengerti.

"kuliahnya."

Deg, pertanyaan itu membuat Raka berhenti memasukkan nasi ke dalam mulutnya. Raka sekarang diambang pilihan, jika ia mengikuti keinginan Papanya otomatis ia akan kehilangan Kasih, tapi jika menentang keinginan Papanya demi Kasih, itu sama saja dengan durhaka. Bagaimana jika kedua orangtuanya tau alasan Raka ingin menetap di Indonesia karena Kasih, apa mereka akan menerima Kasih?

A New Piece Of HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang