-Part 45-

6.2K 205 5
                                    

Lenard dan Evan tersentak kaget ketika mendengar keputusan Vernon.

Seketika terdengar suara tepukan tangan keras hingga memenuhi seluruh ruangan. Tampak Paman Hans berjalan mendekat dan kemudian merangkul Vernon dengan akrab.

"Aku bangga dengan keputusanmu Vernon, kalau begitu bagaimana jika sekarang kita pergi menuju meksiko agar dendam segera tertuntaskan?,"

"Vernon, aku tak mengerti maksudmu, Stella adalah wanita yang selama ini berada dipihakmu dan kau sekarang akan membunuhnya juga?!," ujar Lenard sembari tak bisa menyembunyikan kecemasnnya.

Lenard adalah orang yang cukup terkejut atas keputusan Vernon. Bagaimana tidak, Lenard mengetahui jika selama ini Vernon mencintai Stella. Dan ketika mendengar Vernon akan menghabisi Barton dan juga Stella, jelas ia tidak setuju.

Paman Hans kemudian menarik kerah baju milik Lenard secara tiba-tiba. Hingga membuat Lenard hendak tersungkur.

"Dengar Lenard, kau pikir Stella sekarang akan berpihak pada Vernon setelah ia mengetahui jika ia adalah anak kandung Barton?, ia bisa saja berkhianat, dan lebih mencintai ayah kandungnya tersebut karena telah memiliki ikatan darah! Bukankah buah jatuh tak jauh dari pohonnya?,"

"Vernon, pikirkan baik-baik. Bukankah kau sungguh mencintai wanita itu?!, Stella adalah korban orang tuanya, ia tidak bisa disamakan dengan Barton sekalipun ia adalah putrinya," Lenard menelan ludahnya kasar. Ia tak tahu harus menyadarkan Vernon dengan cara apa lagi.

Bugh!!!

Satu bogeman mentah mendarat pada pipi Lenard. Membuat pria itu tersungkur ke arah lantai. Ngilu bercampur nyeri yang Lenard rasakan. Paman Hans benar-benar ingin membuang pikiran Vernon untuk peduli pada wanita itu.

Vernon hanya melihat datar perlakuan Paman Hans pada Lenard. Tak ada niatan dari dalam dirinya untuk membantu.

"Paman Hans benar Lenard, Stella bisa saja berkhianat. Dan dia bukanlah kekasihku lagi, hatiku telah mati padanya ketika mengetahui bahwa Stella adalah darah daging Barton,"

Lenard menatap pasrah pada Vernon yang berdiri tegap dihadapannya. Tak ada gunanya lagi ia berdebat dengan Vernon jika ini merupakan keputusan bulatnya.

New York, beberapa jam sebelumnya.

Bunyi ketukan heels terdengar menggema keseluruh penjuru lobby hotel. Seorang wanita berjalan dengan penuh ketenangan. Walau hatinya tersiksa dengan perasaan yang campur aduk tak karuan. 

Untuk kedua kalinya ia menginjakkan kakinya ke tempat ini. Dengan balutan pakaian yang bisa dibilang cukup seksi. Rok sepan selutut hingga membentuk lekukan pinggulnya, dengan paduan blus berwarna pastel sedikit terawang, membuat tubuhnya yang sekal menjadi perhatian para pria di hotel tersebut. Rambutnya menggantung terurai menutupi telinga yang kini dilengkapi dengan earpiece. Belum lagi polesan make-up tipis disertai kaca mata hitam yang menggantung di hidungnya membuat ia menjadi sorotan.

Siapa yang menyangka wanita ini akan berbuat kriminal pada hotel tersebut. Sebuah kejahatan yang bahkan tak pernah ia lakukan seumur hidupnya.

Sungguh Stella ingin kabur dari cengkraman pria itu, namun keinginannya harus pupus. Percuma saja, anak buah Barton saat ini tengah mengawasinya yang ia tidak tahu posisinya berada dimana. Belum lagi Barton menyuruh Jamie mengimplankan sesuatu kedalam jaringan kulit miliknya, yang ia yakini sebagai alat pelacak.

Dengan perasaan sedikit bergetar ketika ia mencoba mengingat siapa pemiliki hotel tersebut. Ia kemudian mencoba menenangkan pikiran dan napasnya ketika sampai pada meja resepsionis.

"Keberhasilan misi ini berada ditanganmu, jadi cobalah untuk tidak mencolok" ujar Barton yang terdengar melalui earpiece yang dikenakan Stella.

A Man From HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang