Vernon mematung diam. Matanya menghunus tajam ke arah Stella. Kedua orang itu sukses menatap dengan saling mengunci. Seolah waktu berhenti berputar dengan sesaat.
Hati Vernon merasa teriris melihat keadaan Stella yang berantakan. Sungguh ia kini ingin menghamburkan pelukan hangat pada wanita itu, merengkuh tubuhnya, dan melenyapkan semua kerinduannya selama ini.
Pandangannya kini beralih pada seseorang yang tengah menodongkan pistol kearah kepala Stella. Mata gelapnya menyiratkan sorot mematikan.
Seketika tawa nyaring memenuhi seluruh penjuru ruangan dek kapal tersebut. Barton terlihat seperti orang gila yang tamak akan harta.
"Bagaimana Vernon? Bagaimana rasanya ketika wanitamu berkhianat? Bagaimana ketika seluruh kekayaanmu musnah? Bagaimana?!," Barton terkekeh.
"Aku ingin kau merasakan suatu kesakitan dan penderitaan yang dulu pernah aku rasakan, ditinggalkan orang terkasih, dan Anthony itu! Ingin sekali aku meremukkannya dengan tanganku, namun kau terlebih dahulu membunuhnya. Kau tahu, bertahun-tahun aku menunggu momen ini, dan sekarang hartaku telah kembali!" Barton tertawa lepas, tampak puas.
"Sekarang, tinggal bagaimana aku melenyapkanmu dan juga wanita sialan ini!,"
"Sebelum kau membunuhku, aku akan memenggal kepalamu terlebih dahulu,"
"Cukup terkesan, tapi benarkah kau dengan mudah akan mewujudkan rencanamu itu?. Biar kujelaskan, kau membutuhkan waktu beberapa detik untuk memenggal kepalaku, sedangkan aku, hanya dengan satu peluru untuk melenyapkan semuanya, ketika aku menekan pistol ini, maka kau akan kehilangan wanita yang kau cintai untuk selama-lamanya. Tapi tidak masalah, kau adalah orang yang hidup dengan aturanmu sendiri maka kau bebas melakukan hal apapun. Tapi jangan harapkan hal itu ketika bersamaku. Jika kau ingin menyelamatkan wanita ini, maka lucutilah semua senjatamu tanpa terkecuali, aku akan mempertimbangkan agar diriku tak menembak wanita ini,"
Stella yang kini tengah menangis terisak mencoba untuk mengisyaratkan penolakan pada Vernon. Gelengan kepala yang ditampilkan oleh Stella, bertujuan untuk melarang Vernon mengikuti permintaan Barton.
Vernon masih diam tak bergeming. Ia masih dalam posisi menyorot dengan mematikan.
"Apa ada kata terakhir untuk priamu ini?," tanya Barton tak sabaran karena tak ada tanggapan dari Vernon. Hingga Barton semakin mengeratkan senapannya pada kepala Stella.
"Baik! Aku akan melakukannya," tegas Vernon.
"Vernon jangan lakukan!," teriak Stella.
Vernon memahami perasaan Stella. Wanita itu pasti berpikir jika ia melepaskan semua senjatanya, kemungkinan besar dia yang akan mati. Mengingat Vernon tanpa senjata untuk melawan Barton. Tapi apakah benar persepsi Stella itu?
Bahkan Vernon mampu membunuh banyak orang tanpa bermodalkan senjata satupun.
Vernon mulai melucuti senjata miliknya satu per satu. Dimulai dari pisau belati, serta 3 pistol miliknya yang mempunyai kelebihan berbeda-beda. Saat semua senjata Vernon sudah ia letakkan di lantai kapal, Barton tiba-tiba mengarahkan pistolnya pada Vernon.
Dengan sigap Vernon langsung mengambil pistolnya kembali dan menembakkan satu peluru. Selongsong peluru itu menembus kulit kaki Barton. Melihat hal itu membuat Stella menjerit terkejut.
"Akhhhhhhh!" Pria itu tersungkur dengan darah mengalir membasahi betisnya. Seketika rasa panas hadir begitu saja tak kala satu peluru bersarang ditubuhnya.
Hingga rengkuhan Barton pada Stella mulai mengendur terlepas. Stella segera berlari menghampiri Vernon yang berdiri tak jauh dari dirinya.
Dengan tangan bergetar Stella kemudian mengenggam tangan Vernon pelan. Sembari terisak ia mencoba untuk mengatakan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Man From Hell
RomanceMATURE CONTENT!!! Vernon Dwayne Frences pria berusia 29 tahun ditakuti semua orang didunia underground. Siapa yang tidak mengenalnya, karena kelihaian dalam menggunakan pistol serta ketelitian dalam melancarkan seluruh aksinya menjadikan dia sebagai...