[ 16 ] HALU!

79 6 0
                                    


     "Hanif siapa? mmm..Hanif yang temennya kakakmu?"

     "I- iya" Ucap Alysa mengusap tengkuk lehernya.

     "Loh. Acaranya kan cuma dihadiri sama keluarga terdekat kita aja, emangnya kamu mau Kak Hanif datang juga?" Tanya mama Alysa.

   "Datang? Ke acara apa?"

   "Kamu lupa apa pura- pura lupa! Hari ini kamu kan mau nikah." Potong Pak Rahmad, papa Alysa yang tiba- tiba saja sudah berdiri di ambang pintu.

    "B-bukannya udah ya?" Cetus Alysa.

    "Apanya yang udah!? cepet siap- siap, jam delapan calon mertuamu datang!"

    "Hah!? T- tapi pa."

    "Gak ada tapi tapian! kamu dulu bilang kan kalo kamu setuju, sekarang gak ada waktu buat cari alasan, cepet siap- siap banyak yg nunggu kamu dibawah."

     "Jadi..kemarin cuma mimpi!? stop!!! tenangkan dirimu Alysa. Jangan halu." Batin Alysa.

    "Satu lagi, papa minta kali ini jangan buat papa kecewa sama kamu!" Pinta Pak Rahmad lalu bergegas pergi meninggalkan kamar Alysa bersama Bu Ratna.

    ___

     Tak seramai yang Alysa pikirkan, dia baru sadar jika dia masih sekolah, tidak mungkin jika menggelar pesta besar-besaran seperti impiannya. Gadis itu menuruni tangga dengan langkah anggun, ditemani dengan mamanya, orang- orang yang hadir disana menatapnya dan beberapa orang terdengar memujinya dengan make-up flawless nya.

     Gadis itu menyebarkan pandangan ke seluruh ruangan. Seseorang yang membuatnya tak bisa tidur semalam ternyata belum datang.

    "Siapa dia?" Pikir Alysa tanpa mengetahui objek yang ditanya nya.

    Bu Ratna tak mengantar Alysa ke depan meja akad, melainkan membawa nya ke ruang keluarga, mungkin karena belum ijab qobul atau mungkin takut Alysa akan kabur setelah mengetahui siapa laki- laki yang akan menikah dengannya.

     Di sisi lain terlihat dua mobil memasuki halaman rumah Alysa yang tak begitu luas. Saat Alysa berjalan mendekati jendela, mamanya menarik tangannya dan mengajaknya duduk di sofa.

🌸🌸🌸

     "Ma pengen liat!" Ucapku menunjuk ke luar jendela.

     "Nanti aja Ca." Ucap mama menarikku dan mendudukan ku di sofa.

     Aku mengamati kembali gaun yang kupakai, ternyata sederhana, sangat sederhana, semua ini berbanding terbalik dengan impianku yang ingin mengenakan ball gown, juga dekorasi pernikahan yang indah, dan yang pasti menikah dengan seseorang yang kusukai, sedangkan sampai saat ini aku pun tidak tau dengan siapa aku akan menikah.

     So...just yielding to God's will !

     Laki- laki itu dan keluarganya memasuki rumah, selanjutnya laki- laki berjas hitam itu duduk di hadapan penghulu. Dan kakak menjadi  wali. Aku mengintipnya dari sekat yang terbuat dari anyaman, sekat yang memisahkan antara ruang tamu dan ruang keluarga. Tetap saja aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena tertutup beberapa orang yang ingin mengabadikan momen akad ini.  Tapi yang jelas dia tidak seperti apa yang kakak deskripsikan kemarin malam.

     Akad nikah dimulai, perasaanku tak karuan, mungkin karena ini momen yang sakral dan hanya dilakukan sekali seumur hidup atau bisa disebut ikrar sehidup semati. Laki- laki itu melakukan proses ini dengan sangat lancar tanpa pengulangan, pasti dia sudah berlatih sebelumnya.

     "SAH?" Tanya penghulu disusul gemuruh suara sah memenuhi ruang tamu, karena pernikahan ini hanya sah dimata agama selanjutnya tidak ada proses penanda tanganan surat nikah atau apapun itu.

    Ya...pernikahanku tidak tercatat di KUA karena umurku yang belum mencukupi untuk melangsungkan pernikahan.

     Mama mengantarku ke arah laki- laki itu. Cemas, gugup, semua menjadi satu, jantungku rasanya berdetak diatas normal. Langkahku semakin dekat dengan laki- laki itu, seperti tak asing.

     Setelah jarak kami berkisar satu meter, aku menganga, ingin berkata tapi tidak bisa mengeluarkan kata- kata apapun. Saat ini aku ingin memblokir pemikiranku tentang pernikahan sehidup semati. Sehidup semati?dengan dia? bahkan hidup sehari dengannya pun aku tidak bisa membayangkannya.

    "Sekarang proses pemasangan cincin." Ucap wanita seumuran mama.

     Dia lagi, laki- laki yang dulu dijodohkan denganku. Febri Ilham Ifantrie, kakak osis jutek yang sibuk dengan dunianya sendiri. Aku tak habis pikir bagaimana bisa orang semodern kak ilham mau dijodoh- jodohkan, dengan pikiran setengah sadar ternyata aku yang pertama memasangkan cincin.

   
     "Sst..tangan!" Bisik Kak Ilham.

     "Shh! Sakit tau! ngapain sih narik- narik tangan segala!?" Ucapku merendahkan nada suaraku.

     "Gitu aja sakit, itu baru pemanasan, Liat aja nanti!"

     "Gak jelas banget sih ni orang!" Gerutuku dalam hati.

     13.25

     "Alhamdulillah, acara nya berjalan lancar dan sesuai dengan harapan kita semua." Ucap Papa.

    "Harapan kita? papa aja kali, aku enggak!" Batinku.

    "Iya pak, akhirnya putra bungsu saya bisa nikah sama Alysa, udah pinter, cantik lagi. Siapa tau Ilham bisa ketularan pinter." Sahut Bu Shasa, disambut dengan ekspresi Kak Ilham yang tiba- tiba berubah.

    "Kalau begitu Pak Rahmad, Bu Ratna, kami sekeluarga mau pamit, Alysa...kamu kemas barang- barang yang mau kamu bawa, kita pulang." Pinta Pak Doni.

    "Kita?" Batinku.

    Aku menoleh kearah mama, dan mama menganggukan kepalanya.

🌿🌿🌿🌿🌿

Alysa: "Kalean nggak mau ngucapin samawa ke aku?"

Ilham: "Lo mau hidup samawa sama gue?"

ALYSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang