[ 34 ] Bukan Untukku

34 4 0
                                    

🌸🌸🌸


      Sudah.

     Terbongkar sudah.

     Tapi apalah daya, kami berdua bukan seorang aktor. Apalagi ditambah Kayra yang bercerita dengan polosnya tentang pernikahanku dengan Kak Ilham kemarin malam. Entah sejak kapan gadis kecil itu terbangun. Bukan itu saja, Kayra juga memperlihatkan album foto pernikahanku. Jika saja  papa tidak menyuruhku untuk menyimpan itu dengan baik, sudah pasti album itu  berada di tempat pembuangan akhir.

     Saat aku melangkahkan kaki memasuki kelas. Ruangan ini mendadak menjadi horor. Semua yang ada di kelas menatap tajam kearahku. Apalagi si Bella, hanya terlihat dendam di bola matanya.

   "Ka-kalian kenap-- ."

   Belum usai aku bertanya. Bella menghampiriku dan mencekal lenganku dengan kasar.

   "Dasar murahan!" Cetusnya.

   Aku menatap ketiga temanku, berharap mereka tidak menyebarkan soal kemarin malam.

    "Gu-gue nggak ngerti." Ucapku, dan masih menatap kearah ketiga temanku.
    
    "Liat aja nanti, Bella bakal rebut Kak Ilham dari lo." Timpal teman Bella yang asik memainkan rambut pirangnya.

    "Sekarang silakan lo jadi pacarnya, tapi gue yang akan jadi istrinya!" Bisik Bella.

     Aku menatap Bella tak percaya, Sudah sejauh itu pemikirannya, Padahal kita masih kelas sepuluh. Kemudian aku menarik napas lega, setidaknya teman- temanku mampu menyembunyikan rahasia ini.

     "bodoamat!" Ucapku.

     Aku melengos pergi ke tempat dudukku. Ketiga temanku menyambut dengan senyuman jahil mereka.

    Naila menggeser kursinya mendekat, "Gimana rasanya?"

    "Rasa apa?" Tanyaku polos.

    Kini Mila dan Vira ikut mendekat kearahku. Aku mengernyit, tidak tau apa yang mereka lakukan. Vira yang menatap aku sedang kebingungan malah menepuk jidatnya sendiri.

     "Gimana rasanya? Kan lo udah nikah." Bisik Vira.

    Aku mengambil bawang bombay dan melemparkan kearah ketiga temanku bergantian.

    "aww, sakit tau!" Jerit mereka bertiga serempak.

   ---

    Hari ini adalah hari yang paling tidak aku sukai. Tapi bukan harinya, melainkan pelajarannya. Seusai pelajaran Olahraga dan Matematika, pelajaran selanjutnya kami harus berdagang menawarkan produk kami ke seluruh ruangan di sekolah ini.

    Aku berkelompok dengan Kafka, dan Naila. Kali ini kami membuat Onion ring. Ya... seperti yang mungkin kalian ketahui, bawang bombay yang kulemparkan kearah ketiga temanku tadi pagi adalah bahan utama kelompok kami.

     Di pelajaran ini rasa tidak terlalu dipersoalkan, yang terpenting adalah bagaimana cara menjual produk snack kami hingga tidak menyisakan satu bungkus pun.

    Tidak kehabisan akal, kami bertiga akan membeli produk kami sendiri jika masih tersisa. Itu selalu kami lakukan agar mendapat nilai terbaik.

     "Kita berpencar aja gimana? biar cepet habisnya." Ucap Naila sambil memasukkan saos kedalam bungkus plastik terakhir.

    Aku dan Kafka menganggukan kepala tanda setuju.

    "Lo ke kelas sepuluh, terus lo ke kelas sebelas, dan gue ke kelas dua belas, Gimana?" Tanya Kafka sambil menunjuk kearah Naila dan kearahku bergantian.

     Kali ini aku dan Naila yang menganggukan kepala. Aku kembali memikirkan apa yang diucapkan Kafka.
'Ke kelas sebelas?'


   "Gue ke kelas dua belas aja." Cetusku.

    Kafka menggeleng kepalanya dengan cepat. "Gue aja. Soalnya sekalian mau bayar utang."

   "busettt lo utang ke kakak kelas?" Tanya Naila yang dibalas cengiran oleh Kafka.

     "Kalo gitu gue ke kelas sepuluh aja." Cetusku sekali lagi.

     Sama seperti Kafka, Naila juga menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Nggak! gue aja. Sekalian mau ketemu sama sepupu gue."

    Aku menatap datar kearah mereka berdua dan melepas apron yang kupakai.

   🌿🌿🌿🌿🌿

  

   
  
   

   

    

    
    


    

 

  

   

ALYSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang