[ 23 ] IMPAS

66 3 0
                                    

🌸🌸🌸

    Hujan kemarin malam meninggalkan sejumlah embun di sekitar tempat ini. Langit gelap sudah berganti menjadi biru. Aku mengerjapkan mataku sesekali menyesuaikan cahaya disekitarku. Aku menoleh kearah samping. Laki- laki itu masih lelap dalam tidurnya. Bibirnya sedikit memamerkan senyuman, Mungkin dia sedang bermimpi.

    Aku menoleh kearah lain. Sekerumunan siswa berseragam osis-mpk warna biru navy berkumpul di sekitar panggung, aku bisa melihat dari tempat ini meskipun samar- samar. Aku kembali menoleh kearah Kak Ilham. Kemarin malam kami tidur di mobil ini, berharap tidak ada yang tau itu. Kak Ilham kembali tersenyum dalam tidurnya, kali ini senyumnya sedikit aneh, tak lama wajahnya kembali tenang.

    "Kalo diem gini padahal cakepnya keliatan, gak bikin emo--- ."

    "Apa?!" Matanya terbuka lebar-lebar, entah sejak kapan dia bangun. Aku merogoh sesuatu di dashboard, mencoba bersikap biasa saja.

    "Emang gue bilang apa?" Tanyaku sambil melahap roti.

    Dia keluar dari mobil tanpa menjawab pertanyaanku.
   
    Setelah beberapa langkah dia menjauh dari mobilnya, Kak Ilham mengunci pintu mobil ini dari luar, untung saja mobil ini bukan mobil automatic . Alhasil aku masih bisa keluar dari mobil ini sendiri.

    "Tuh kan kumat lagi." Gumamku.

    Kemudian aku melangkahkan kaki ke kerumunan teman- temanku yang sibuk membongkar tenda dan mengemasi barang- barangnya.

     "Gimana Ca? udah baikan?"  Tanya Naila.

    "Iya Nai, cuma pusing dikit." Jawabku.

    "Beruntung banget sih lo Ca, tau nggak? Kak Febri itu romantis banget." Kata Naila menekankan kata romantis.

    "Ilham. Bukan Febri." Jelasku.

    "Terserah lo lah Ca manggil dia siapa. Yang jelas, kak Ilham romantis . Bayangin aja deh, Jas hujannya dikasih ke lo terus dia rela kehujanan, jaketnya pasti juga basah buat nutupin muka lo kemarin." Cetus Naila.

    "Itu mah tolol bukan romantis, kalo gue sih ogah." Batinku.

    "Kenapa gak gue aja sih Ca yang sakit."  Lanjut Naila, dan mendapat hadiah jitakan dariku.

    "Gila lu Nai." Ucapku.

    "Oh iya tadi gue sama Naila ke ruang panitia tapi lo gak ada, yaudah kita balik kesini lagi, tadinya kita mau nganterin tas punya lo." Ucap Alviana, menyadari aku sedang mencari tas punggungku.

    "Makasih, gue emang gak keruang panitia guys." Ucapku sambil membantu melepas tali tenda.

    "Ha!?"

    "M-maksudnya, tadi gue udah nggak di ruang panitia. Mungkin waktu kalian nyamperin, gue lagi ke... ke--- ."

    "Kemana?" Tanya Naila dan Alviana bersamaan.

    "G- gue ke.. Ke--- ."

   "Kenapa belum ganti? Lima menit lagi kita akan makan bersama." Ujar Kak Shalsa yang tiba- tiba berada di sebelahku.

    "i- iya kak, ini mau ganti tadi masih antri." Bualku.

    Kak Shalsa menjadi penyelamatku hari ini.

    Setelah menyesuaikan seragamku dengan yang lain selanjutnya menempatkan diriku dan bergabung dengan yang lain.

    Tiga malam di tempat ini cukup mengesankan. Aku mengamati seluruh tempat ini sejauh jangkauan yang bisa mataku pandang. Camping terbaik dalam hidupku, disini aku bisa menunjukkan bakat yang terpendam, memenangkan lomba, mendapat trophy, hadiah , si Muktar yang memperlihatkan sedikit sikap baiknya dan... Kak Hanif yang ingin menyampaikan sesuatu waktu itu.

     "Tapi apa ya?" Batinku.

    Mataku langsung mencari- cari keberadaan Kak Hanif, ternyata dia juga sedang menatapku.

     "Apa jangan- jangan? Jangan ge-er dulu Alysa, masa iya Kak Hanif suka sama aku." Aku mengatur napas agar jantung ini bisa berdetak dengan baik.

    "Jangan natap kayak gitu dong pliss!" Pintaku dalam Hati. Sebelum terlihat bodoh lebih jauh, aku mengalihkan pandangan ke makanan yang sudah berada di depanku.

🌸🌸🌸

    "uhukk uhukk."

    "Kebanyakan gaya sih, sok- sok an mau jaga gue segala, jaga diri sendiri aja gak bisa. Kemarin lu cuma mau cari perhatian ke temen-btemen gue kan?" Tanyaku tanpa meminta jawaban.

    "Makanya kalo gak ikhlas gak usah dipaksain." Ucapku.

    "Lu bisa diem gak sih? makin pusing kepala gue, hachimm..... Gara-bgara lu juga gue ujan- ujanan."

    "Lagian siapa suruh ujan- ujanan." Ucapku sambil menyodorkan sekotak tissue.

    "Asal lu tau, gue diancem sama mama. Kalo gue gak jagain lo, semua fasilitas gue dirumah ini bakal dicabut. Sebenernya nih ya, jangankan sakit meskipun lo mati, gue juga nggak peduli. Hachim...."

    "Nih minum obat ! Jangan sampai lu mati duluan. Udah tau Sakit masih aja doain orang cepet mati." Ucapku.

    "Ini obat gue minum aman nggak?" Tanyanya.

    "Udah minum aja! Siapa tau nanti overdosis, apasih yang enggak buat suami gue." Bualku dengan nada sedikit kubuat-buat.

    "Gak lucu." Ucapnya.

    Aku mengingat kembali jawaban kak Ilham saat aku bertanya tentang roti di mobil waktu itu.
    "Impas." Kataku dalam hati. Aku tersenyum puas karena bisa membalasnya.

🌿🌿🌿🌿🌿

Apa yang kira-kira terjadi selanjutnya?

Haha

ALYSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang