4 - Perasaan Bersalah

6.8K 548 18
                                    

Setelah menjemput Rizky, Tyo pun mengendarai motornya untuk pulang. Tetapi sebelum pulang ia tak lupa mampir ke Minimarket untuk membeli beberapa cemilan dan juga minuman segar.

Rizky sempat menolak karena ia tak ingin makan banyak apalagi telah memasuki waktu malam, tetapi melihat sikap Tyo yang menurutnya sedikit memaksa, mau tak mau Rizky mengiyakan saja.

Bukan hanya itu saja, Tyo pun mampir ke sebuah penjual Martabak yang memang berada di depan Minimarket tersebut.

"Tyo, kamu beli ini untuk siapa? Orang rumah?" Tanya Rizky yang duduk di samping Tyo.

"Ya untuk kamu lah, masa aku bawa tamu tapi gak ada apa-apa."

"Tapi ini udah banyak banget Tyo.." Tunjuk Rizky kearah kantong kresek penuh yang ia bawa. Semua itu adalah jajanan yang di belikan oleh Tyo, dan ia berkata itu untuk dirinya. Semuanya. "Aku mana abis makan sebanyak ini."

Tyo menatap Rizky, entah Tyo yang merasa Rizky berbicara dengan nada merajuk dan terkesan seperti anak kecil yang marah dengan abangnya. Membuat Tyo tersenyum lucu dan geli.

Rizky mengerutkan keningnya, bingung.

"Kenapa kamu senyum?"

"Gak papa. Ternyata sifat kamu kek anak kecil ya, ambekan."

"Hah? Siapa yang ngambek? Aku? Enak aja!" Rizky jelas tidak terima jika dirinya di samakan seperti anak kecil. Dan apa yang dibilang Tyo tadi, ambekan? Tentu itu bukan ambekan, Rizky kesal karena Tyo membeli makanan sangat banyak.

Usai membeli martabak Coklat Keju-yang tidak disangka yaitu rasa Martabak kesukaan mereka, baik Tyo maupun Rizky.

Jodoh, uh..

Beberapa menit kemudian mereka sampai tempat tujuan, Rumah Tyo.

Rumah Tyo tidaklah jauh dengan pasar yang selalu ia datangi jika berbelanja dengan Ibunya, dan harus memasuki sebuah gang. Rumah Tyo tidak begitu besar namun terlihat layak di tempatkan. Tyo hanyalah seorang anak biasa yang tinggal bersama Nenek dan Kakeknya. Orang tuanya sendiri berada di Desa yang jauh, jadi ia memilih tinggal disini bersama Nenek dan Kakeknya.

"Ini kamar aku, maaf kalo masih berantakan."

Rizky menatap sekeliling kamar Tyo. Bukannya Rizky ingin menjelek-jelekkan kamar Tyo, tetapi apa benar ini disebut kamar? Kamarnya sangat kecil dan terdapat sebuah lemari yang besar, tidak sesuai dengan ukuran kamar ini.

Kasurnya sendiri hanya single bed yang berada di lantai. Juga terdapat kipas angin yang mungkin sudah setengah eror.

"Emmm, ini kamar kamu Tyo?" Tanya Rizky memastikan, bahkan suaranya sangat pelan karena tidak mau membuat Tyo merasa tersinggung.

"Iya, ini masih mending. Kemarin udah kayak kapal pecah, berantakan banget. Tapi ya gimana lagi, namanya juga numpang rumah Nenek."

Rizky sedikit merasa iba, karena kamar ini benar-benar bukan di kategorikan sebagai kamar. Apakah Nenek dan Kakeknya tidak memiliki ruangan lagi selain ini.

Sedangkan Tyo sudah merasa bersyukur memiliki kamar, yang pasti ia bisa tidur dan berteduh. Tyo bukanlah tipe pemilih, Tyo hanya iya-iya saja jika itu masih layak pakai dan masih bisa digunakan.

"Kalo nggak, lemari kamu ini ganti aja sama lemari yang kecilan dikit, biar sedikit luas."

"Ya, mau ganti juga uang dari mana. Syukur-syukur masih bisa di pakek Ki."

Rizky menyerah, ia tidak mau memperkeruh suasana menjadi melow. Ia merasa sedih karena Tyo tinggal di kamar yang sumpek dan sangat kecil ini.

"Udah, kok kamu yang sedih? 'Kan aku juga yang tidur sini."

LUPA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang