11.

2.4K 293 160
                                    

"Ini ponsel baru untukmu." Minho meletakan ponsel keluaran terbaru yang baru ia beli diatas meja, ternyata selain diruang tengah, kamar Jiyeon juga berantakan luar biasa dengan pecahan barang dan potongan rambutnya.

Jiyeon cantik tentu saja, tapi ia merasa sangat menyayangkan rambut indah itu dipotong seperti itu.

Jiyeon melirik ponsel itu dan mengambilnya perlahan.

"terimakasih."

Jiyeon terlihat baik-baik saja sekarang dengan wajah tidak berekspresi yang biasa ia tunjukan namun dia mulai merasakan rasa khawatir. Bukan hal yang ingin ia rasakan terhadap Park Jiyeon, tapi ini benar-benar terasa ganjil.

"Kau akan kedatangan tamu hari ini." ucap Minho basa-basi.

ia bersumpah melihat tubuh perempuan itu tersentak terkejut dan kemudian Jiyeon yang awalnya memegang ponsel barunya kini memeluk tubuhnya. Dia terlihat gelisah.

"siapa?"

"seorang psikiater."

Jiyeon terlihat lebih tenang walaupun ia juga terlihat tidak nyaman.

"siapa yang membutuhkan psikiater?"

"kau."

Jiyeon terkekeh sambil menatap Minho seolah Minho gila.

"aku tidak gila?" ucapnya sambil menekan setiap katanya.

"Kau memang tidak gila tapi kau bisa saja melukai dirimu lebih dalam dibandingkan kemarin."

"aku hanya melempar ponselku karena marah, hal yang normal terjadi saat kau marah akan sesuatu. dan aku tidak sengaja menginjak pecahannya." ucap Jiyeon membela diri seolah keberatan dengan pilihan Minho.

"rambutmu."

"Tidak ada yang salah denganku yang memotong rambutku."

"kau membanting semua barang dikamarmu." ucap Minho lagi.

"aku marah, dan tempramenku memang buruk sekali." jawab Jiyeon sambil kembali meraih ponsel barunya dan memutar benda itu dengan malas.

"Aku tidak ingin bertemu siapapun." ucap Jiyeon dengan serius. Dia menatap Minho dengan yakin.

"aku tidak mengalami gangguan mental dan aku tidak butuh psikiater." ucap Jiyeon lalu dengan berjalan meloncat dengan kakinya yang tidak luka. Dia bahkan tidak ingin meminta bantuan Minho untuk menggendongnya.

Minho bangkit berdiri dan dengan mudah menggendong tubuh Jiyeon.

"Turunkan aku!"

"kakimu sakit Park Jiyeon." ucap Minho sambil menghela napas dan kemudian membaringkan Jiyeon diatas kasur yeoja itu.

"seolah kau perduli saja padaku."

"aku perduli padamu, aku benci mengakuinya tapi kau manusia."ucap Minho dan menuangkan air keatas gelas lalu mengulurkannya kearah Jiyeon.

"minum obatmu."

Jiyeon menatap gelas itu dengan tatapan seperti bahwa pria di depannya sudah kehilangan kewarasan.

"aku serius tentang hal itu, aku tidak mau menemui psikiater Choi Minho." ucap Jiyeon.

"kenapa? kau punya pengalaman buruk?"

"tidak tapi aku tidak suka kau mulai menganggapku gila. aku tidak gila."

"ya aku tahu tapi kau mungkin depresi oleh sesuatu." ucap Minho. Ia kemudian menatap Jiyeon dengan serius.

"katakan padaku, apakah ada yang mengganggumu belakangan ini?"

"tidak." jawab Jiyeon dengan yakin.

"Kau tahu aku bisa membantumu Park Jiyeon, kau sekarang simpananku. Kau hanya perlu meminta padaku dan aku akan membantumu."

SinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang