Tient à Cœur - 22 - FIN

24.6K 2.1K 284
                                    

Repub tanpa edit 29/9/20
23/6/21


"Bok! Kenapa eik balik ke sindang lagi sih?!" Gerutu Esa ketika Malika membukakan pintu untuknya. Pria kemayu itu menarik koper berukuran besar dengan susah payah kemudian memasukkannya ke dalam kamar tempat dia tidur dulu. Tidak lama dia keluar lalu mengambil botol minuman dari dapur.

Malika mengabaikan protes teman sekalogus asistennya itu. Dia memilih duduk di sofa dan menonton Narendra di TV.

"Eh Lady Boss, jengong nonton laksa itu lagi dong! Nanti yei minta yang aneh-aneh." Esa langsung berusaha merebut remot TV dari tangan Malika tapi gagal karena wanita itu menarik tangannya dengan gesit.

"Apa sih, Sa? Lo dapet bahasa baru dari mana coba?" Kernyit Malika. Tidak biasanya Esa menggunakan bahasa inggris.

"Biar keren gitu. Setop TVnya. Eik ogah ribet ngidam yei lagi."

"Gak ribet. Kalau mau nanti gue kontak Narennya langsung."

"He? Yei punya kontaknya dari mana?"

"Dari Satria. Narendra sepupunya Satria. Kemarin juga gue diajak makan di rumahnya. Narendra yang masakin." Jawab Malika santai dan itu membuat Esa memekik hingga dia harus menutup kupingnya.

Hening sejenak, Malika tahu Esa memerlukan waktu untuk berpikir jika mengenai pria tampan yamg berkumpul menjadi satu.

"Yei bilang apose?! Dua laksa yang tamvan dan rupawan itu sepupuan?!!!!" Pekik Esa, matanya melotot dan mulutnya menganga dengan berlebihan.

"Jangan lebay." Desis Malika.

"Tinta, Nek. Tinta bisa eik tenang kalau gini." Dia mengibas-ngibaskan kedua tangannya ke muka seakan hal itu dapat membantunya merasa tenang. "Dan yei gak ngajak eik ke sana?! Bos macam apose anda itu!" Lirik Esa tajam, Malika memutar bola matanya dengan jengah.

"Lo kan kemarin lagi sibuk ngamar sama si Panu."

"Panu? Namanya Beno, Malika si Kedelai yang Tidak Kusayang Lagi!"

"Ya, itu pokoknya."

"Eik bakalan langsung terbang ke tempat yei kalau eik tahu ada Satria dan Narendra dalam satu tempat! Tangan pegel karena kentang gak masalah deh malemnya." Seru Esa dengan berapi-api. Dia benar-benar tidak terima ditinggalkan oleh Malika.

Malika memukul kepala wanita kaleng itu dengan bantal. "Mulutnya, Sa. Ada anak gue."

"Oops, maafin aunty ya Pickle." Esa mengelus perut Malika sesaat kemudian memandang wanita itu dengan serius. "Kenapose sih eik mesti balik sindang lagi? Satria gak memuaskan?"

"Gue gak mau deket dia."

"Masa? Eik sempet nanya yei sama dese, dese bilang yei tinta muntah."

"Modus banget sih, Sa, nanyain gue ke dia!"

Esa mengedipkan matanya berkali-kali dengan centil, "Eik tinta mungkin melewatkan kesempatan. Lalu?"

"Gak apa-apa. Gak pengen aja."

"Bok, eik paling kesel deh kalau pere udin bilang 'gak apa-apa' karena itu artinya ada apa-apa tapi yei para pere maunya dimengerti tanpa menceritakan."

Malika menoyor kepala Esa, "Sok tahu."

"Eik sebagai calon pere paham betul. Jadi, ada apose sih?"

Malika kelihatan ragu kemudian dia memutuskan untuk tidak menceritakan apa yang membuatnya kalut. Esa yang sadar akan hal itu mendesah, "Rencana yei apose? Satria bakalan kenal anak kalian tinta?"

"Enggak?"

"Yei gilingan, yes. Misahin anak dari bapaknya gitu."

"Dia...dia cuma mau manfaatin gue." Cicitnya.

"Ha? Yei bilang apose?"

"Dia mau manfaatin gue, Esa."

Esa melirik Malika dari atas ke bawah lalu kembali lagi ke atas, "Itu laksa mau manfaatin apose? Yei serdadu* merekah*, pendekar*, duta? Dese lebih kaya keleus dibanding yei."

"Sumpah ya, Sa, kalau gue lagi gak hamil lo udah gue bejek." Malika melarikan tangannya ke leher Esa lalu mencekik pria kemayu itu dengan pelan, Esa berpura-pura kehabisan napas dan memukul sofa layaknya kode menyerah saat tinju.

"Atut. Emangnya dese mau manfaatin apa sih? Kalau yei gak mau cerita ke eik, ya tanya langsung ke dese lah, Nek."

Malika sekali lagi tampak ragu, apa yang dia pikirkan sudah ada diujung lidahnya dan dia memutuskan untuk mengucapkannya pada Esa. Dia perlu teman bercerita dan Esa satu-satunya manusia yang bisa dia ajak bercerita saat ini.

"Dia...dia gay, Sa."


Serdadu= dering
Merekah = marah
Pendekar = pendek

15/3/20

Cerita ini cukup sampai di sini ya man teman karena sudah cetak sejak 2020, untuk yang mau beli sila ke shopee.co.id/akudadodado atau ke Lontara.app yaa


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tient à Cœur [FIN] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang