Repub tanpa edit 29/8/20
11/11/20
23/6/21Pernah memikirkan mengenai harapanmu yang tidak pernah tercapai padahal kamu sudah berusaha dan berdoa dengan sangat keras?
Hantaman kekecewaan yang kamu rasakan ketika kamu tahu bahwa usaha yang kamu lakukan tidak membuahkan hasil seperti yang kamu inginkan, bahkan tidak sampai setengahnya sama sekali?
Kadang kamu akan merasa bahwa semua itu tidak adil, terlebih jika ada orang yang memilikinya tanpa usaha dan menyianyiakan hal itu. Jangan katakan bahwa Tuhan memiliki waktunya, dia tahu tapi untuk kali itu saja biarkan dia merasa kecewa. Perasaan tidak berdaya padahal dia sudah berusaha sangat keras menggerogoti hati dan pikirannya, tidak salah bukan jika dia merasa kecewa?
Hingga kamu menyadari satu hal bahwa kamu tidak pernah tahu waktu Tuhan selama apa dan bagaimana semesta dan waktu bekerja.
Semesta dan waktu suka bersenda gurau.
Semesta dengan bercandanya mengabulkan keinginanmu dengan waktu yang tidak pernah kamu bayangkan sebelumnya dan dengan orang yang tidak pernah terlintas di benakmu sebelumnya.
Malika mengalihkan padangannya ke jendela, dia membiarkan Satria menyetir mobilnya setelah perdebatan beberapa saat. Dia sudah memberitahukan alamatnya dan membiarkan Satria menyetir sesuai dengan navigasi. Dia mengatupkan mulutnya sepanjang perjalanan, begitu juga dengan Satria.
Malika memilih memesan makanan melalui aplikasi ojek online dan langsung mengantarkannya ke butiknya.
Mobil berhenti tepat di depan butik Malika, Satria melihatnya sesaat sebelum menoleh dan mendapati Malika sudah membuka sabuk pengamannya dan bersiap turun. Dia mengikuti pergerakan Malika dan turun dari mobil juga.
Malika berjalan masuk dan tatapannya langsung bersirobok dengan Esa yang tengah menemani seorang pelanggan mereka. Dia mengabaikan tatapan Esa yang terbuka lebar ketika melihat sosok yang berjalan di belakangnya, Malika memilih berjalan dan menaiki tangga setelah tersenyum dan menyapa beberapa orang yang dia kenal, ke ruangannya yang berada di lantai dua.
Dia menempatkan bokongnya di sofa ruang kerjanya lalu merebahkan diri dengan kaki dia tempatkan di lengan sofa. Dia melirik ke arah pintu yang berada persis di samping sofa yang dia tempati, tidak ada tanda akan dibuka. Berarti Satria tidak ikut ke atas.
Mungkin dia pulang, entahlah. Dia hanya mau merebahkan tubuhnya sesaat tanpa memikirkan apa yang tadi dokter katakan. Tangan sebelah kanannya dia tempatkan di perutnya yang masih rata. Mengelusnya perlahan dan dia dapat merasakan hangat menjalar ke hatinya dari setiap elusan yang dia berikan.
Dia tahu bahwa Esa pasti akan merecokinya beberapa saat lagi, jadi yang dia inginkan adalah ketenangan sesaat sebelum mendengar ocehan Esa.
"Boooooooook!!" Teriak Esa sambil membuka pintu ruangannya, dia lalu mendudukkan dirinya di single sofa yang berada di samping sofa yang Malika tiduri.
"Itu laksa* di bawah Satria ya?! Gilingan, Nek, dese ganteng banget ya ampun! Rahim di pertiwi* eik langsung panasonic*!" Ucapnya dengan sebelah tangan memegangi perut dan satunya menggoyang tubuh Malika yang masih tiduran di sofa.
"Nek! Ish, kok lo bisa barengan dia sih?! Lo abis dari dokter apa abis pecongan*?!" Tuntutnya sambil mengendus tubuh Malika, "Tapi gak ada bau sisa perkimpoian, Nek? Dia keluarin di dalem apa luar sih?" Ucapannya langsung mendapat pukulan di kepala oleh Malika.
Wanita itu langsung merubah posisinya menjadi duduk dan melihat wanita kaleng-kalengan itu dengan sengit.
"Mulut lo ya, Sa. Gue pecat mau?!"
"Tinta, Nek! Operasi maharani*, nanti eik dapet duta* dari mana? Gak sanggup eik ngelayani laksa yang menggebu-gebu setiap malam, takut hamidah*." Ucapnya dengan muka ngeri sambil tangannya dia tempatkan di mulut.
Mendengar kata terakhir Esa, Malika kembali pusing dan menyenderkan bahunya pada sofa.
"Dokter bilang apa sih, Nek, sampai lo kayak gini? Miom membesar?" Tanya Esa sambil memindahkan bokongnya ke sofa yang Malika duduki.
"Gak, dokternya bilang gak ada masalah."
"Tapioca*..." Pancing Esa karena dia tahu Malika sedang ragu mau meneruskan ucapannya atau tidak.
"Dokter bilang gue hamil."
"..."
"..."
"APA?!!! LO WANDA HAMIDAH*?!!" Teriak Esa, mulutnya langsung dibekap oleh Malika.
"Lo berisik banget ya, gue potong gaji lo kalau sampai pada tahu!"
Esa menganggukkan kepalanya lalu mulai berbicara lagi ketika Malika sudah menarik tangan lalu melapnya pada baju Esa. Biasanya dia akan marah-marah karena bajunya kotor tapi kali ini Esa tidak peduli karena ada hal yang lebih penting.
"Kok bisa hamidah sih, Nek? Gak pakai kondom? Lo juga gak minum pil?"
"Gue kan emang gak minum pil, lo pikir pil itu obat pusing apa? Bisa diminum kalau sakit doang? Itu terus menerus kalau gak pengaruhin hormon gue. Untuk kondom, dia gak pakai katanya."
"Sirsak, Nek, pepita*." Ujarnya dengan muka melas, dia lalu menggelengkan kepalamya ketika melihat tatapan tajam Malika. "Dese di bawah, Nek, nungguin. Makarena* dulu ya? Eik bawain ke sini." Esa langsung berjalan ke arah pintu, sesaat dia berbalik tapi terlihat ragu.
Mau nanya tapi takut karena melihat raut Malika yang semerawut sekarang ini, tapi dia juga tidak tega membiarkan Satria di bawah sendirian seperti itu.
"Nek, Satria dibiarin di bawah apa suruh naik? Makanan ada banyak kan?" Kata Esa pelan, dia menggerakkan kakinya dengan gelisah sambil menunggu jawaban Malika.
"Biarin di bawah, kasih makan aja."
"Eik pepet boleh? Bersedia jadi ibu tiri dari anak kok."
Ucapan itu langsung membuat Malika menyambitnya dengan sepatu yang dia kenakan.
Esa, mulut yei tipok cobek mau?
Apdet kan jadinya aku tu kalau pada gak ketik next, pendek dll, thank you gengs.Komen pakai kamus Esa ya wkwkwkw
Next apdet 1.2, atau tgl 4/1/20Laksa = Laki-laki
Pertiwi = Perut
Panasonic = Panas
Pecongan = Pacaran
Maharani = Mahal
Duta = Duit
Hamidah = Hamil
Tapioca = Tapi
Wanda Hamidah = Wanita hamil
Pepita = Pengin
Makarena = Makan29/12/19
9/3/2
KAMU SEDANG MEMBACA
Tient à Cœur [FIN]
RomantizmSudah cetak selfpub ISBN 978-602-489-913-4 Malika kembali ke negara asalnya dua tahun setelah perceraian itu terjadi. Perceraian yang mematahkan hatinya dan juga merobek asanya. Kembali jatuh cinta bukan hal yang ingin dia lakukan, dia memilih unt...