Repub tanpa edit 1/9/20
13/11/20
23/6/21Jatuh cinta itu menyenangkan, katanya.
Perasaan berdebar yang mengisi hari-hari kala bertatap muka atau hanya sekedar menerima pesan dari seseorang membuat seseorang yang sedih bisa menjadi bahagia seketika. Atau bahkan dari bahagia bisa menjadi sedih dan membuat kita bermuram durja seharian, bahkan lebih.
Lucu, bukan? Bagaimana seseorang bisa dengan cepat membolak balikkan perasaan kita.
Tapi...itu juga menyeramkan karena tanpa sadar kita membuat seseorang menjadi pusat kebahagiaan dan penyebab kesedihan kita. Membiarkan seseorang menjadi penyebab kita lebih rentan terhadap perasaan yang dapat membuat kita hancur seketika dan memberikan efek berkepanjangan, entah itu bahagia atau sedih.
Dan lagi-lagi, namanya juga jatuh cinta, apa yang kamu harapkan dari kata 'jatuh'?
Mencintai seseorang tidak masuk dalam daftar apa yang akan dia lakukan beberapa tahun ke depan, atau bahkan beberapa puluh tahun ke depan. Lebih baik dia hidup selibat dibanding harus berurusan dengan hatinya yang rentan untuk jatuh berkeping-keping ketimbang merasakan indahnya cinta lagi.
Hah, indah dari mana kalau kamu harus jatuh dan berjalan tertatih-tatih ketika semua kepingan hatimu menusuk kaki yang berusaha berjalan?
Membayangkannya saja membuat Malika bergidik ngeri.
Malika menatap pria yang masih setia duduk di sampingnya dengan pandangan yang fokus ke ponsel. Memutuskan keluar ruangan ketika tidak ada tanda-tanda Satria akan keluar dan mengikuti permintaannya. Dia harus menjauh dari pria itu untuk menjaga kewarasannya.
Malika berdiri dan berjalan ke pintu lalu membukanya sedikit tapi pintu itu kemudian terbuka dengan cepat dengan Esa yang terjatuh di depannya. Posisi perempuan kaleng itu adalah pipi sebelah kiri serta kedua tangannya menempel di lantai.
Malika mendengus, pasti nguping deh.
"Ayam beranak!" Teriak Esa tidak lama kemudian dengan posisi masih sama. Dia lalu bangun dari posisinya dan merengut ke arah Malika. "Bok! Bisa gak sih sebelum buka pintu itu ngetok dulu?!" Sungutnya sambil memegang pipi kirinya yang tidak berwarna selain warna bedaknya yang tebal. Dia meringis tidak lama setelah menyentuh pipinya.
"Lo ngapain lagian di depan pintu?"
"Anu, eik lagi....lagi bebersih pintu!" Jawabnya dengan semangat di akhi kalimat seakan itu adalah jawaban paling logis yang dia bisa pikirkan.
"Sejak kapan lo bertugas bebersih pintu gue? Bebersih pakai apa juga? Lo gak bawa lap." Cecar Malika sambil melipat tangannya di dada.
"Pakarena*....baju?" Kali ini nada tanya tidak bisa disembunyikan oleh Esa, Malika melengos mendengar jawaban tidan logis Esa. Dia adalah pere kaleng paling paripurna yang pernah dia kenal, tidka mungkin Esa merelakan baju yang dia kenakan untuk kotor.
Dia kemudian teringat sesuatu lalu menatap ke arah Satria yang kini juga menatap ke arah mereka dengan raut datar seakan tidak terganggu sama sekali dengan keirbutan mereka.
"Kamu tahu kan kalau Esa juga laki-laki?"
"Lalu?" Tanya Satria sambil melirik ke arah Esa yang kini sudah tersenyum malu-malu sambil memperbaiki posisi duduknya dengan dua kaki dia miringkan ke samping. Niatnya terlihat seperti putri duyung, apa lagi rambut panjang yang dia blow setiap pagi itu dia jadikan satu di pundak kiri, tapi dia justru teelihat seperti sembelit di mata Malika.
"Kamu paham kan kalau dia punya sperma juga? Dia laki-laki yang gampang saya temui setiap harinya dan bisa membuahi saya?"
Belum sempat Satria menjawab Esa sudah mengajukan protesnya dengan keras. "BOK! Gilingan ya?! Eik ogah main sama apem! No way, sorry dorry mayori! Eik sukanya pedang ekskalibur, bunaken* sarungnya! Jangan percaya, Ganteng!" Ujarnya dengan lembut di akhir kalimat sambil berkedip manja ke arah Satria kemudian kembali menatap Malika dengan geram.
Satria hanya melirik sesaat ke arah Esa kemudian memberikan tatapan mengejek kepada Malika yang membuat dia mendelik kesal kepada Esa.
"Apose sih, Nek, melotot gitu ke eik? Hitamorfosa* gini, eik banyak yang suka lho! Buleleng* pada doyan dan eik masih setrika* sama preferensi eik, tatapan lo gak beti* eik goyah." Ujar Esa pada Malika yang masih setia melotot padanya.
Malika mendengus dengan kesal. Dia mengabaikan tatapan Satria dan juga Esa lalu berjalan keluar dari ruangan itu.
Selain dari Satria, tampaknya dia juga harus menjauh dari Esa agar bisa menjaga emosinya. Melihat Malika yang berjalan keluar Esa lalu berteriak, "Bok! Mau ke menong? Udin pecongannya? Boleh gantian?!"
Ambil, Sa, ambil! Wkwkwkw, maaf terlambat dan terima kasih sudah menunggu.
Next apdet ketika 1.4K ya vommentnya, btw kalian sudah follow akunku blm si? Biar kalian dpt info tiap aku broadcast sesuatu. Follow yuk, thank you.
Pakarena = Pakai
Bunaken = Bukan
Hitamorfosa = Hitam
Buleleng = Bule
Setrika = Setia
Beti = buatBintang 1.9K br apdet lagi yaa :)
12/1/20
10/3/20
KAMU SEDANG MEMBACA
Tient à Cœur [FIN]
RomanceSudah cetak selfpub ISBN 978-602-489-913-4 Malika kembali ke negara asalnya dua tahun setelah perceraian itu terjadi. Perceraian yang mematahkan hatinya dan juga merobek asanya. Kembali jatuh cinta bukan hal yang ingin dia lakukan, dia memilih unt...