Repub tanpa edit 12/9/20
16/11/20
23/6/21
Kalau tatapan dapat menelanjangi, rasanya tatapan Malika kepada Naren sedari tadi sudah membuat kaos hitam, celana pendek yang dikenakannya menghilang dari tubuh pria itu sekarang juga.Ketika Narendra mulai memasak, Malika dapat melihat bokong pria itu dengan jelas. Matanya turun sedikit ke bawah dan dia dapat melihat tato di betisnya. Setelah memastikan gambar apanyang berada di betis Narendra, matanya kembali menjelajah ke tubuh bagian atas saat tangan pria itu menjangkau sesuatu di kabinet atas. Kaos yang pria itu kenakan tidak dapat menutupi otot trisep dan bisep yang terlihat sangat menarik di mata Malika. Oh, jangan mulai dengan forearm karena bagian itu adalah bagian kesukaannya.
Baginya, pria yang memiliki forearm kokoh memiliki daya tarik sendiri.
Dan yang kini Malika pikirkan adalah Narendra yang hanya menggunakan apron berwarna hitam. Ya, hanya apron, tanpa apapun lagi dibaliknya.
Shit! Shit! Kayaknya gue harus jauh-jauh dari Esa supaya gak ketularan mesum. Malika menutup matanya kemudian menggelengkan kepala dengan kencang.
"You practically drooling right now." Ucap suara dari belakang Malika yang tengah duduk di kursi kitchen aisle, tidak lama kemudian dua tangan muncul di sisi kanan dan kirinya seakan memenjarakannya.
Hembusan napas yang berada di tengkuknya terasa menggelitik dan membuat fokusnya terhadap Narendra pecah. Secara otomatis dia memajukan tubuh untuk menghindari tubuh Satria yang berada di belakangnya.
"You can't blame her, man. No one can resist me." Ujar Narendra dengan ponggah yang diakhiri dengan kekehan. Malika dapat mendengar nada bercanda di sana yang membuat Satria mendengus lalu mengambil duduk tepat di sampingnya.
"Minum, dia tadi sempat buatkan teh." Satria menggeser gelas yang berada di dekat Malika ke arah wanita itu.
Malika tidak sadar kalau ada gelas di sampingnya, sejak kapan gelas itu ada di sana?
"Meera mana, Ren?" Tanya Satria, kini pria itu sudah duduk sambil menyanggah dagunya dengan tangan sebelah kanan sementara tangan sebelah kirinya dia letakkan di sandaran kursi Malika.
"Panjang umur, itu suara mobil palingan dia."
Malika menoleh ke arah pintu, menantikan sosok wanita yang tadi dibicarakan oleh kedua pria itu. Tidak lama muncul wanita dengan rambut berpotongan pixie dengan warna perak. Mata Malika tertuju langsung pada kaki jenjang yang berbalut legging berwarna hitam itu.
Dia iri, posturnya yang mungil membuat dia harus mengenakan killer heels untuk memiliki siluet kaki jenjang seperti milik wanita itu.
Ketika Meera melihat ada tiga orang di dapur, senyumnya langsung mengembang.
"Bang Sat!" Teriaknya sambil menghambur ke arah Satria yang langsung menangkap wanita itu ketika dia melemparkan dirinya. "Kangen!" Lanjut Meera ketika mereka sudah berpelukan.
Tidak lama Meera menoleh ke arahnya dengan senyuman lebar. "Jadi ini your baby mama?"
"Saya tidak suka istilah itu, Ra. Namanya Malika, kamu bisa panggil dia Malika." Jawab Satria setelah melepaskan pelukannya.
"Oops sorry. Maaf ya, Mbak." Meera menyengir lebar ke arahnya dan Malika berusaha untuk mengeluarkan senyuman. Sepertinya berhasil karena setidaknya sudut bibirnya bergerak.
Ada perasaan senang yang muncul ketika mendengar Satria mengutarakan apa yang dia pikirkan tadi. Dia tidak menyukai istilah itu juga.
"Kamu apa kabar? Kerjaan lancar?" Tanya Satria sambil mengelus kepala Meera yang kini menyenderkan kepalanya pada Bahu Satria tatapan sayang terlihat jelas di sana.
"Tidak baik, mau keluar kerja tapi sama Naren gak bo--."
"Bang Naren, Meera. Kenapa sih sama Satria mau manggil abang?" Potong Naren, Meera menyengir sebagai jawaban.
"Mau tiduran dulu?" Satria bertanya dengan tangan sebelah kirinya menyentuh pinggang Malika. Malika menoleh ke arah Satria yang kini menatapnya dengan khawatir. Kepalanya memang tiba-tiba saja pusing dan tubuhnya lemas.
"Pakai kamar di sana aja, Bang. Kosong." Meera menunjuk kamar yang berada dekat dengan sofa ruang keluarga.
Tanpa meminta persetujuan Malika, Satria langsung turun dari kursinya dan membantu Malika untuk turun dan meletakkan tangan kanan di pinggang wanita itu untuk menggiringnya ke kamar yang ditunjukkan oleh Meera.
"Jangan dibuat jadi kembar ya, Sat." Teriak Narendra dari dapur dengan tawa di akhirnya.
"Bukan begitu caranya buat kembar, you dumb-ass." Balas Satria, Meera dan Narendra tertawa dari arah dapur.
Begitu tiba di kamar itu, Malika langsung berbaring di ranjang dan Satria mengambil tempat di sisinya.
"Pusing? Kamu belum makan sih ya." Ujar pria itu sambil mengubah posisinya sehingga dia dapat menghadap Malika dengan tangan kiri menyaggah kepalanya. Tangan kanannya lalu dia tempatkan di perut Malika secara tiba-tiba. "Laper ya, Pickle? Sabar ya, bentar lagi makan." Katanya sambil terus mengelus perut yang tertutup baju yang Malika kenakan.
Malika hendak menjauhkan tangan itu tapi sepertinya bayi dalam perutnya memiliki pemikirannya sendiri. Dia merasakan perasaan nyaman yang merambat dari tempat yang disentuh oleh Satria. Rasanya dia tidak mau melepaskan tangan itu.
"Feeling better?"
Malika menganggukkan kepala sebagai jawaban, dia memejamkan matanya.
"You can lean on me, Malika. Pickle anak saya juga."
Ucapan Satria bagai pelatuk terakhir yang membuat Malika membuka mata lalu mendaratkan bibirnya pada bibir pria itu.
Yaampooon Bang Nareeen, aku mau lah lihat kamu pake apron doang!
Makasi buat yang sudah kasih bintang n komen, jangan lupa mampir ke IG akudadodado malam nanti, aku akan buka poling di IGS buat apa yang akan diapdet besok!
6/2/20
15/3/20
KAMU SEDANG MEMBACA
Tient à Cœur [FIN]
RomanceSudah cetak selfpub ISBN 978-602-489-913-4 Malika kembali ke negara asalnya dua tahun setelah perceraian itu terjadi. Perceraian yang mematahkan hatinya dan juga merobek asanya. Kembali jatuh cinta bukan hal yang ingin dia lakukan, dia memilih unt...