kesembilan

9K 1.4K 106
                                    

Tak terasa hanya tinggal sisa tujuh hari sebelum kedatangan kaisar Qin.

Istana sibuk dengan segala macam persiapan, baik dari dekorasi sampai persediaan bahan pangan semuanya bekerja tanpa kenal lelah.

Begitu pula dengan tiga penguasa tertinggi kerajaan.

"Mama, alangkah baiknya jika Anda kembali ke Paviliun dan menanti para pelayan mengantarkan makanan yang Anda inginkan sebagai jamuan pada kaisar Qin disana" ujar dayang Yeo tak tega melihat sang Ratu dengan perut besar serta peluh membasahi keningnya mondar-mandir di dapur kerajaan.

Renjun terdiam. Tak dipungkiri jika perutnya mulai nyeri karena sedari tadi tak berhenti bergerak mengecek pekerjaan juru masak istana. Meski dibantu beberapa selir tingkat tiga, ia tidak bisa meninggalkan dapur begitu saja. Jamuan ini penting untuk kelangsungan kerajaan.

Ia tau benar bagaimana waktak Kaisar Qin yang sangat perduli akan detil, kesalahan sedikit saja bisa menyebabkan kekacauan yang tak perlu. Aish, pertama kalinya Renjun merutuki sifat familianya yang terlalu perfeksionis.

Kalau di masa depan; di tempatnya yang sesungguhnya, Renjun akan hirau dengan arogansi Ayahnya selaku pimpinan familia, malah ia akan membantu sang Ayah untuk menghancurkan mereka yang dianggap 'mengganggu'. Tapi disini, posisinya adalah 'yang mengaggu'. Bohong jika Renjun tak takut dengan cikal bakal familianya sendiri.

"akh!"

Namun kondisinya sedang tak mendukung. Jabang bayi dalam perutnya mulai bergerak rusuh memintanya rehat.

"arraseo" pilihan terbaik adalah istirahat. Setidaknya, ia sudah berusaha melakukan yang terbaik. Lebih riskan jika Renjun sakit di hari kedatangan kaisar Qin.

Dibantu dayang Yeo, Renjun berjalan menuju paviliun teratai. Sepuluh menit kemudian mereka sampai ditempat tujuan.

"Mama, apa perlu saya panggilkan tabib Hyo agar datang menemui Anda?" tanya dayang Yeo usai Renjun duduk diatas futon.

"ne, panggil tabib Hyo untuk ku"

"ye Mama"

Renjun merasa ada yang aneh dengan polah makluk kecil yang mendiami perutnya. Ia merasa kalau ukuran perutnya tak selayaknya orang hamil 6 bulan. Perutnya terlihat lebih besar, seperti hamil 7 atau 8 bulan.

Apa mungkin salah hitungan, pikir Renjun berasumsi. Sialnya, ia tak tau kapan tepatnya Raja dan Ratu 'melakukannya' hingga 'gol'. Membuatnya semakin dilanda frustasi mengingat fakta jika ia masih –ekhem- perjaka, tapi sedang mengandung.

Mengandung pun bukan mengandung anaknya sendiri. Kan W.O.W sekali!

Renjun menunduk, "kau kan pintar jadi beritau aku berapa usiamu didalam sana", sedikit tak masuk akal sih. Tapi apa salahnya mencoba. Hitung-hitung sebagai tes atas upaya Renjun mencerdaskan si jabang bayi.

"jadi begini cara mainnya. Aku akan menyebutkan angka dari lima sampai sembilan, jawab pertanyaan ku dengan cara menendang tepat setelah angka yang menjadi jawabannya disebutkan. uri Jisungie mengerit kan?"

Duk!

"pintar. Ayo kita mulai. Lima?" Renjun diam beberapa saat menunggu reaksi,

Tapi nihil; berarti bukan.

"enam?" Renjun diam lagi menunggu respon. Tapi tidak ada juga. "hais jinja! tujuh?"

Tidak ada respon. "delapan?" Renjun mulai gusar, kalau iya berarti kelahiran si bayi sebentar lagi.

Masih tidak ada respon tapi Renjun merasakan hentakan kecil diperutnya. "delapan setengah?"

Duk!

Magical Gate (Noren)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang