Teriknya sinar mentari pagi mengacaukan tidurnya. Diarahkannya telapak tangan keatas untuk menghalau silaunya sang surya. Demi Tuhan, hutan bukanlah tempat yang layak menjadi tempat tidur. Namun peristiwa semalam membuatnya mau tak mau menyandarkan tubuh lelahnya pada sebuah pohon Mapel yang daunnya sudah mulai berguguran, menciptakan alas tidur alami dari tumpukan dedaunan kering membuat tubuhnya terlindung dari dinginnya tanah.
Setelah matanya menyesuaikan cahaya sekitar, Renjun pun menurunkan tangannya membiarkan sinar mentar pagi menyorot wajah seputih porselennya. Hitung-hitung menyerap vitamin D dari alam yang jarang sekali bisa dinikmati karena kesibukannya sebagai pembisnis muda yang mengharuskannya selalu berada di kursi kebesarannya mengecek setiap dokumen yang masuk dari pagi hingga matahari tak nampak lagi.
Membahas tentang bisnis, Renjun jadi ingat kalau hari ini dirinya memiliki rapat dengan kolega asal Prancis. Tapi biarlah, ia memiliki asisten yang bisa diandalkan. Ia juga tak sanggup berdiri karena perutnya yang tak terisi sejak di culik, terhitung dua hari ia tidak mengonsumsi karbohidrat.
Sebenarnya ia diberi makan oleh si penculik, namun tak di gubris sebab yakin betul jika didalamnya terdapat racun yang dapat membunuh manusia. Ditambah efek samping obat bius yang masih melandai tubuhnya. Ya sudah, lengkaplah ketidak berdayaan seorang Huang Renjun. Tak ada yang bisa ia lakukan selain kembali bersandar pada pohon, menunggu tubuhnya terbiasa dengan keadaan.
Pikirannya beralik pada orang tuanya, mereka pasti kelabakan mencarinya. Terlebih sang Ayah yang terlampau protektif dan rewel sekali jika menyangkut tentangnya. Terbayang bagaimana kacaunya beliau karena tak kunjung menemukannya, terlebih pelaku penculikan adalah musuh bebuyutan familia Huang. Ia berharap sang ibu yang memiliki pembawaan tenang akan tetap tenang dan sanggup mengontrol emosi sang ayah.
Jika tidak, bahagia sekali familia Lee karena berhasil mengacaukan fokus Ayahnya selaku pemimpin dari familia Huang.
"hais, kenapa rasanya gerah sekali" gumamnya seraya menggaruk tengkuk dan menarik kerah baju yang dikenakannya. "perasaan ku saja atau baju ku rasanya tebal sekali" ia meraba bagian depan bajunya, mencari kancing. Mau buka baju saja ia saking gerahnya. Namun nihil, ia tak menemukan benda kecil yang berfungsi sebagai pengait kain itu di sana. Ia malah merasakan ukiran aneh di baju yang seharusnya polos itu.
Dengan bodohnya Renjun meraba-raba bajunya tanpa ada niat melihat padahal lengan bajunya saja sudah mencerminkan pakaian jenis apa yang tengah ia kenakan sekarang.
"Junjeon Mama"
Aksi Renjun memindai kain yang melekat pada tubuhnya berhenti kala mendengar suara seorang wanita yang sepertinya tak jauh dari posisinya.
Akan tetapi itu tak berlangsung lama, ia pikir itu hanya halusinasi karena hutan yang menjadi tempat persembunyiannya sekarang memang terkenal dengan keangkerannya. Mungki itu suara penunggu hutan, pikirnya masa bodoh. Sama sekali tak takut jika yang ia anggap 'penunggu' itu mengaggunya atau bahkan merasuki tubuhnya.
"mohon maaf Junjeon Mama, sebaiknya kita kembali ke paviliun agar Mama bisa bertukar pakaian"
"woah, bahkan kau tau kalau bajuku rasanya tidak nyaman" kata Renjun membalas ucapan 'penunggu' hutan yang sepertinya tertuju padanya. tanpa menyadari panggilan si 'penunggu' padanya.
"ye mari saya bantu, Mama"
Grebb!
"he?!" siapapun tolong tampar Renjun sekarang! Ada seorang yang memegang lengan kanannya. I-ini benar-benar tangan kan? tangan manusia bukan tangan zombie, vampire dan sejenisnya kan?!
"Junjeon Mama, Anda baik-baik saja?"
Refleks kepalanya menoleh ke samping dan mendapati seorang wanita paruh baya berpakaian hijau khas pelayan kerajaan Joseon tengah menatapnya penuh rasa hormat. Renjun mengucek matanya berharap itu hanya halusinasinya semata karena efek obat bius, tapi setelah beberapa kali mengucek sampai matanya terasa perih sosok wanita paruh baya itu tak kunjung lenyap dari pandangan. Gemas, ia pun menampar pipinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magical Gate (Noren)
FanfictionGerbang sihir akan terbuka setiap tujuh bulan purnama sekali. Hutan menjadi tamengnya, dan hanya orang yang 'membutuhkan' lah yang bisa melaluinya. Serta, akan ada pertukaran didalamnya. Namun yang datang akan pergi, yang pergi akan kembali dan per...