Sequel + penjelasan

7K 1.1K 75
                                    


Sepasang tangan bercahaya meraih lembut buntalan kain berisi bayi yang tengah menangis, membawanya dalam gendongan. Bibir mendekat ketelinga si kecil, membisikkan sesuatu yang seketika membuat tangisanya berhenti.

"takdi sungguh kejam kan?" Seulgi bertanya pada si kecil Jisung seraya berjalan melewati gerbang sihir perlahan-lahan menutup. "aku akan meletakkan mu disini. Tanpa ibu atau ayah yang menjagamu".

Diletakkan bayi mungil itu diantara akar pohon yang menyembul diatas tanah agar si kecil terlindung dari serangan hewan buas.

"esok seorang akan menyelamatkan mu" sosok penjaga gerbang itu membungkuk anggun, memberikan penghormatan pada si kecil. "salam sejahtera, Wangseja Joeha" usai mengatakannya Kang Seulgi pun kembali, menghilang bersatu dengan gerbang sihir.

GONG!

Gerbang sihir pun tertutup menyisakan si kecil Jisung yang mengerjab takjub memerhatikan kunang-kunang yang berterbangan diatasnya sambil mengemuti jemari bantetnya polos.


.


"ampun nari, tolong ampuni-"

Crash!

Tubuh wanita paruh baya itu tergeletak, sementara kepalanya terhempas beberapa meter dari tempat yang seharusnya.

"ini yang terakhir" lapor seorang lelaki tinggi berpakaian serba hitam pada pemuda lain yang baru saja menebaskan pedangnya guna memenggal kepala seseorang.

"Bae Jinyoung, kau mendengarku?"

"ye, aku dengar. Lalu, apa selanjutnya Jun ge?" tanya Bae Jinyoung –seorang pemuda Joseon yang diselamatkan kaisar Qin ke-8 dari perdaganan budak sewaktu usianya masih sangat belia. Membuatnya harus berpisah dari kedua orang tuanya yang juga budak dari keluarga Yoo; keluaga Ibu Suri.

Yah, bisa dibilang Bae Jinyoung memenggal kepala semua penghuni kediaman bangsawan Yoo sendirian sebagai bentuk balas dendam. Bonus tusukan di bola mata saat masih hidup untuk orang-orang yang dulu sering memukul dan menyiksanya.


"Daebi Mama"

Seriangan langsung tercipta diwajah manisnya.

"kajja, bungkus kepala mereka"


.


.


Terik mentari pagi yang menembus lebatnya pepohonan hutan seakan tak menghapus setitik pun kesedihan di kedua mata Guanlin yang duduk bersimpuh ditanah memeluk erat raga tanpa nyawa pemilik hatinya. Menangis gergugu tak perduli para prajurit disekitarnya. Kehilangan telah meruntuhkan tembok arogansi yang selama ini ditampakkannya untuk sementara.

Bibir memanggil lirih nama sosok tak bernyata itu tanpa henti... berharap keajabian datang, mengembalikan ruh pada raga yang kosong tak lagi bertuan.


.


Kebahagiaan yang semalam dirayakan berabalik menjadi mimpi buruk mengerikan keesokan harinya. Mimpi buruk yang tak akan bisa dilupakan sampai raga masuk keliang lahat.

Tak ada yang berani mendekat apalagi memindahkan kepala-kepala milik keluarga Ibu Suri dari posisinya. Para dayang berlari ketakutan dan para prajurit seakan menulikan pendengaran tak perduli jerintan histeris para penghuni istana dalam.


"singkirkan itu singkirkan!!" jerit Ibu Suri berusaha menjauh dari seonggok kepala yang menjadi 'hadiah' untuknya, punggung sudah membentur dinding, ingin pergi namun kaki tak sanggup melewati kepala milik adiknya yang maranya mendelik seakan menghakimi.

Semua abdinya pergi menjauh, meninggalkannya sendiri dalam ketakutan.


Tak hanya di istana, rumah para menteri yang bekerja dibawah fraksi Ibu Suri pun tak kalah meriah nya. Menteri yang semuanya lelaki tua itu tak bisa berkata-kata selain menatap nanar kondisi rumah mereka yang –tidak hancur, hanya dibenuhi genangan darah serta tubuh tanpa kepala. 

Oh, jangan lewatkan juga kepala keluarga mereka –isteri, anak, cucu- yang digantung di luar pagar rumah sehingga warga yang lewat dapat menyaksikan aib mereka.

Reaksi masyarakat? Mereka takut melihatnya. Namun cemooh terus terlontar dari mulut mereka. Tak ada yang kasihan apalagi berempati.

Mereka justru berterimakasih pada orang atau siapaun yang melakukan hal keji itu. Bagi rakyat, itu adalah hukuman yang pantas bagi orang-orang tamak dan sombong seperti mereka.

Terlebih mereka berkompromi menggulingkan mendiang Raja mereka tercinta. Itu sepadan dengan kesedihan atas kehilangan sang Penguasa.


.


.

Real End for Joseon era



Wokeh, Joseon Era rampung cuy.. 

Eum... sebenarnya mau jelasin tetek bengek, nganan ngiri hal-hal 'gak masuk akal' atau 'sulit dicerna logika'  di book ini tapi bingung mulai dari mana.

So, bagi yang belum ngeh sama beberapa hal dalam cerita tanya disini >>>

Kalau ada yang ngerasa aneh sama beberapa chap, misal "kok di chap ini begini, tapi di chap selanjutnya jadinya begini?" bisa komen disini >>>

Kenapa demikian? karena aku ingat betul ada chap yang bilang kalau sang Raja punya 'adik tiri', sedangkan di End nya aku pakai 'kakak tiri' karena setelah ditinjau ulang gak masuk akal kalau adik ngerebut tahta kakak, karena memang adik gak punya hak apalagi anak selir, dan pas mau ku betulin dicari gak ketemu. 

Untuk Modern Era tetap di book ini. Mungkin untuk membedakan sama Joseon Era cara penulisan chapter ku ganti jadi angka.

Baik segitu aja, kalau masih bingung tanya jangan sungkan..

See you next chap yeorobunnn...


Magical Gate (Noren)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang